Selalu ada “mungkin” dalam ketidakmungkinan. Saya terinspirasi demikian dari tulisan Richard Kearney dan John D. Caputo. Dua tokoh yang begitu luar biasa mengagumkan. Saya sampai berkomitmen suatu kali nanti akan menelaah secara mendalam pemikiran mereka.
Masa depan penuh dengan ketidakpastian. Pemikiran tentang masa depan selalu menghantui saya dan tidak jarang membuat saya gemetar. Saya takut menjadi tua. Saya takut mengalami kegagalan di masa depan. Saya takut masa depan menjadi sia-sia. Namun, saya diingatkan bahwa masa depan penuh dengan segala kemungkinan “walaupun seolah” tidak mungkin. Justru karena masa depan itu misteri maka kemungkinan itu semakin besar. Bayangkan masa depan bukan suatu misteri tapi suatu keniscayaan dan dapat diprediksi dengan tepat maka tidak ada lagi kemungkinan. Misalnya saya dipastikan akan menjadi presiden Indonesia di masa depan, maka karena sudah pasti sangat mungkin saya akan menjalani hari-hari biasa atau dengan santai karena toh sudah pasti. Atau saya dipastikan menjadi pengemis di masa depan, saya juga tidak akan belajar dengan giat toh akan jadi pengemis. Tapi coba seperti sekarang saya belum tau pasti apakah akan menjadi presiden atau pengemis di masa depan, bagaimana saya menjalani hari-hari sekarang? Saya akan terdorong untuk belajar dengan giat karena kemungkinan masih terbuka. Kalau pun saya menjadi pengemis di masa depan, tapi saya tidak menyia-nyiakan hari saya sebelumnya dengan belajar giat. Pasti faedah belajar giat mempengaruhi saya di masa depan walaupun menjadi pengemis. Demikian pula jika saya menjadi presiden di masa depan, saya juga bukan presiden yang tanpa kerja keras. Saya menjadi presiden yang sungguh-sungguh belajar giat. Inilah kemungkinan dalam masa depan yang tak pasti.
“Mungkin” dalam ketidakmungkinan, tidak lagi berbicara ranah manusia melainkan Allah yang maha kuasa. “Mungkin” dalam ketidakmungkinan, berbicara tentang iman, pengharapan dan kasih di dalam Kristus. Hanya Dia yang dapat mengadakan sesuatu dari ketiadaan, menghidupkan dari kematian, memungkinkan dalam ketidakmungkinan. Dia adalah Allah yang Mungkin. Di dalam Dia, kemungkinan itu niscaya. Sebagaimana seorang anak dara pernah bertanya: “Bagaimana hal ini mungkin terjadi, karena aku belum bersuami?” dan malaikat Tuhan menjawab: “… Sebab bagi Allah tidak ada yang mustahil” (Lukas 1:37).