Selasa, 08 Januari 2013

Merencanakan Masa Depan

Yakobus 4:13-15 - Jadi sekarang, hai kamu yang berkata: "Hari ini atau besok kami berangkat ke kota anu, dan di sana kami akan tinggal setahun dan berdagang serta mendapat untung", sedang kamu tidak tahu apa yang akan terjadi besok. Apakah arti hidupmu? Hidupmu itu sama seperti uap yang sebentar saja kelihatan lalu lenyap. Sebenarnya kamu harus berkata: "Jika Tuhan menghendakinya, kami akan hidup dan berbuat ini dan itu."

Dalam kesempatan di akhir tahun menyambut tahun baru yang akan datang, mari kita merenungkan Yakobus 4:13-15 yang sangat berkaitan dengan perencanaan akan masa depan setiap kita. Hampir semua manusia (kristen atau pun non-kristen) di dunia ini pasti memiliki rencana hidup. Dan rencana hidup itu begitu banyak variasinya. Dari hal-hal pribadi yang tidak bisa dibagikan kepada orang lain sampai dengan hal-hal yang juga sangat menyangkut dengan hidup orang banyak di sekitar kita. Mungkin ada yang berencana: umur 23 sudah lulus kuliah, kemudian kerja sampai umur 27-30 menjalani hidup berkeluarga, lalu mengerjakan hal-hal yang lebih besar lagi yang kalau perlu bahkan merubah sejarah. Sungguh rencana yang baik. Yang menarik adalah manusia sangat sadar bahwa kemungkinan (possibility) keberhasilan rencana itu mungkin sangat kecil sekali. Atau lebih tepatnya bahkan cenderung akan mengalami kegagalan. Karena masa depan adalah masa yang ada di depan kita, kita belum ada di sana. Kita ada di sini dan sekarang, tidak pernah tahu apa yang terjadi di masa depan. Walaupun demikian, tetap saja setiap kita tidak berhenti untuk berencana dan berharap akan masa depan kita. Kenapa?



Pertama, seorang pernah menyatakan mengenai alasan manusia merencanakan hidupnya yaitu karena ketakutan. Salah satu ketakutan spesifik yang akan kita hadapi di masa depan yaitu kematian. Takut bahwa suatu kali nanti "aku" tidak ada di "masa depan". Maka dari sekarang kita merencanakan agar sedapatmungkin kita terus ada dan bertahan. Namun hal ini adalah fakta yang tidak bisa kita hindari bahwa semua orang akan mengalami kematian. Di dalam Yakobus 4:14 dikatakan: "Hidupmu itu sama seperti uap yang sebentar saja kelihatan lalu lenyap." Ini mengajarkan bahwa hidup itu singkat sekali. Kita takut akan kematian, pada umumnya, karena kematian merampas sesuatu yang sangat berharga dari kita yaitu hidup itu sendiri. Hal ini menyadarkan kita bahwa kita sama sekali tidak mempunyai kuasa akan masa depan kita, terlebih akan kematian. Karena itu, Alkitab mengingatkan bahwa kita harus sungguh mempercayakan hidup kita kepada Allah. Karena hanya Dia-lah yang berkuasa atas segala hal termasuk masa depan kita.



Kedua, alasan lain mengapa kita merencanakan hidup kita adalah kesombongan. Sadar atau tidak sadar, kita memiliki suatu kesombongan tersendiri ketika kita merencanakan hidup kita. Kenapa? Karena kita seringkali berpikir bahwa kita yang paling tahu apa yang bisa kita lakukan di depan. Kita yang paling tahu apa yang terbaik bagi kita untuk kita jalani dan peroleh di masa akan datang. Kita sudah men-tuhan-kan diri kita sendiri atas hidup kita. Karena itu tidak heran, ketika rencana kita gagal atau berantakan maka kita langsung merasa bahwa masa depan yang sudah kita rencanakan semuanya rusak. Dalam peristiwa penyaliban, bisa dikatakan bahwa semua murid-murid Kristus melihat kegagalan yang besar atas perencanaan kebangkitan Israel ketika Yesus mati disalib. Namun alkitab menjelaskan bahwa itu bukanlah kegagalan. Justru disitulah titik kemenangan Kristus. Ia sudah mengalahkan kuasa dosa dan maut. Apa yang dilihat Allah seringkali sangat berbeda dengan apa yang dilihat manusia. Apa yang direncanakan Allah seringkali berbeda dengan rencana manusia. Seperti ada tertulis: Sebab rancangan-Ku bukanlah rancanganmu, dan jalanmu bukanlah jalan-Ku, demikianlah firman TUHAN. Seperti tingginya langit dari bumi, demikianlah tingginya jalan-Ku dari jalanmu dan rancangan-Ku dari rancanganmu (Yesaya 55:8-9). Hidup yang berjalan tidak sesuai rencana setiap kita, maka kita menyatakan sebagai suatu kegagalan. Padahal belum tentu demikian. Yang penting diperhatikan bukanlah keberhasilan terlaksananya rencana kita, tapi digenapinya rencana Allah dalam hidup kita.



Karena itulah dorongan dari Yakobus supaya dalam setiap perencanaan kita harus berkata: "Jika Tuhan menghendakinya, kami akan hidup dan berbuat ini dan itu." Kenapa? Karena kita harus sadar bahwa kita

(1) Tidak Maha Tahu, (2) Lemah dan (3) Sangat bergantung pada Tuhan. Apakah berarti kita tidak perlu merencanakan hidup kita? Kita perlu merencanakan hidup kita. Dalam perencanaan tersebut harus kita percaya bahwa Allah berdaulat dan berkuasa sedangkan kita terbatas dan tak berdaya akan hidup kita. Dan ini mendorong kita untuk terus menjalani hari-hari dengan rendah hati dan bersandar kepada Tuhan. Tuhan memberkati.