Minggu, 25 Desember 2022

Maria: Kagum pada Allah (Lukas 1:26-38)

Annunciation oleh Rubens, 1628

Mengapa orang kristen masih egois dan haus akan penghargaan orang lain? Mengapa banyak orang yang sudah rutin beribadah pun masih merasa kosong dalam hidupnya? Mengapa orang kristen ada yang mengalami masalah relasi dengan teman, pasangan, anak, orang tua, dan tetangganya? Mengapa orang kristen masih ada yang punya ketakutan yang besar, trauma, kemarahan yang tak terkendali, iri hati terhadap sesama, keraguan pada Allah, dan bahkan kerohanian yang dingin?

Salah satunya karena penyimpangan kekaguman. Kekaguman pada Allah diganti dengan kekaguman hal-hal selain Allah yang sejati. Bentuk dosa yang sangat halus masih mempengaruhi kita yang beriman. Seperti kanker menggerogoti kita sedikit demi sedikit.

Mari kita belajar dari teladan Maria yang disebut sebagai “yang dikaruniai” (ay. 28), “beroleh kasih karunia Allah” (ay. 30), “yang diberkati di antara semua perempuan” (ay. 42).

Terdapat dua istilah yang menarik dalam ayat ini. Pertama, dalam ayat 29, Diatarasso (yunani) = greatly troubled (ESV, NAS, NIV) = terkejut (LAI). Kedua, dalam ayat 34, Dialogizomai (yunani) = discern (ESV) = pondering (NAS) = wondered (NIV) = “bertanya di dalam hati” (LAI). Ini semacam dialog batin dapat dibandingkan dengan Mrk. 8:16; 9:33; Luk. 20:14; Mat. 16:7; Mrk. 2:6; Luk. 1:29; 3:15; 12:17. Kedua istilah ini bukan menyatakan maria tidak beriman (seperti Sara dalam Kej. 18:12) melainkan ungkapan keheranan. 

Mengapa Maria terkejut, heran, dan berdialog batin? Dalam ayat sebelumnya, Lukas memberikan alasan-alasan yang runtut: (1) Alasan geografis (ay. 26). Lukas mencatat hal yang mengejutkan “malaikat Gabriel pergi ke sebuah kota di Galilea bernama Nazaret.” Coba baca sekali lagi, apakah anda terkejut? Apa mengejutkan? Galilea bukanlah daerah yang dihormati. Itu bukan tempat yang diharapkan untuk seseorang yang diutus dari Tuhan (Yoh. 1:46; 7:41). Nazaret (Luk. 1:26; 2:4, 39, 51) adalah salah satu kota di Wilayah Galilea. Secara dominan, wilayah Galilea dihuni oleh orang Samaria, yaitu orang-orang yang berdarah campuran (karena pembuangan bangsa Yahudi, dan pendudukan oleh Kekaisaran Asyur dan Babel, penduduk daerah itu kebanyakan berdarah campuran). Orang Yahudi kultural maupun yang saleh menganggap orang Samaria tidak murni, dan karena itu mereka "najis" secara moral, rohani maupun fisik (didiami oleh roh-roh dan mengidap penyakit).

(2) Alasan biologis (ay. 27). Maria heran bagaimana seorang anak dapat dijanjikan kepadanya, karena dia tidak berhubungan seksual (bdk. Yes. 7:14; Mat. 1:23). Keterkejutan Maria bukan terutama karena pria tidak biasa menyapa wanita, tetapi karena malaikat tidak biasa menyapa wanita. (bdk. Luk. 1:12 - Zakharia)

(3) Alasan geneologis atau silsilah keluarga (ay. 27). Pengumuman kelahiran di Nazaret menunjukkan bahwa Maria berasal dari akar keluarga agraris yang sederhana. Beberapa sarjanawan Alkitab mencoba mengamati semua peraturan yang dianut oleh bangsa Ibrani dalam membuat silsilah, mengambil kesimpulan bahwa dalam Zerubabel, garis keturunan Salomo dan Natan bersatu, dan bahwa Yusuf dan Maria berasal dari satu suku. Karena keudanya merupakan keturunan Daud. Yusuf adalah keturunan Abihud (Mat. 1:13 dan Maria adalah keturunan Resa (Luk. 3:27), anak-anak Zerubabel. Hal ini hanya dapat disimpulkan, tidak dapat dibuktikan dengan sangat jelas. Saya percaya bahwa Lukas sengaja tidak mencatat jelas silsilah Maria, salah satunya karena menekankan kerendahan Maria. Selain itu, masih ada kemungkinan (seperti Rut), Maria bisa juga bukanlah keturunan Daud. Pesan utama bukanlah tentang akar keluarga tapi dari kebesaran Allah.

Bdk. cara pandang/kerja dunia: anak presiden nikah sama siapa? Setelah diselidiki ternyata ditemukan calon isterinya anak presiden dari keluarga “kelas atas.” Berusaha melihat kelayakan.

Apa yang mengagumkan dari Allah? (1:46-47, 48-54)

Dalam Luk. 1:26-38, kita menemukan maria sediki sekali berkata-kata. Ketika Allah berfirman melalui malaikat-Nya, maria berdiam, mendengarkan firman, dan menyimpan dalam hati-Nya (bdk. Luk. 2:19, 51). Sehingga kita tidak menemukan dengan sangat jelas alasan kekaguman Maria dan Allah seperti apa yang dia percaya sehingga dia kagum kepada Allah yang demikian. Kita dapat menemukan dengan jelas pengakuan formal Maria (confessional level) dalam Magnificat.

Mengapa Maria memuliakan Tuhan, hatinya bergembira, dan dia berbahagia (1:46-48)? Bukan karena apa yang ada padanya, tapi apa yang ada pada Allah: siapa Dia dan karya-Nya. (a) Darrell L. Bock: eschatological reversal = pembalikan eskatologis (Lukas 1:51-55). Allah sebagai divine warrior (Panglima Perang Mahakuasa) yang melakukan hal-hal besar termasuk merendahkan orang yang tinggi dll. Yang tinggi (congkak, berkuasa, kaya) direndahkan, yang rendah (rendah, lapar, Israel – Yes. 41:14 – cacing yakub) ditinggikan. 

Beberapa catatan menyatakan bahwa para Rabi Yahudi tidak menerima perempuan sebagai murid. Perempuan juga tidak diperbolehkan menjadi saksi di pengadilan karena perempuan dipandang irasional dan tidak dapat dipercaya. Ada yang menyatakan doa orang Farisi demikian: “Aku bersyukur aku bukan orang yunani, melainkan orang yahudi. Aku bersyukur aku bukan budak melainkan orang merdeka; bukan perempuan melainkan laki-laki.”

(b) Allah yang ingat janji-Nya. Allah menggenapi janji-Nya karena mengingat rahmat-Nya (Lukas 1:54-55). Allah sebagai merciful God of the covenant. Maria mendapat kasih karunia Allah adalah kedaulatan Allah, bukan karena pribadi Maria yang baik dan sempurna (bdk. Kej. 6:8; Im. 6:17; 1 Sam 1:18; 2 Sam. 15:25). Penekanan ini berbeda dengan Zakharia dan Elisabet (Luk. 1:6). Robert H. Stein: Sementara Zakharia dan Elisabet memberikan contoh tentang pemuridan sejati dalam ketaatan mereka pada perintah dan peraturan PL (1:6). Mengapa menyatakan belas kasih-Nya kepada manusia yang hina dan terbatas? Karena Dia ingat siapa Dia (kasih setia-Nya) dan siapa kita (debu) - Yes. 48:9-11; Mzm. 103:8-14.

Allah memperhatikan apa yang tidak diperhatikan masyarakat secara umum. Maria tidak menduga ia akan menjadi objek dari karya agung Allah. Karena ia menyadari posisi kerendahannya secara konteks masyarakat waktu itu dan terlebih lagi di hadapan Allah, ia hanyalah manusia berdosa dan terbatas. 

Injil Lukas mempunyai keunikan yaitu memberi perhatian pada orang-orang marginal atau pinggiran secara sosial. Lukas mencatat perempuan sebagai saksi penting dalam peristiwa-peristiwa penting dalam karya penebusan Kristus: Saksi kelahiran Sang Juruselamat: Maria, Elizabeth, dan Hana (nabi perempuan), Saksi kematian Kristus di salib (Luk. 23:49), Saksi kebangkitan Kristus (Luk. 24:10)

Dunia berdosa mengalami masalah kekaguman 

Paul David Tripp menyebut masalah kekaguman ini sebagai awe amnesia (kelupaan kekaguman pada Allah) yang memimpin pada awe replacement (penyimpangan kekaguman). Setiap orang, termasuk orang Kristen, tidak lepas dari penyakit rohani: awe amenesia. Dalam street level, kita sering kali mengganti kekaguman pada Allah dengan kekaguman pada hal-hal lain selain Allah (termasuk pada anugerah Allah). Hal ini terjadi seringkali bukan pada tingkat pengakuan iman secara formal (confessional level) namun kepercayaan secara informal (street level). Ini terekspresi secara spontan ketika kita sakit, marah, iri, dan tertekan bukan terutama karena hidup tidak sesuai harapan kita melainkan karena kita menaruh kekaguman pada hal-hal sementara yang kemudian akan mengecewakan kita. 

Kita mengganti kekaguman vertikal dengan candu kekaguman horizontal. Kekaguman Vertikal membuat jiwa kita tenang, mengalami damai Kristus, dan kepuasan sejati di dalam Kristus. Sedangkan kekaguman horizontal membuat kita menjadi obsesif dan adiktif terhadap hal-hal sementara di mana tidak akan pernah memuaskan kehausan dan kelaparan terdalam kita. Tidak pernah memuaskan kelaparan dan kehausan rohani kita yang hanya bisa dipuaskan oleh Kristus. Hal-hal sementara hanya dapat memuaskan sementara (1 Yoh. 2:16-17), sedangkan hal-hal kekal akan memuaskan secara kekal (Yoh. 4:13; 6:35; Why. 21:6). 

Kekaguman horizontal yang menggoda kita saat natal: diskon, perayaan natal meriah, liburan yang luar biasa, usaha yang untung, pertemuan keluarga, pasangan (all I want for Christmas is you), bahkan kebaktian natal yang luar biasa, khotbah natal, nyanyian natal, dan banyak hal-hal baik yang menyimpangkan kekaguman vertikal kita. Masalah bukan hal-hal baik itu, tapi adalah arah hati kita yang berdosa.

Ketika kita menempatkan diri kita sebagai pusat, kita tidak hanya menjadi pemberontak terhadap Tuhan, kita juga menjadi bahaya bagi diri kita sendiri dan orang lain. Dan karena kita adalah masalah terbesar kita, kita tidak berdaya untuk membantu diri kita sendiri. Ini akan menjadi kisah dalam lingkaran setan yang hanya akan memberikan jalan keluar sementara. 

Natal sebagai momen kembali kagum pada Allah

Tidak ada solusi manusia yang dapat memperbaiki dirinya sendiri dari penyimpangan kekaguman selain daripada Injil Kristus. Tidak ada seperangkat aturan yang akan membebaskan kita. Tidak ada wawasan sosial atau politik yang akan membebaskan kita. Kita sebagai manusia berdosa adalah musuh Allah. Kita masih sering melupakan Tuhan. Kita sering menggantikan kekaguman pada-Nya kepada hal-hal lain selain dari pada-Nya, sekalipun itu hal-hal baik: karir, studi, pasangan, anak, keluarga, uang, gereja, harga diri, dll. 

Ketika hidup kita kagum kepada hal-hal sementara, maka kepuasan didapat juga sementara. Tidak heran kita akan hidup berbahaya bagi diri kita sendiri dan orang lain. Hanya ketika Tuhan berada di tempat seharusnya dalam hidup kita yaitu pusat kekaguman kita, maka kita menempatkan diri kita dan orang lain di tempat yang tepat. Inilah mengapa kita perlu kasih karunia Allah sebagaimana Maria. Inilah sebabnya mengapa Yesus harus datang.

Orang yang kenal Allah adalah Allah yang besar, mulia, suci, Ia sadar dirinya rendah, hina, dan berdosa. Orang yang kenal dirinya rendah, hina, dan berdosa, dapat kagum pada Allah yang besar, mulia, dan suci. Natal adalah momen kembali pada kagum pada Allah dengan mengkhotbahkan injil murni pada diri sendiri dan sesama. Injil tanpa iming-iming kesuksesan dan kemakmuran, injil tanpa tempelan nama manusia, injil tanpa apa pun berupa kekaguman horizontal melainkan hanya kekaguman vertikal pada Kristus yang mulia mau berjumpa manusia berdosa yang rendah. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar