Kamis, 28 Juli 2016

Berjalan Ke Sion

Teks     :Isaac Watts (1674-1748)
Musik  :Robert Lowry, 1867

Isaac Watts (lahir di Southampton, Inggris, 17 Juli 1674 – meninggal di London, Inggris, 25 November 1748 pada umur 74 tahun) adalah seorang pendeta dan juga komponis musik gereja yang terkenal dan mempunyai wawasan yang sangat luas. Dia adalah anak tertua dari 9 bersaudara. Ayahnya aktif dalam pelayanan gereja. Meskipun Isaac mempunyai kesehatan yang kurang baik, dia sangatlah pandai dalam banyak hal. Isaac sejak kecil mempunyai kemampuan khusus dalam sastra dan puisi. Dari umur 5 tahun sampai 13 tahun, dia sudah belajar bahasa Latin, Yunani dan Ibrani serta dia sudah mulai menulis puisi. Sebagai hamba Tuhan, ia juga mempelajari psikologi, berkotbah, memperdalam alkitab, menulis buku-buku agama kristen, pandai dalam logika dan lain-lain. Kurang lebih selama 6 tahun dia juga mempelajari teologi dan filsafat. Dia berkotbah pertama kali ketika berumur 24 tahun. Dia meninggal saat berumur 74 tahun (25 November 1748). Dia dimakamkan di Bunhill Fields Cemetery, London tempat dimana John Bunyan, Joseph Hart John Rippon dan William Shrubsole juga dimakamkan. Sebagai penghargaan, dibuat suatu monumen Isaac Watts di Westminster Abbey, Gereja yang terkenal di Inggris.

Lagu “Berjalan Ke Sion” berdasarkan pada Mazmur, khususnya Mazmur 84. Pada zamannya muncul perdebatan: Apakah kita harus menyanyikan mazmur atau himne dalam ibadah gereja? Hal ini menjadi kontroversi yang mengacaukan banyak jemaat selama abad ke-17 dan ke-18. Isaac Watts adalah seorang juara seumur hidup dalam himne yang “digubah secara kemanusiaan”, sementara sebagian besar gereja berbahasa Inggris bersikeras untuk menggunakan tata cara mazmur dengan melodi yang kaku. Kemarahan seringkali terjadi, dan beberapa gereja benar-benar terpecah karena konflik ketidakselarasan musikal ini. Isaac Watts menulis himne “Berjalan Ke Sion” yang bersumber dari Mazmur dengan lagu lebih lincah daripada lagu-lagu Kristen pada zamannya. Himne ini pertama kali muncul dalam buku Hymns and Spiritual Songs karya Watts di tahun 1707 dan diberi judul “Heavenly Joy on Earth.”


Perjalanan kehidupan Kristen seperti perjalanan naik ke Sion. Sion merupakan simbol eskatologis suatu tempat dimana kita akan tinggal bersama dengan Tuhan. Perjalanan ini adalah perjalanan yang naik bukan perjalanan turun. Di dalam perjalanan ada banyak tantangan dan masalah yang mungkin mulai menghambat kita. Entah itu datang dari dalam diri kita atau pun dari luar diri kita. Semakin kita naik, semakin berat dan semakin melelahkan. Semakin kita naik, semakin ingin kita mundur dan menyerah. Namun jaminan pasti kita berjalan tidak sendirian. Kita berjalan terutama bersama dengan pimpinan Roh Kudus dan saudara seiman yang terus menguatkan kita. Orang-orang yang belum percaya pada Kristus akan menyerah dan bahkan kalah (lihat bait ke-2). Namun orang-orang yang percaya dan mengenal siapa Kristus walaupun lelah tidak akan menyerah dan terus melangkah bahkan makin lama makin kuat. Ada banyak tantangan dalam perjalanan ke Sion. Kita harus terus waspada dalam perjalanan kekristenan kiranya kita tetap tekun dan setia sampai bertemu dengan Tuhan kita. Kita harus percaya bahwa ada sukacita yang begitu besar dan mulia di Sion bersama dengan Tuhan kita.

Rabu, 27 Juli 2016

Waspadai Favoritisme

Yakobus 2:1-7

Surat Yakobus ditujukan kepada umat Kristen di perantauan. Surat ini memberikan pedoman hidup teoritis dan praktis bagi umat Kristen sehari-hari. Umat Kristen sendiri dalam makna yang lebih luas merupakan seorang perantauan di dalam dunia. Kita yang percaya Kristus bukanlah dari dunia, namun kita ada di dalam dunia. Pertanyaan penting yang mesti kita gumulkan adalah “Bagaimana kita seharusnya hidup sebagai seorang Kristen di dalam dunia?”

Kita semua dikelilingi banyak kepercayaan dan agama yang bukan Kristen. Dalam Yakobus 1:26-27 diajarkan mengenai ciri khas agama sejati (kekristenan sejati): mengekang lidah, memperhatikan kaum marginal (miskin dll) dan tidak dicemarkan oleh dunia. Agama sejati yang dimaksudkan adalah agama yang alkitabiah bukan agama dalam arti usaha manusia. Secara sederhana dapat dipahami bahwa kekristenan yang alkitabiah mesti memiliki ciri ini: mengekang lidah, memperhatikan kaum marginal (miskin dll) dan tidak dicemarkan oleh dunia.  

Yakobus bukan hanya memberikan bagaimana kekristenan seharusnya (what ought) tapi juga memberikan peringatan penting bagi kekristenan yaitu favoritisme. Saya sendiri cukup terkejut dengan peringatan ini. Karena umumnya peringatan seperti jangan membunuh, mencuri atau harus jujur, jangan ada ilah palsu, doktrin jangan sesat, dll tapi ternyata favoritisme. Janganlah justru akar semua dari peringatan umum yang disebutkan tadi adalah favoritisme. Dalam pemahaman sederhana, favoritisme dapat dipahami juga sebagai “pemberhalaan” yang mengantar pada banyak dosa dan kejahatan lainnya.

Prosopolepsia diterjemahkan LAI “tidak memandang muka” merupakan terjemahan hyper-literal yang memang cukup jelas. Ada juga alkitab yang menterjemahkannya sebagai favoritism (NIV) atau partiality (ESV dan KJV). Prosopolepsia dapat dipahami sebagai “the fault of one who when called on to give judgment has respect of the outward circumstances of man and not to their intrinsic merits, and so prefers, as the more worthy, one who is rich, high born, or powerful, to another who does not have these qualities” (memihak seseorang berdasarkan penilaian lahiriah).

Semua terjemahan ini menyatakan peringatan tentang favoritisme dimana kita semua cenderung menilai sesuatu berdasarkan pada hal-hal lahiriah. Suatu kali ada penelitian bahwa manusia memang memandang muka: si A menggunakan pakaian yang rapi dan bagus warna abu2 kemudian pura-pura minta tolong ke orang lain di pinggir jalan untuk meminjamkan uangnya. Si A menunjukkan identitasnya: nama, alamat, nomor handphone. Ia akan mengembalikan uang  yang dipinjam setelah sampai rumahnya. Di lain waktu, si A menggunakan pakaian sama dengan warna hitam. Kesimpulannya: hasil berbeda, manusia cenderung favoritisme.

Seorang sosiologist, Katherine Congar melakukan penelitian 384 pasangan adik kakak mengenai bagaimana orangtua memperlakukan mereka masing-masing. Sikap orangtua terkadang tanpa disadari memihak pada satu anak dan mempengaruhi mental saudaranya, orang tua cenderung memberikan sikap dan perhatian yang berbeda biasanya orangtua memang memberikan perhatian lebih pada anak sulung. Sekali lagi penelitian ini menyatakan bahwa manusia sulit lepas dari favoritisme.

Ada banyak contoh di alkitab mengenai favoritisme bahkan tokoh-tokoh iman pun tidak lepas dari hal ini. Misalnya saja dalam Kejadian 25:28, Ishak sayang kepada Esau, sebab ia suka makan daging buruan, tetapi Ribka kasih kepada Yakub. Kata sayang dan kasih merupakan kata yang sama dalam ibraninya yaitu 'ahab atau 'aheb. Istilah ini menjelaskan tentang semua jenis kasih termasuk juga kasih kepada benda atau makanan dan bahkan kepada Tuhan. Berbeda dengan kasih dalam istilah Yunani yang ada beberapa macam sehingga kita bisa membedakannya: agape, philia, storge, eros. Ketika dikatakan ishak sayang kepada Esau bisa juga diartikan bahwa kasih sayang ishak itu sama dengan ketika ia kasih kepada Tuhan. Dan yang menjadi perhatian lagi adalah alasan Ishak mengasihi Esau yaitu sebab ia suka makan daging buruan. Ini merupakan hal lahiriah. Ishak memfavoritkan Esau karena hal-hal lahiriah.

Contoh lain favoritisme yaitu Yakub mengasihi Yusuf. Kejadian 37:3, Israel lebih mengasihi Yusuf dari semua anaknya yang lain, sebab Yusuf itulah anaknya yang lahir pada masa tuanya; dan ia menyuruh membuat jubah yang maha indah bagi dia. Yakub begitu mengasihi Yusuf, kenapa? sebab Yusuf itulah anaknya yang lahir pada masa tuanya. Alasannya adalah hal lahiriah. Bahkan ketika mendengar berita bahwa yusuf mati, alkitab mengatakan: Kejadian 37:35, Sekalian anaknya laki-laki dan perempuan berusaha menghiburkan dia, tetapi ia menolak dihiburkan, serta katanya: "Tidak! Aku akan berkabung, sampai aku turun mendapatkan anakku, ke dalam dunia orang mati!"

Gereja mula-mula pun tidak lepas dari favoritisme. 1 Korintus 1:12  Yang aku maksudkan ialah, bahwa kamu masing-masing berkata: Aku dari golongan Paulus. Atau aku dari golongan Apolos. Atau aku dari golongan Kefas. Atau aku dari golongan Kristus. Mungkin kita bertanya: “Bukankah ini keteladanan?” Favoritisme beda dengan keteladanan. Ketika meneladani seseorang yang memang kita kagumi, mestinya kita tidak memandang rendah yang lain. Sedangkan favoritisme adalah semacam fanatis sempit terhadap sesuatu atau seseorang yang kita kagumi sampai kita memujanya dan memandang semua yang tentangnya adalah benar dan yang lain salah. Paulus memperingati tentang “penggolongan” karena hal tersebut tentu tidak alkitabiah dan yang pasti mengarah pada fanatisme sempit yang memandang kelompok lain lebih rendah dan bahkan salah.

Favoritisme merusak tiga elemen agama sejati:
(1) menggunakan lidah menghina sesama dan false judgement, 2:4.
(2) favoritisme itu tidak menghargai sesama (kaum marginal), 2:5-6.
(3) favoritisme itu duniawi, 2:6-7.

Teladan Kristus
1. Kristus telah mati untuk semua orang
2 Korintus 5:15-16, Dan Kristus telah mati untuk semua orang, supaya mereka yang hidup, tidak lagi hidup untuk dirinya sendiri, tetapi untuk Dia, yang telah mati dan telah dibangkitkan untuk mereka. Sebab itu kami tidak lagi menilai seorang jugapun menurut ukuran manusia. Dan jika kami pernah menilai Kristus menurut ukuran manusia, sekarang kami tidak lagi menilai-Nya demikian.

Kolose 3:9-11  Jangan lagi kamu saling mendustai, karena kamu telah menanggalkan manusia lama serta kelakuannya, dan telah mengenakan manusia baru yang terus-menerus diperbaharui untuk memperoleh pengetahuan yang benar menurut gambar Khaliknya; dalam hal ini tiada lagi orang Yunani atau orang Yahudi, orang bersunat atau orang tak bersunat, orang Barbar atau orang Skit, budak atau orang merdeka, tetapi Kristus adalah semua dan di dalam segala sesuatu.

2. Kristus merendahkan diri menjadi “tidak masuk hitungan” (bukan favorit)
Matius 27:16-22
Yesus Kristus vs Yesus Barabas. Yesus Kristus tidak difavoritkan, justru Barabas yang menang “pemilu” karena hasutan para imam. Suara rakyat (orang banyak) belum tentu suara Tuhan (vox populi vox Dei).

Yesaya 53:2-5  Sebagai taruk ia tumbuh di hadapan TUHAN dan sebagai tunas dari tanah kering. Ia tidak tampan dan semaraknyapun tidak ada sehingga kita memandang dia, dan rupapun tidak, sehingga kita menginginkannya. Ia dihina dan dihindari orang, seorang yang penuh kesengsaraan dan yang biasa menderita kesakitan; ia sangat dihina, sehingga orang menutup mukanya terhadap dia dan bagi kitapun dia tidak masuk hitungan. Tetapi sesungguhnya, penyakit kitalah yang ditanggungnya, dan kesengsaraan kita yang dipikulnya, padahal kita mengira dia kena tulah, dipukul dan ditindas Allah. Tetapi dia tertikam oleh karena pemberontakan kita, dia diremukkan oleh karena kejahatan kita; ganjaran yang mendatangkan keselamatan bagi kita ditimpakan kepadanya, dan oleh bilur-bilurnya kita menjadi sembuh.

Kiranya kita terus mengevaluasi diri kita, apakah masih ada favoritisme dalam diri kita entah kita sadari atau tidak kita sadari? Apakah kita masih mengutamakan hal-hal lahiriah dalam menilai orang lain? Apakah kita hanya menghargai orang-orang yang secara lahiriah “ok” dalam penglihatan kita sedangkan yang “tidak ok” tidak kita hargai?


Kristus menjadi “tidak masuk hitungan” dan mati bagi kita yang berdosa supaya kita tidak lagi bermegah dan menilai berdasarkan hal-hal lahiriah tapi bermegah dalam Kristus.

Kamis, 07 Juli 2016

Persahabatan

Amsal 17:17 Seorang sahabat menaruh kasih setiap waktu, dan menjadi seorang saudara dalam kesukaran.
Amsal 18:24  Ada teman yang mendatangkan kecelakaan, tetapi ada juga sahabat yang lebih karib dari pada seorang saudara.
Amsal 27:5-6  Lebih baik teguran yang nyata-nyata dari pada kasih yang tersembunyi. Seorang kawan memukul dengan maksud baik, tetapi seorang lawan mencium secara berlimpah-limpah.

Ada beberapa relasi yang digunakan alkitab dalam menjelaskan relasi Tuhan dengan manusia. Relasi ini bisa diurutkan berdasarkan kelimpahannya aspeknya:
1. Percintaan
2. Persahabatan
3. Keluarga. Bapa dengan anak (lihat perumpamaan anak yang hilang)
4. Gembala dan domba
5. Tuan dan hamba

Dalam kesempatan ini kita merenungkan relasi yang mungkin “agak jarang” dikotbahkan dalam ibadah minggu yaitu persahabatan. Relasi ini merupakan gambaran yang agung mengenai relasi Tuhan Allah dengan manusia. Sebelum menjelaskan lebih jauh, kita perlu ingat ini: dunia berdosa tidak mengenal arti persahabatan sejati.

Pernyataan ini mungkin sulit diterima oleh sebagian orang. Pada umumnya, setiap kita memiliki sahabat. Persahabatan bukan hanya dijalankan oleh orang Kristen saja. Setiap orang (termasuk non Kristen) mempunyai persahabatan. Selain itu, kita juga bisa menjalankan persahabatan dengan non Kristen. Saya sendiri memiliki sahabat non Kristen. Waktu SD, saya punya sahabat beragama islam. Kami belajar bersama, main game bersama, ke sekolah bersama dan ke perpustakaan daerah bersama. Sampai sekarang saya masih mengingat banyak peristiwa yang kami alami bersama. Waktu SMP, saya punya teman tapi tidak sampai dekat menjadi sahabat. Dan semua teman saya itu beragama islam. Demikian juga waktu SMA, saya punya 2 teman yang sampai sekarang masih bisa saling kontak walaupun tidak terlalu sering.

Benar, persahabatan bisa terjadi kepada semua orang secara umum. Namun, entah kita sadar atau tidak, terima atau tidak, dunia berdosa tidak kenal arti persahabatan sejati. Persahabatan umum itu seperti yang kita jalani biasanya didasarkan pada beberapa hal:
1. Saling menguntungkan/membalas. Contoh: parpol, hadiah ultah dll.
2. Berbeda untuk melengkapi. Contoh: beda karakter, kepandaian dll.
3. Objek lain yang menyatukan. Contoh: kekayaan (amsal 19:4), hobi, suku-bahasa, lingkungan dll.

Dunia berdosa, tidak mengerti arti persahabatan sejati, tapi saling memanfaatkan dan menimbulkan permusuhan. Ini bukanlah persahabatan yang seharusnya. Kita belum mengalami secara limpah arti persahabatan sejati dalam dunia berdosa.

Mungkini ini terdengar ekstrim. Saya tidak bermaksud untuk membuat ekstrim persahabatan tapi mengajak kita semua memahami arti persahabatan yang lebih dalam (radikal) sebagaimana diajarkan oleh alkitab.

Teladan Kristus tentang Persahabatan
Pembahasan mengenai persahabatan tentu sangat luas sekali. Namun pada saat ini paling tidak kita dapat merenungkan beberapa hal dari pengajaran dan teladan Kristus. Satu hari sebelum Ia disalibkan, Ia menyampaikan dan melakukan banyak yang begitu penting sebagai “pesan akhir” pelayanannya, diantaranya adalah,

Yoh. 15:12-15  
Inilah perintah-Ku, yaitu supaya kamu saling mengasihi, seperti Aku telah mengasihi kamu. Tidak ada kasih yang lebih besar dari pada kasih seorang yang memberikan nyawanya untuk sahabat-sahabatnya. Kamu adalah sahabat-Ku, jikalau kamu berbuat apa yang Kuperintahkan kepadamu. Aku tidak menyebut kamu lagi hamba, sebab hamba tidak tahu, apa yang diperbuat oleh tuannya, tetapi Aku menyebut kamu sahabat, karena Aku telah memberitahukan kepada kamu segala sesuatu yang telah Kudengar dari Bapa-Ku.

Satu hari sebelum Ia disalibkan Ia mengajarkan tentang persahabatan antara Dia dengan kita. Apa yang dinyatakan di sini? Penebusan Kristus memulihkan relasi manusia. Persahabatan sejati adalah persahabatan di dalam Kristus. Inilah arti persahabatan sejati.

Ada beberapa hal yang dapat kita pelajari mengenai persahabatan dari ayat ini:
1. Saling mengasihi. Dasar persahabatan adalah kasih bukan saling sekedar menguntungkan (relasi ekonomis). Dan kita hanya mungkin mengasihi sesama karena Kristus yang terlebih dahulu mengasihi kita. Ia yang menjadi teladan kasih kita. 
2. Saling berkorban. Kasih berarti bukan saling menuntut orang lain tapi menuntut diri untuk orang lain. Kasih berarti berkorban. Persahabatan sejati adalah persahabatan yang rela berkorban bagi sahabatnya. Seperti yang Kristus kerjakan, pengorbananNya bukan karena kewajibanNya sebagai Juruselamat tapi kerelaanNya mau berkorban bagi sahabatNya yaitu kita manusia berdosa.
3. Bersama hidup sesuai firman Tuhan. sahabat sejati selalu membawa kita pada pergumulan menjalankan firman Tuhan bersama. Kita saling membangun dan menguatkan dalam menjalankan firmanNya. Ketika kita jatuh dalam dosa atau gagal menjalankan firmanNya, sahabat sejati mesti menegur dan menguatkan kita supaya kita back on track.
4. Sharing kebenaran. Dan persahabatan sejati selalu mempunyai kerinduan untuk berbagi kebenaran. Persahabatan sejati tidak mungkin dibangun di atas dasar kebohongan. Persahabatan sejati juga bukan untuk saling membicarakan hal lain selain kebenaran (mis. gosip). Persahabatan sejati saling membagi kebenaran.

Keempat hal di atas tidak mungkin terjadi di luar Kristus. Dunia hanya mungkin menawarkan salah satu atau beberapa saja tidak secara penuh tentang persahabatan sejati. Penawaran tersebut hanyalah superficial atau artificial. Manusia berdosa tidak mengerti arti kasih sejati, tidak ingin saling berkorban, tidak mau menghidupi firman Tuhan dan tidak mau membagikan kebenaran.

Kristus menjadi teladan kita. Alkitab mencatat bahwa Kristus selama hidupnya menjadi sahabat bagi manusia berdosa. Dalam Matius 11:19 dikatakan: Kemudian Anak Manusia datang, Ia makan dan minum, dan mereka berkata: Lihatlah, Ia seorang pelahap dan peminum, sahabat pemungut cukai dan orang berdosa. Heran sekali, Tuhan Yesus justru sangat dihindari ahli taurat, farisi dan sekelompok yang menyatakan mengerti firman Tuhan. Tuhan Yesus justru didekati oleh anak-anak, ibu-ibu, orang miskin, dan bahkan orang berdosa (pelacur, pemungut cukai, dll). Dalam tradisi ibrani, perjamuan berarti suatu relasi yang begitu dekat sekali. Bisa dikatakan bahwa perjamuan merupakan simbol persahabatan. Kristus makan bersama orang berdosa artinya Ia bersahabat dengan orang berdosa.

Ia datang ke dunia, hidup dan mati disalib bukan hanya supaya setiap orang memperoleh hidup yang kekal tapi juga hidup yang berkelimpahan. Dan hidup berkelimpahan salah satunya berarti mempunyai relasi yang indah dengan Tuhan dan sesama. Ia menebus kita yang berdosa sekaligus menebus relasi kita dengan sesama. Sebagaimana Kristus menjadi sahabat bagi kita yang berdosa, kiranya kita juga menjadi sahabat bagi orang lain atas dasar kasih, rela berkorban, bergumul bersama dalam firman Tuhan dan saling membagikan kebenaran.