William Tyndale lahir tahun 1490an di perbantasan Wales. Ia dididik di Magdalena Hall, Oxford dan kemudian di Cambridge. Kemudian ia menjadi tutor pada keluarga Sir John Walsh di Little Sodbury, di sebelah utara kota Bath. Sewaktu tinggal pada keluarga tersebut, Tyndale mengalami sendiri ketidaktahuan rohaniawan setempat. Kepada seorang rohaniawan, ia dilaporkan pernah mengatakan bahwa “sekiranya Allah member aku umur panjang, maka dalam waktu yang tak terlalu lama akan aku ajarkan anak yang membajak itu sehingga mengetahui lebih banyak alkitab daripada engkau sekarang.” Satu-satunya terjemahan Inggris dari Alkitab pada zaman itu adalah alkitab Wycliff yang disebar oleh pengikut-pengikut Wycliff yang disebut kaum Lollard. Gereja Inggris telah melarang penerbitan alkitab dalam bahasa Inggris sejak 1408. Tujuan Tyndale adalah untuk membuat terjemahan baru yang lebih cermat berdasarkan naskah aslinya dalam bahasa ibrani dan yunani. Ia mengharapkan lindungan Cuthbert Tunstall, uskup London yang terpelajar dan sahabat Erasmus. Namun, para uskup lebih memikirkan cara membendung penyebaran ide-ide Luther ke Inggris sehingga tidak mau mendorong penelaahan alkitab.
Jelas Inggris bukan tempat yang aman untuk
menerjemahkan alkitab, sehingga Tyndale berangkat ke Jerman pada tahun 1524 dan
ia tidak kembali lagi. Pada awal 1525, Perjanjian Baru siap untuk dicetak.
Sewaktu sedang dicetak di Koln, phikah yang berwajib diberitahu dan mereka
menggerebek percetakan itu. Tyndale sempat melarikan diri sambil membawa
beberapa halaman yang sudah dicetak. Kemudian dicetak terbitan-terbitan berikut
yang sudah diperbaiki. Pada tahun 1530, terjemahan Tyndale dari Pentatuekh
(Kejadian sampai Ulangan) diterbitkan di Antwerpen, tempat tinggalnya saat itu.
Perjanjian Baru versi Tyndale diselundupkan ke
Inggris. Pada akhir tahun 1526, Tunstall berkotbah melawannya dan secara formal
beberapa eksemplar dibakar di St. Paul’s Cross. Tahun berikutnya Uskup Agung
Warham dari Canterbury membeli sejumlah besar. Dengan demikian sebenarnya
memungkinkan biaya percetakan ulang. Terjemahan Tyndale sangat besar
pengaruhnya. Karena itu Tyndale disebut sebagai “Bapa Alkitab Inggris.” Hampir dapat dikatakan bahwa setiap
Perjanjian Baru berbahasa Inggris sampai dengan abad lalu hanya merupakan
penyempurnaan dari karya Tyndale. Kira-kira 90 persen dari kata-kata dalam
karya Tyndale dipakai lagi dalam King James Version (Alkitab terjemahan versi
Raja James) dan 75 persen dalam Revised Standard Edition (Alkitab Edisi Standar
yang sudah diperbaiki).
Tyndale merencakan untuk menterjemahkan seluruh
Perjanjian Lama. Tetapi pada tahun 1535, ia dikhianati oleh orang senegaranya
di Antwerpen dan ditangkap. Tahun berikutnya ia dicekik dan dibakar. Kata-kata
terakhirnya: “Tuhan bukalah mata Raja Inggris.” Apakah doa ini berpengaruh,
kita tidak tahu, tetapi Raja Henry VIII, atas desakan Thomas Cranmer
mengizinkan penerbitan-penerbitan alkitab terjemahan Inggris sejak tahun 1535,
yang semuanya banyak mengambil dari Tyndale. Kesemuanya ini meratakan jalan
masuknya gagasan-gagasan protestan pada masa pemerintahan Edward VI.