Sabtu, 06 Mei 2017

Juruselamat Yang Menderita


Yesaya 53
 
Pada masa Yesaya melayani, kerajaan Israel terbagi menjadi dua yaitu utara dan selatan (Yehuda). Yesaya merupakan penduduk Yerusalem (selatan). Dia memulai pelayanannya pada tahun Raja Uzia mati (740 SM) dan meneruskan pelayanan sampai pada pemerintahan Yotam, Ahaz dan Hizkia (1:1). Mungkin sekali ia masih melayani sampai dengan Raja Manasye (696-642 SM). Pada masa ini pula Israel sedang dikuasai oleh Kerajaan Asyur. Salah satu raja Asyur yang terkenal adalah Tiglat-Pileser III (745-727 SM) yang terus memperluas wilayah kekuasaannya termasuk ke wilayah Aram dan sekitarnya.

Kerajaan Asyur terkenal sebagai kerajaan yang begitu kejam. Mereka memberikan hukuman yang sadis kepada setiap orang yang tidak mau tunduk pada mereka atau pun kepada bangsa jajahannya. Selain faktor eksternal yang melemahkan Israel, faktor internal juga berperan. Kerajaan Israel mengalami kerusakan di dalam, dosa dimana-mana. Dosa paling utama yaitu mereka tidak lagi percaya dan menyembah Tuhan Allah yang sejati (bdk. Yesaya 1:4). Inilah yang disebut sebagai “seluruh kepala sakit (holi)” (Yesaya 1:5). Akar kerusakan umat Tuhan (Israel) adalah tidak lagi beriman kepada Allah yang sejati. Umat Tuhan memberontak terhadap Allah yang adalah Pencipta dan Penebus.

Mereka memerlukan pahlawan yang dapat melepaskan mereka dari penderitaan. Mereka menantikan juruselamat yang dapat membangkitkan kerajaan Israel. Siapakah juruselamat itu? Seperti apakah sang juruselamat? Pada umumnya, manusia yang sedang menderita mempunyai bayangan bahwa juruselamat mereka adalah individu atau kelompok yang di luar dari penderitaan. Individu atau kelompok yang gagah perkasa dan mempunyai kemampuan luar biasa untuk mengalahkan para musuh. Namun Sang Juruselamat yang dinubuatkan dalam Yesaya 53 itu berbeda sekali dengan harapan manusia pada umumnya. Ia digambarkan sebagai pribadi yang “dihina”, “dihindari orang” dan bahkan “biasa menderita”. Pribadi yang sama persis dengan Israel yang menderita.

Seorang tua berumur 80 tahun, tubuhnya begitu lemah. Kemudian beliau pergi ke dokter. Pada umumnya, beliau akan mencari dokter yang tubuhnya sehat dan bersemangat serta tampil meyakinkan. Apa jadinya ketika beliau malahan bertemu dengan dokter yang berumur 80 tahun juga? Beliau yang sedang batuk-batuk diperiksa oleh dokter yang juga batuk-batuk. Dokter yang bergerak begitu lamban dan menulis dengan gemetar. Dokter yang matanya tidak lagi sebaik yang dulu. Pada umumnya, anggota keluarga akan berusaha mencari dokter yang lain. Ketika saya menanyakan hal yang sama ini kepada seorang ibu berumur 80an tahun, dia menjawab bahwa dia justru akan tetap dengan dokter tersebut. Kenapa? Karena dokter tersebut tahu apa artinya menderita dan tahu seperti apa orang yang berumur 80 tahun. Demikian juga Tuhan Yesus Kristus, Dia adalah pribadi yang biasa menderita. Dia menjadi sama seperti kita, manusia. Dia pernah menjadi bayi dan jelas mengerti bagaimana begitu bergantung pada orang lain. Dia pernah menjadi remaja dan jelas mengalami seperti dialami remaja pada zamannya. Alkitab jelas menekankan bahwa Ia “bukanlah imam besar yang tidak dapat turut merasakan kelemahan-kelemahan kita, sebaliknya sama dengan kita, Ia telah dicobai, hanya tidak berbuat dosa” (Ibrani 4:15).

Puji Tuhan!
Karya pemulihan Allah atas umat-Nya digenapi justru melalui penderitaan (Yes. 40, 42, 49, 50 dan 52-53). Penderitaan yang ditanggung oleh Tuhan Yesus Kristus yang mati di salib untuk menebus manusia berdosa.