Ada beberapa orang yang mungkin bertanya: Mengapa belajar filsafat? Pertanyaan ini tentu adalah pertanyaan yang baik karena menggunakan kata tanya “why”. Karena seringkali kita bertanya tentang “how” bukan tentang “why”. Tapi pertanyaan ini bisa menjadi suatu pertanyaan sinis yang sebenarnya tidak terlalu peduli apa pun jawaban atau tanggapan yang diberikan. Kita tidak akan pernah tahu mengapa, kalau tidak mencoba mengenal apa. Mengapa saya pakai gunting? Ini tidak akan jelas sebelum kita tahu gunting itu apa. Ketika kita tahu gunting adalah alat bantu untuk memotong sesuatu, kita tahu bahwa kita pakai gunting untuk memotong sesuatu. Maka dalam hal ini bisa dikatakan bahwa pengenalan mendahului penjelasan. Pengenalan yang tepat akan membawa kita pada penjelasan yang tepat pula. Maka sikap yang seharusnya lebih dulu diberikan adalah mengenal filsafat itu apa.
Dalam arti katanya, filsafat berasal dari bahasa Yunani: philos (pencari, pencinta) dan sophia (hikmat, pengetahuan). Ini menggambarkan natur manusia itu sendiri yaitu sebagai pencari/pencinta hikmat/pengetahuan/kebenaran. Entah kita benar-benar mencarinya atau tidak menyadari bahwa kita sedang mencarinya. Pencarian ini tidak melulu berarti masuk suatu pendidikan tertentu, misalnya SD, SMP, SMA, Sekolah Tinggi dan lain-lain. Pencarian ini menyangkut seluruh hidup dari berbagai macam orang yang ada di dunia ini: anak kecil sampai orang tua, perempuan serta laki-laki, buruh sampai pejabat, siswa dan juga guru. Pencarian ini dimulai karena beberapa hal: keheranan, keraguan/kesangsian, kesadaran akan keterbatasan.
Keheranan (Wonder/Amazed)
Sebagaimana tertulis dalam nisan Immanuel Kant (1724-1804): “Coelum stellatum supra me, lex moralis intra me.” Yang mengherankannya yaitu langit berbintang-bintang diatasnya dan hukum moral dalam hati manusia. Keheranan menjadi titik tolak awal manusia berfilsafat.
Dalam tingkat pertumbuhan manusia, ada keheranan-keheranan dalam setiap tingkatnya. Ada banyak anak kecil bertanya-tanya: Kenapa orang tuanya pergi? Kenapa kita harus pindah rumah? Dan lain-lain. Seiring bertambahnya usia, keheranan pun berbeda lagi. Pertanyaan-pertanyaan orang dewasa “tidak sama” seperti anak kecil tadi. Pertanyaannya menjadi: Kenapa saya kerja? Apa itu rumah? Dan lain-lain. Tapi sayang sekali, zaman sekarang “sense of wonder” ini sudah berkurang baik pada anak kecil atau pun orang dewasa. Pada umumnya orang tidak lagi “heran” terhadap sekitarnya. Yang ada itu kecenderungan sikap “emang gue pikirin” atau “jadi gue harus bilang wow gitu?” Karena itu tidak heran filsafat menjadi semakin terasing. Padahal filsafat adalah “usaha” manusia untuk terus mengenali segala yang mengherankannya.
Keraguan/Kesangsian
Apakah yang dikatakan oleh si A itu memang benar? Bagaimana saya tahu bahwa yang dikatakan oleh si A itu benar? Pertanyaan-pertanyaan seperti ini sering sekali ditanyakan oleh kita. Dari keraguan/kesangsian kita mulai mencari tahu lebih dalam lagi akan segala sesuatu. Orang yang tidak pernah memiliki keraguan, pasti tidak pernah mempunyai keinginan untuk terus lebih tahu segala sesuatu. Maka di satu sisi “keraguan” sangat baik untuk kita terus berkembang.
Kesadaran akan keterbatasan
Suatu kali saya naik kapal yang besar dan kami mengarungi lautan dari Banjarmasin ke Semarang. Suatu perjalanan yang cukup lama, 2 hari. Di tengah lautan beberapa hari, menimbulkan suatu kesadaran keterbatasan. Waktu yang lain lagi, ketika itu di Siau mau pergi ke Pulau Makalehi, kembali kesadaran tersebut muncul. Saya sadar saya terbatas, saya sadar dunia begitu luas. Saya sadar saya kecil, saya sadar dunia begitu besar. Di atas semua itu, terlebih lagi Sang Pencipta saya dan dunia ini jauh lebih besar dari apa pun. Kesadaran keterbatasan semakin mendorong kita untuk terus merenungkan, memikirkan dan mempelajari segala hal yang ada.
Pada akhirnya, sebagaimana dalam Mazmur 8, kembali dipertanyakan: “Apakah manusia sehingga Engkau (Tuhan) mengingatnya? Apakah anak manusia sehingga Engkau mengindahkannya?”
Referensi:
Pintu Masuk ke Dunia Filsafat oleh DR. Harry Hamersma
The Purpose of Philosophy oleh Isaiah Berlin (1909-1997)
Filsafat adalah pengetahuan metodis,
sistematis dan koheren tentang seluruh kenyataan.
Pertanyaan-pertanyaan filosofis oleh Berlin
seperti: Apa itu waktu? Apakah waktu bisa tetap? Apakah semua manusia
bersaudara? Bagaimana kita tahu bahwa manusia yang lain bukan khayalan kita
sendiri? Apa arti masa depan? (What is time?,
Can time stand still?, Are all men truly brothers?, How do I know that other
human beings (or material objects) are not mere figments of my own mind?, What
is the meaning of the future?) Pertanyaan-pertanyaan filosofis tidak dapat
dijawab dengan mudah baik secara “empirical” dan “formal”. Karena sebagaimana
dijelaskan diawal, suatu pertanyaan bisa dijawab hanya jika kita tahu kemana
mencari jawabannya (“where to look for
the answer”). Sedangkan pertanyaan filosofis bisa dibilang tidak dalam
keranjang yang sama dengan 2 ilmu pengetahuan di atas. Isaiah Berlin menyebut
pertanyaan filosofis itu seperti berada dalam keranjang lanjutan/tengah (intermediate basket). Dimana
pertanyaan-pertanyaan tersebut tidak dengan mudah digolongan ke dalam empirical
atau formal. Pertanyaan-pertanyaan filosofis sebagian tentang fakta, juga nilai
(value), sebagian tentang kata-kata
dan simbol, yang lain tentang metode yang digunakan, ada juga tentang “presuppositions of thinking”, juga
berkaitan natur dan tujuan. Bahkan ia menyatakan bahwa jawaban-jawaban untuk
pertanyaan-pertanyaan filosofis sulit dijawab karena kita tidak tahu dimana
mencari jawabannya: tidak ada di kamus, di ensiklopedia, compendia of knowledge, tidak ada para ahli, tidak ada para orthodoxies yang bisa menjawab dengan
pasti. Terlebih lagi pertanyaan-pertanyaan tersebut ada yang bersifat umum dan
ada tentang prinsip. Jadi tidak bisa dijawab oleh “the empirical” dan “the
formal” karena tidak bisa diuji dalam dan melalui kategori tersebut.
Segala bentuk kajian filsafat sangat berdampak
pada kehidupan manusia. Secara sadar atau tidak sadar, kajian filsafat tertentu
memberikan dampak tertentu pada manusia. Ada yang membawa ke arah lebih baik,
ada juga yang membawa pada kesengsaraan dan kegagalan manusia. Tugas filsafat
adalah mengkaji model-model mana, bagaimana pola/struktur
(pattern) dan apa akibatnya termasuk juga mengapa model-model yang berjalan
selama ini tidak kebal atau tidak berjalan baik. Sehingga manusia menjadi lebih
terbuka dan diterangi pengertian yang lebih baik lagi. Dan manusia tidak
berjalan dalam kegelapan dan ketidakjelasan.
Referensi:
Pintu Masuk ke Dunia Filsafat oleh DR. Harry Hamersma
The Purpose of Philosophy oleh Isaiah Berlin (1909-1997)