Rabu, 19 Februari 2014

A Short Biography: William Tyndale


William Tyndale lahir tahun 1490an di perbantasan Wales. Ia dididik di Magdalena Hall, Oxford dan kemudian di Cambridge. Kemudian ia menjadi tutor pada keluarga Sir John Walsh di Little Sodbury, di sebelah utara kota Bath. Sewaktu tinggal pada keluarga tersebut, Tyndale mengalami sendiri ketidaktahuan rohaniawan setempat. Kepada seorang rohaniawan, ia dilaporkan pernah mengatakan bahwa “sekiranya Allah member aku umur panjang, maka dalam waktu yang tak terlalu lama akan aku ajarkan anak yang membajak itu sehingga mengetahui lebih banyak alkitab daripada engkau sekarang.” Satu-satunya terjemahan Inggris dari Alkitab pada zaman itu adalah alkitab Wycliff yang disebar oleh pengikut-pengikut Wycliff yang disebut kaum Lollard. Gereja Inggris telah melarang penerbitan alkitab dalam bahasa Inggris sejak 1408. Tujuan Tyndale adalah untuk membuat terjemahan baru yang lebih cermat berdasarkan naskah aslinya dalam bahasa ibrani dan yunani. Ia mengharapkan lindungan Cuthbert Tunstall, uskup London yang terpelajar dan sahabat Erasmus. Namun, para uskup lebih memikirkan cara membendung penyebaran ide-ide Luther ke Inggris sehingga tidak mau mendorong penelaahan alkitab.

Jelas Inggris bukan tempat yang aman untuk menerjemahkan alkitab, sehingga Tyndale berangkat ke Jerman pada tahun 1524 dan ia tidak kembali lagi. Pada awal 1525, Perjanjian Baru siap untuk dicetak. Sewaktu sedang dicetak di Koln, phikah yang berwajib diberitahu dan mereka menggerebek percetakan itu. Tyndale sempat melarikan diri sambil membawa beberapa halaman yang sudah dicetak. Kemudian dicetak terbitan-terbitan berikut yang sudah diperbaiki. Pada tahun 1530, terjemahan Tyndale dari Pentatuekh (Kejadian sampai Ulangan) diterbitkan di Antwerpen, tempat tinggalnya saat itu.

Perjanjian Baru versi Tyndale diselundupkan ke Inggris. Pada akhir tahun 1526, Tunstall berkotbah melawannya dan secara formal beberapa eksemplar dibakar di St. Paul’s Cross. Tahun berikutnya Uskup Agung Warham dari Canterbury membeli sejumlah besar. Dengan demikian sebenarnya memungkinkan biaya percetakan ulang. Terjemahan Tyndale sangat besar pengaruhnya. Karena itu Tyndale disebut sebagai “Bapa Alkitab Inggris.” Hampir dapat dikatakan bahwa setiap Perjanjian Baru berbahasa Inggris sampai dengan abad lalu hanya merupakan penyempurnaan dari karya Tyndale. Kira-kira 90 persen dari kata-kata dalam karya Tyndale dipakai lagi dalam King James Version (Alkitab terjemahan versi Raja James) dan 75 persen dalam Revised Standard Edition (Alkitab Edisi Standar yang sudah diperbaiki).


Tyndale merencakan untuk menterjemahkan seluruh Perjanjian Lama. Tetapi pada tahun 1535, ia dikhianati oleh orang senegaranya di Antwerpen dan ditangkap. Tahun berikutnya ia dicekik dan dibakar. Kata-kata terakhirnya: “Tuhan bukalah mata Raja Inggris.” Apakah doa ini berpengaruh, kita tidak tahu, tetapi Raja Henry VIII, atas desakan Thomas Cranmer mengizinkan penerbitan-penerbitan alkitab terjemahan Inggris sejak tahun 1535, yang semuanya banyak mengambil dari Tyndale. Kesemuanya ini meratakan jalan masuknya gagasan-gagasan protestan pada masa pemerintahan Edward VI.

Senin, 17 Februari 2014

Kaya di Hadapan Allah

Lukas 12:13-21

Dengan kejelasan secara ilahi, Kristus melihat konflik yang terjadi diantara kita semua disebabkan oleh cinta akan uang (bandingkan 1 Timotius 6:10), meskipun Dia hidup di zaman ketika kebutuhan orang-orang sepertinya lebih mudah dipuaskan daripada di zaman kita sekarang. Faktanya, memang uang berperan dalam kehidupan kita. Pada umumnya, dengan uang kita dapat tenang menjalani hidup, tanpa uang kita akan terus gelisah dan kuatir. Mencari uang tidaklah sepenuhnya salah. Menjadi salah ketika hal tersebut memperbudak kita. Dimana membuat kita melupakan Tuhan dan aspek hidup kita yang lain (misalnya kasih kepada sesama). Maka uang berpotensi menjadi mammon (satu lagi yaitu iblis) dalam hidup kita. Uang di tangan adalah kekuatan bagi yang memilikinya. Tetapi ketika apa yang ada di dalam tangan menentukan apa yang ada di dalam hati, maka apa yang sungguh-sungguh menggerakkan kita bukan lagi uang tetapi mammon (Mendekat kepada Allah, Abraham Kuyper). Salah satunya dalam hal menentukan penilaian terhadap segala sesuatu berdasarkan uang atau untung-rugi. Dan kita pasti tidak bisa mempunyai dua tuan (Matius 6:24). Tidak seorang pun dapat tunduk kepada Allah dan sekaligus tunduk kepada mammon. Orang-orang yang menyadari dirinya adalah hamba-hamba Allah mengerti bahwa uang itu melayani kita dan Tuhan. Dan tidak mudah tergoda akan hal-hal yang bersifat material dan sementara.

Orang kaya materi dan kaya rohani – Mungkin ada, tapi harus terus minta Tuhan selidiki hatinya apakah meninggikan Tuhan atau malahan mammon. Misalnya: Abraham, Ishak, Yakub.
Orang kaya materi dan miskin rohani – Orang memiliki harta duniawi dan mungkin sangat terikat, hatinya kosong (secara rohani) karena diisi dengan hal-hal yang bersifat sementara dan tidak mencintai Tuhan. Misalnya: Orang kaya (Lukas 12:13, 16-21), Orang muda kaya (Matius 19:16-23), Ananias & Safira (Kis. 5:1-11).
Orang miskin dan miskin rohani – orang yang tidak memiliki apa pun. Melihat kehidupan hanya menawarkan sedikit kebaikan tetapi penuh dengan masalah dan kekerasan hati yang tak pernah berakhir.
Orang miskin dan kaya rohani – Orang yang tetap melihat Allah terutama walaupun kesulitan secara materi. Misalnya: Lazarus (dalam perumpamaan Yesus, Lukas 16:20-22) dan Janda Miskin (Markus 14:42-44).

“Menjadi kaya di hadapan Allah adalah memiliki Dia, menjadi bait-Nya, membawa serta di dalam hati kita sesuatu yang suci dan mulia ke mana pun kita pergi. Menjadi kaya di hadapan Allah adalah disegarkan terus-menerus oleh sumber dari segala yang baik di hati seseorang yang paling dalam. Kekayaan yang diberikan Allah tidaklah terbatas sebab Dia kekal.” - Mendekat kepada Allah, Abraham Kuyper

Mendekat kepada Allah berarti memiliki keyakinan bahwa kekayaan kita ada di dalam Tuhan dan bukan dalam hal-hal dari dunia ini – dan kemudian menjalankan prinsip tersebut. - Mendekat kepada Allah, Abraham Kuyper