Jumat, 31 Maret 2017

Dosa: Penyimpangan, Pemberontakan & Keterhilangan

1 Yohanes 3:4, Setiap orang yang berbuat dosa, melanggar juga hukum Allah, sebab dosa ialah pelanggaran hukum Allah.

Akar masalah dunia adalah DOSA.  Apa itu dosa? Mengapa dosa sedemikian merusak? Ada beberapa istilah Alkitab dalam bahasa ibrani mengenai dosa: 

(1) chattat (contoh: Kejadian 4:7; Kejadian 18:20; Kejadian 42:22) berarti tidak tepat sasaran. Istilah pertama ini berhubungan dengan
(2) ‘awon berarti tersesat (berliku-liku) atau menyimpang. Dengan dasar yang sama dalam bahasa latin yaitu peccatum. Tidak tepat sasaran dan tersesat berarti tidak berada dalam jalur atau arah seharusnya.
(3) pesha’ berarti pemberontakan terhadap kehendak Tuhan Allah (contoh: Kejadian 50:17; Mazmur 5:10; Mazmur 25:7). Ini merupakan inisiatif manusia melawan Tuhan. Yang termasuk dalam pemberontakan seperti ketidaksetiaan, perzinahan, penolakan mendengar ajaran, kebebalan hati, dan kesombongan.
(4) shagah yang menggambar situasi ketersesatan atau keterhilangan  (contoh: Imamat 4:13; 1 Samuel 26:21; Yehezkiel 34:6). Kalau pemberontakan itu lebih aktif, ketersesatan lebih radikal. Ketersesatan menggambarkan situasi total tersesat (terhilang). Dalam pengertian ini maka dosa berarti juga pengasingan (alienasi) dan dilalaikan (dereliction). Kebungkaman dan ketidakhadiran Tuhan dihubungkan dengan ketersesatan artinya mengalami pembuangan oleh Tuhan.

Masih ingat cerita bagaimana Adam dan Hawa jatuh dalam dosa? (lihat Kejadian 3) Sejak itulah dosa tertanam dalam sejarah manusia. Tuhan berfirman: “Jangan kau makan buah dari pohon pengetahuan tentang yang baik dan jahat karena engkau akan mati.” Iblis mengatakan: “Kalau engkau makan, engkau tidak mati tapi menjadi seperti Allah.” Dalam kebebasannya, manusia lebih memilih mendengar perkataan Iblis daripada firman Tuhan, kenapa? Manusia berdosa beranggapan: “Jika aku menjadi seperti Allah, maka aku maha kuasa dan bisa melakukan apa yang aku mau. Jika aku menjadi seperti Allah, maka tidak perlu lagi Tuhan Allah. Jika aku menjadi seperti Allah, maka aku tidak perlu lagi menyembah Dia.”

Dengan kata lain, Manusia berdosa ingin memuliakan diri sendiri, bukan memuliakan Tuhan Allah. Manusia berdosa berusaha sekuat tenaga untuk mendapatkan nilai-nilai tinggi dalam ujian agar dipuji orang lain. Manusia berdosa mempunyai mainan yang bagus dan mahal agar teman-temannya kagum dengan dirinya. Manusia berdosa berusaha untuk mendapatkan uang yang banyak agar orang-orang lain hormat kepadanya.

Salah satu peristiwa yang menggambarkan seperti apa manusia berdosa yaitu peristiwa menara Babel (Kejadian 11:1-9). Manusia berdosa ingin membangun menara dan kota. Apa tujuan manusia berdosa? Kejadian 11:4, "Marilah kita dirikan bagi kita sebuah kota dengan sebuah menara yang puncaknya sampai ke langit, dan marilah kita cari nama, supaya kita jangan terserak ke seluruh bumi." Dari hal ini kita dapat belajar mengenai tujuan manusia berdosa:
(1) Membangun dan mengerjakan segala sesuatu untuk diri sendiri,
(2) Menara sampai ke langit melawan Tuhan Allah,
(3) Memuliakan diri sendiri.

Kejatuhan manusia dalam dosa sangat mengecewakan Tuhan.  Kejadian 6:5-6, “Ketika dilihat TUHAN, bahwa kejahatan manusia besar di bumi dan bahwa segala kecenderungan hatinya selalu membuahkan kejahatan semata-mata, maka menyesallah TUHAN, bahwa Ia telah menjadikan manusia di bumi, dan hal itu memilukan hati-Nya.”

Manusia berdosa adalah manusia yang menyimpang dari tujuan Allah, memberontak kehendak-Nya dan terhilang tanpa tahu dimana dan kemana. Namun rencana Tuhan Allah tidak pernah gagal karena manusia berdosa. Ia adalah Allah yang adil menyatakan penghukumanNya atas dosa. Tuhan Allah menyatakan penghukuman bukan karena Ia benci manusia. Ia menyatakan penghukumanNya supaya manusia kembali kepada tujuan yang seharusnya. Kristus disalib sebagai perwujudan keadilan Allah yang sekaligus wujud cinta kasih-Nya yang besar atas manusia berdosa.