Yesaya 53
Pada masa
Yesaya melayani, kerajaan Israel terbagi menjadi dua yaitu utara dan selatan
(Yehuda). Yesaya merupakan penduduk Yerusalem (selatan). Dia memulai
pelayanannya pada tahun Raja Uzia mati (740 SM) dan meneruskan pelayanan sampai
pada pemerintahan Yotam, Ahaz dan Hizkia (1:1). Mungkin sekali ia masih
melayani sampai dengan Raja Manasye (696-642 SM). Pada masa ini pula Israel
sedang dikuasai oleh Kerajaan Asyur. Salah satu raja Asyur yang terkenal adalah
Tiglat-Pileser III (745-727 SM) yang terus memperluas wilayah kekuasaannya
termasuk ke wilayah Aram dan sekitarnya.
Kerajaan
Asyur terkenal sebagai kerajaan yang begitu kejam. Mereka memberikan hukuman
yang sadis kepada setiap orang yang tidak mau tunduk pada mereka atau pun
kepada bangsa jajahannya. Selain faktor eksternal yang melemahkan Israel,
faktor internal juga berperan. Kerajaan Israel mengalami kerusakan di dalam,
dosa dimana-mana. Dosa paling utama yaitu mereka tidak lagi percaya dan
menyembah Tuhan Allah yang sejati (bdk. Yesaya 1:4). Inilah yang disebut
sebagai “seluruh kepala sakit (holi)”
(Yesaya 1:5). Akar kerusakan umat Tuhan (Israel) adalah tidak lagi beriman
kepada Allah yang sejati. Umat Tuhan memberontak terhadap Allah yang adalah
Pencipta dan Penebus.
Mereka
memerlukan pahlawan yang dapat melepaskan mereka dari penderitaan. Mereka menantikan
juruselamat yang dapat membangkitkan kerajaan Israel. Siapakah juruselamat itu?
Seperti apakah sang juruselamat? Pada umumnya, manusia yang sedang menderita
mempunyai bayangan bahwa juruselamat mereka adalah individu atau kelompok yang
di luar dari penderitaan. Individu atau kelompok yang gagah perkasa dan
mempunyai kemampuan luar biasa untuk mengalahkan para musuh. Namun Sang
Juruselamat yang dinubuatkan dalam Yesaya 53 itu berbeda sekali dengan harapan
manusia pada umumnya. Ia digambarkan sebagai pribadi yang “dihina”, “dihindari
orang” dan bahkan “biasa menderita”. Pribadi yang sama persis dengan Israel
yang menderita.
Seorang
tua berumur 80 tahun, tubuhnya begitu lemah. Kemudian beliau pergi ke dokter.
Pada umumnya, beliau akan mencari dokter yang tubuhnya sehat dan bersemangat
serta tampil meyakinkan. Apa jadinya ketika beliau malahan bertemu dengan
dokter yang berumur 80 tahun juga? Beliau yang sedang batuk-batuk diperiksa
oleh dokter yang juga batuk-batuk. Dokter yang bergerak begitu lamban dan
menulis dengan gemetar. Dokter yang matanya tidak lagi sebaik yang dulu. Pada
umumnya, anggota keluarga akan berusaha mencari dokter yang lain. Ketika saya
menanyakan hal yang sama ini kepada seorang ibu berumur 80an tahun, dia
menjawab bahwa dia justru akan tetap dengan dokter tersebut. Kenapa? Karena
dokter tersebut tahu apa artinya menderita dan tahu seperti apa orang yang
berumur 80 tahun. Demikian juga Tuhan Yesus Kristus, Dia adalah pribadi yang
biasa menderita. Dia menjadi sama seperti kita, manusia. Dia pernah menjadi
bayi dan jelas mengerti bagaimana begitu bergantung pada orang lain. Dia pernah
menjadi remaja dan jelas mengalami seperti dialami remaja pada zamannya.
Alkitab jelas menekankan bahwa Ia “bukanlah imam besar yang tidak dapat turut merasakan kelemahan-kelemahan
kita, sebaliknya sama dengan kita, Ia telah dicobai, hanya tidak berbuat dosa” (Ibrani 4:15).
Puji Tuhan!
Karya pemulihan Allah atas umat-Nya digenapi justru melalui penderitaan
(Yes. 40, 42, 49, 50 dan 52-53). Penderitaan yang ditanggung oleh Tuhan Yesus
Kristus yang mati di salib untuk menebus manusia berdosa.