Kamis, 28 Desember 2017

Alfa & Omega

Bulan ini (Desember 2017) adalah natal kesekian dan akhir tahun yang kesekian (jika bukan yang terakhir) dalam hidup saya. Menarik, peringatan kelahiran Tuhan Yesus disepakati menjelang akhir tahun. Kapan tepatnya Tuhan Yesus lahir ke dunia ini? kita tidak tahu dengan jelas. Ada beberapa perkiraan kemungkinan kelahiran-Nya justru diantara Februari-Maret atau bahkan lebih sedikit daripada itu. Namun its ok, karena peringatan natal menjelang akhir tahun memberi makna tersendiri. Ketika tahun dalam waktu manusia menjelang berakhir, justru saat itulah Sang Kristus datang. Ketika semua dianggap berakhir, justru kekristenan bermulai. Titik alfa dan Omega berpadu dalam satu pribadi yaitu Yesus Kristus. Dia-lah awal harapan baru bagi manusia berdosa, sekaligus harapan terakhir. Dia-lah wujud (yang menjadi daging) awal dari kasih Allah sekaligus perwujudan paling puncak dari kasih Allah. Tidak ada yang lebih awal dan tidak ada yang lebih akhir selain Dia. Dia-lah Sang Awal dan Sang Akhir (Wahyu 1:17; 2:8; 21:6; 22:13). Maka layaklah kita mengarahkan seutuhnya diri kita pada-Nya: pikiran, perasaan, perkataan, tindakan dan kehendak kita (Filipi 2:5).

Soli Deo Gloria

Senin, 25 Desember 2017

Hadiah Teragung


Yoh. 3:16-17
Karena begitu besar kasih Allah akan dunia ini, sehingga Ia telah mengaruniakan Anak-Nya yang tunggal, supaya setiap orang yang percaya kepada-Nya tidak binasa, melainkan beroleh hidup yang kekal. Sebab Allah mengutus Anak-Nya ke dalam dunia bukan untuk menghakimi dunia, melainkan untuk menyelamatkannya oleh Dia. (lihat juga Yoh. 3:16-17; Yoh. 1:10-13; Roma 8:32)

Hadiah merupakan sesuatu yang sangat dikenal dalam budaya manusia. Acts of giving and receiving pada umumnya wujud kebaikan dan kemurahan hati. Tindakan ini biasanya dilakukan pada peristiwa khusus seperti ulang tahun dan tak terkecuali natal. Dan menarik, Allah menyatakan diri-Nya secara sempurna kepada dunia melalui “kategori hadiah”. Allah datang ke dunia bukan karena manusia meratap dan berseru memohon pertolongan-Nya. Allah datang ke dunia bukan karena para gembala, orang majus, para ahli taurat, dan orang yahudi berdoa dan berpuasa sungguh-sungguh. Allah datang ke dunia bukan karena Yusuf dan Maria adalah orang-orang yang paling suci sepanjang sejarah manusia. Allah datang ke dunia karena Ia rela memberi diri-Nya bagi dunia sebagai hadiah yang tak tergantikan (bernilai) dan tak terduga.

Mengapa Ia rela? Karena Ia memiliki kasih yang besar terhadap dunia. Mengapa ia mengasihi dunia? Dunia itu berdosa, kotor, hina dan sementara bukan sesuatu yang layak untuk dikasihi tapi seharusnya diciptakan kembali. Ia mengasihi dunia karena Ia adalah Allah yang penuh kasih. Allah itu kasih (1 Yoh. 4:8,16). Kasih Allah adalah kasih yang “self-less, costly love of redemption”. Kasih yang seperti ini tidak dikenali dan dialami oleh manusia karena kasih Allah berbeda dengan kasih manusia. Kasih manusia (dunia) itu egois, berpusat kepada diri entah dengan jalan merendahkan diri atau meninggikan diri. Kasih manusia yang egois itu penuh dengan manipulasi untuk memanfaatkan dan memberdayakan sesamanya untuk kepentingan, kesenangan, keuntungan dan bahkan kebahagiaan diri. Sedangkan kasih Allah adalah kasih yang berkorban (extra-ordinary sacrifice). Pengorbanan-Nya bukan dimulai ketika mati di salib, pengorbanan-Nya dimulai ketika ia lahir di dunia berdosa dan hina ini. Dan ketika Yohanes menyampaikan tentang “Allah mengaruniakan Anak-Nya yang tunggal  ke dalam dunia” itu juga berarti “Allah mengutus anak-Nya untuk mati di kayu salib”. Kehidupan Kristus adalah jejak-jejak pengorbanan dari palungan sampai kayu salib.

Dengan demikian, Hadiah yang teragung dari Allah adalah Diri-Nya sendiri. Pemberian ini terlalu besar dan tak ternilai sehingga tak mampu untuk dibalas oleh manusia yang berdosa, hina dan terbatas. Pemberian ini haruslah pemberian yang tak bersyarat karena manusia tak sanggup untuk memenuhi syarat-syarat untuk mendapatkan-Nya melainkan hanya karena anugerah yang diterima dengan iman. Karena itulah act of giving dari Allah ini berbeda dengan act of giving dari manusia. Manusia masa kini cenderung menganggap hadiah sebagai hutang. Hadiah merupakan pertukaran komoditas yang mana aspek kebaikan dan kemurahan hati tidak lagi penting. Hadiah yang penting memenuhi syarat-syarat tertentu yang secara khusus berlaku dalam masyarakat. Kehadiran Kristus bukan hanya hadir sebagai hadiah melainkan sebagai hadiah yang mentransformasi prinsip-prinsip masyarakat dalam dunia berdosa. Kelahiran-Nya sudah bersifat transformatif. Kelahiran-Nya menjadikan kota yang kecil Betlehem menjadi kota yang bernilai kekal. Kelahiran-Nya menjadikan para gembala yang adalah kaum pinggiran menjadi kelompok yang mendapat kesempatan paling berharga dalam sejarah manusia. Kelahiran-Nya menjadikan Yusuf dan Maria, pasangan yang rendah namun ditinggikan. Kelahiran-Nya mentransformasi dunia dengan memilih orang-orang yang dianggap miskin oleh dunia ini untuk menjadi kaya dalam iman dan menjadi ahli waris Kerajaan yang telah dijanjikan-Nya kepada barangsiapa yang mengasihi Dia (Yakobus 2:5 bdk 1 Korintus 1:27-31).

Rabu, 20 Desember 2017

Kesukaan bagi Dunia (Joy to the World)


Teks: Isaac Watts, 1719
Musik: George F. Handel, 1742

Lukas 2:10 
Lalu kata malaikat itu kepada mereka: “Jangan takut, sebab sesungguhnya aku memberitakan kepadamu kesukaan besar untuk seluruh bangsa.

Sukacita adalah kata kunci bagi seluruh masa Adven, khususnya bagi umat Kristen yang menyadari makna spiritualnya - Allah sendiri datang ke dalam dunia dan menyediakan cara agar manusia yang berdosa dapat hidup kekal selamanya. Teks ini pada umumnya dianggap sebagai salah satu himne Natal yang paling sukacita yang ada, bukan dalam arti membuat gembira, tetapi memiliki kesadaran yang dalam dan sungguh-sungguh akan apa arti dari kelahiran Kristus bagi umat manusia.

Himne adven ini adalah salah satu himne karya Isaac Watts yang terdapat dalam himnalnya yang terkenal Psalms of David Imitated in the Language of the New Testament (1719). Isaac Watts sangat ingin memberi Mazmur sebuah arti dan gaya dalam musik ibadah kristen. Hal ini ia lakukan, dalam kumpulan di tahun 1719 tersebut, dengan terlebih dahulu menafsirkan seluruh ayat dari 150 Mazmur. “Joy to the World” adalah parafrase dari ayat-ayat yang diambil dari bagian akhir kedua dari Mazmur 98:4, 7-9 yang berbunyi:

Bersorak-soraklah bagi TUHAN, hai seluruh bumi, bergembiralah, bersorak-sorailah dan bermazmurlah! Biarlah sungai-sungai bertepuk tangan, dan gunung-gunung bersorak-sorai bersama-sama di hadapan TUHAN, sebab Ia datang untuk menghakimi bumi. Ia akan menghakimi dunia dengan keadilan, dan bangsa-bangsa dengan kebenaran. 

Mazmur 98 adalah sebuah lagu sukacita mengenai cara-cara Tuhan yang menakjubkan untuk melindungi dan memulihkan umat pilihan-Nya. Mazmur tersebut mengharapkan saat dimana Yehova akan menjadi Tuhan bagi seluruh bumi dan hukum Israel akan diterima oleh segala bangsa. Akan tetapi, Watts telah memberikan bait ini sebuah parafrase yang menyegarkan: pujian tentang keselamatan yang dimulai ketika Tuhan berinkarnasi sebagai seorang bayi di Betlehem untuk mengenyahkan kutuk karena kejatuhan Adam. Isaac Watts awalnya memberi judul teksnya ini “The Messiah’s Coming and Kingdom” - “Kedatangan Mesias dan Kerajaan-Nya.”

Melodinya digubah oleh Lowell Mason yang terinspirasi dari 2 lagu dari oratorio Messiah oleh G. F. Handel: “Comfort Ye” dan “Lift Up Your Heads,” untuk dicocokkan dengan kata-kata karya Watts “Joy to the World.” Tune adaptasi ini dikenal dengan nama “Antioch” dan pertama kali muncul dalam terbitan Lowell Mason, Modern Psalmist, di tahun 1839. Meskipun beberapa tune lain pernah digunakan dengan teks Isaac Watts, “Antioch” terbukti merupakan tune yang paling terkenal dan abadi. Melalui kombinasi talenta dari seorang jenius literatur Inggris di abad ke delapanbelas, seorang kelahiran Jerman, raksasa musik dari periode yang sama, dan seorang Amerika dari abad ke sembilanbelas, pemimpin paduan suara dan pengajar, himne besar lainnya lahir dan sejak saat itu menemukan tempat yang tetap dalam halaman-halaman himnal gereja kita untuk digunakan sepanjang masa Adven ini.

Kamis, 30 November 2017

Demi Nama-Ku

Yesaya 48:9-11  
Oleh karena nama-Ku Aku menahan amarah-Ku dan oleh karena kemasyhuran-Ku Aku mengasihani engkau, sehingga Aku tidak melenyapkan engkau. Sesungguhnya, Aku telah memurnikan engkau, namun bukan seperti perak, tetapi Aku telah menguji engkau dalam dapur kesengsaraan. Aku akan melakukannya oleh karena Aku, ya oleh karena Aku sendiri, sebab masakan nama-Ku akan dinajiskan? Aku tidak akan memberikan kemuliaan-Ku kepada yang lain!" 

Yehezkiel 36:22-23  
Oleh karena itu katakanlah kepada kaum Israel: Beginilah firman Tuhan ALLAH: Bukan karena kamu Aku bertindak, hai kaum Israel, tetapi karena nama-Ku yang kudus yang kamu najiskan di tengah bangsa-bangsa di mana kamu datang. Aku akan menguduskan nama-Ku yang besar yang sudah dinajiskan di tengah bangsa-bangsa, dan yang kamu najiskan di tengah-tengah mereka. Dan bangsa-bangsa akan mengetahui bahwa Akulah TUHAN, demikianlah firman Tuhan ALLAH, manakala Aku menunjukkan kekudusan-Ku kepadamu di hadapan bangsa-bangsa. 

Yesaya adalah salah satu nabi yang dipakai Tuhan untuk menyampaikan pesan-pesanNya di dalam perjanjian lama. Di dalam kitab ini secara garis besar, Yesaya menyampaikan 3 pesan yaitu peringatan (1-39), pemulihan (40-55) dan pembaharuan (56-66). 

(1) Peringatan dan penghukuman. Yesaya menyampaikan peringatan kepada umatNya atas dosa-dosa yang mereka lakukan akan mendapatkan suatu hukuman dari Allah yang begitu dahsyat. Masa-masa ini adalah dimana Allah menyatakan penghukumanNya atas dosa Israel. Ada banyak cara Allah menyatakan hukumanNya: turun tangan secara langsung dan juga secara tidak langsung. Secara langsung misalnya peristiwa turunnya api dari langit atas sodom dan gomora. Secara tidak langsung yaitu dengan memakai bangsa-bangsa lain untuk menyerang, mengalahkan dan menindas Israel. Misalnya Babilonia. Kita bisa melihat dalam 2 Raja-raja 24:18-25:21 bagaimana kehancuran yang diberikan oleh Tuhan melalui bangsa Babilonia kepada Israel. Cerita tentang penghukuman pasti adalah salah satu cerita yang paling tidak kita sukai. Bahkan ada banyak kita sekalian "anti-hukum" sama sekali. Kita tidak mau mendengar tentang penghukuman. Kenapa? karena hukuman itu menyakitkan, menyedihkan dan sesuatu yang sangat tidak menyenangkan. Tidak heran, ada banyak orang tua mungkin tidak menyatakan penghukuman kepada anak-anaknya yang sebenarnya melakukan hal yang salah karena "tidak mau menyakiti hati anaknya". Terlebih lagi, mungkin kita yang sudah satu minggu menjalani hari-hari kita dalam keluarga, pekerjaan dan dimana pun kita berada dengan begitu berat, penuh beban pikiran, hati yang letih dan tenaga yang terkuras, ketika sampai di gereja ternyata yang kita dengar adalah berita tentang penghukuman, maka kita langsung menjadi antipati. Dalam hal ini, saya tidak mengatakan yang sebaliknya bahwa harus ada terus penghukuman. Tapi faktanya dari cerita alkitab tentang apa yang dilakukan Allah di masa lalu terhadap umat-Nya (sekali lagi: umatNya) adalah penghukuman karena dosa mereka. Inilah juga yang menjadi bagian dari cerita hidup kita ketika kita menjadi seorang kristen. Untuk apa Allah menyatakan penghukumanNya? Demi namaNya.

Justru alkitab menyatakan bahwa ketika Allah mengasihi, maka pasti juga diikuti oleh peringatan dan penghukuman kepada yang dikasihiNya kalau yang dikasihiNya tidak lagi dalam kebenaran. Dalam Ibrani 12:5-6 dikatakan: "Hai anakku, janganlah anggap enteng didikan Tuhan, dan janganlah putus asa apabila engkau diperingatkan-Nya; karena Tuhan menghajar orang yang dikasihi-Nya, dan Ia menyesah orang yang diakui-Nya sebagai anak." Dan ini pasti tujuanNya untuk kebaikan kita. Tapi bukan hanya "untuk kebaikan kita" saja. Supaya kita terus berada di jalan yang benar. Atau supaya kita semakin dimurnikan. Tapi lebih lagi dan bahkan terutama, Allah memberikan peringatan dan penghukuman kepada yang dikasihiNya "untuk kemuliaanNya".

(2) Pemulihan. Pesan alkitab tidak berhenti pada peringatan dan penghukuman saja tapi ada pemulihan. Dimana umat yang dikasihi Allah sesudah menerima peringatan dan hukuman akan mengalami pemulihan dari Allah pula. Perjanjian Lama tidak melulu bercerita tentang penghukuman Allah. Namun jelas sekali digambarkan akan kasih Allah. Gerard Bray dalam buku sistematik teologinya terbarunya yang terbit tahun 2012 ini mempunyai suatu pendekatan yang unik. Di dalam outlinenya dipaparkan: Creation-God is Love, Fall-The Rejection of God's Love, Redemption-Penyataan Kasih Allah secara penuh, Consummation-. Ada penghukuman, ada pemulihan. Yes. 48:9-11 merupakan salah satu bagian yang menyatakan pemulihan dari Allah. Orang kristen yang sejati ketika jatuh dalam dosa, pasti akan kembali memasuki proses pemulihan dimana ada suatu dorongan untuk menjadi lebih baik lagi. Bukan terus-menerus dalam keadaan tertuduh akan dosa-dosanya. Atau terus-menerus jatuh dalam dosa. Demikian Tuhan memberikan pemulihan kepada orang yang dikasihiNya. Dan sekali lagi ini Allah lakukan "untuk kemuliaanNya" saja. 

Dalam pesan penginjilan garis besarnya menyampaikan mengenai dosa manusia dan adanya keselamatan di dalam Kristus. "Ditawarkan" keuntungan yang didapat ketika di dalam Kristus yaitu keselamatan kita yang berdosa. Tidak salah ketika menyatakan bahwa Allah menyelamatkan kita yang berdosa di dalam Kristus. Namun menjadi salah ketika kita melihat bahwa Allah sepertinya sungguh-sungguh membutuhkan kita dan karya keselamatan merupakan untuk kebaikan kita. Memang di satu sisi ada benarnya. Tapi yang terutama karya keselamatan dikerjakan oleh Allah adalah "untuk kemuliaanNya" saja. Allah menyelamatkan kita bukan untuk kita saja tapi terutama adalah untuk kemuliaanNya. Dia memulihkan kita dari segala masalah, tantangan, pergumulan dan kesulitan hidup kita adalah untuk kemuliaanNya. 

Demikian Jonathan Edwards menulis satu artikel berjudul: "End for Which God created the World" (Tujuan Allah Menciptakan Dunia). Dimana Edwards menyatakan, berdasarkan penggalian akan firman Tuhan, bahwa Allah melakukan segala sesuatu adalah demi kemuliaanNya sendiri. Baik peringatan, hukuman, hal-hal yang tidak menyenangkan bahkan pemulihan, kelancaran dan semua yang menyenangkan kita alami terjadi untuk kemuliaan Allah. Allah melakukan semuanya itu, untuk nama-Nya. Dan justru karena Allah melakukan semuanya adalah "Demi Nama-Nya" maka pasti Allah melakukan yang terbaik.

Demikian cerita hidup kristen, tiada lain adalah cerita tentang Allah. Ketika menjadi seorang kristen, ketika itu juga kita harus siap bahwa cerita hidup kita bukan lagi tentang diri kita, keluarga kita, kelompok kita, dunia kita, tapi tentang Allah dan harus hidup untuk Allah saja. Ketika kita digerakan untuk menjadi hamba Tuhan, pelayan Tuhan, kita harus terus ingat bahwa segala yang kita lakukan adalah "Demi Nama-Nya" bukan untuk diri kita bahkan gereja kita saja. Di sini 4 kali ditekankan bahwa Allah mengatakan: "Oleh karena Nama-Ku, Oleh karena Nama-Ku, Ya oleh karena nama-Ku, Aku tidak akan memberikan kemuliaan-Ku kepada yang lain!" 

Rabu, 29 November 2017

Musuh Kita

Yakobus 4:1-10
Konteks jemaat dari surat Yakobus: Orang kristen tersebar dan berada di tengah-tengah kebudayaan dan kepercayaan yang sangat berbeda. Ada yang menjadi sukses di tengah-tengah perantauan mereka, ada juga yang tidak. Ketidakwaspadaan karena sudah terlalu nyaman bisa membuat mereka menyangkali iman kristen mereka. Ketidakpedulian karena sudah terlalu lelah bisa membuat mereka melupakan identitas dan tugas mereka sebagai orang kristen.
 
Hari ini ketika kita berada di tengah kenyamanan, ada di sini, belajar dengan tenang, bekerja dengan lancar, melayani dengan baik, dan melakukan banyak hal dengan lancar. Ketika kita menjalani hari-hari kita dan terus melakukan keseharian kita dengan tidak ada halangan, rintangan dan hambatan yang membuat kita berhenti dari apa yang biasa kita kerjakan setiap hari. Ketika secara sadar, kita tidak terikat dosa yang membahayakan. Keluarga kita tidak diambang kehancuran. Pekerjaan kita lancar dan baik-baik saja. Lingkungan tempat kita tinggal aman dan nyaman. Gereja kita juga adalah gereja yang baik dan sehat. Apakah artinya semua baik-baik saja? Tidak. Jangan pernah berpikir bahwa semua baik-baik saja. Kenapa? Karena "semua TIDAK PERNAH baik-baik saja sejak manusia jatuh dalam dosa."
 
Yakobus menyatakan 3 sumber yang menjadi masalah paling dasar bagi kehidupan.
1. Daging (4:1)
Yakobus 4:1 - "Dari manakah datangnya sengketa dan pertengkaran di antara kamu? Bukankah datangnya dari hawa nafsumu yang saling berjuang di dalam tubuhmu?"
Yakobus begitu jelas menyatakan mengenai "daging" sebagai musuh yang harus terus kita hadapi. Daging di sini berarti natur berdosa kita. Dengan kata lain, musuh kita adalah diri kita sendiri yang berdosa. Justru ini yang sering kita lupakan dan tidak pedulikan. Karena musuh itu di dalam kita, dan musuh itu adalah diri kita sendiri. Seperti penyakit kanker yang mematikan itu bertumbuh di dalam pelan-pelan dan terus mengumpulkan kekuatan untuk melumpuhkan seseorang. Ini terjadi tanpa disadari dan hampir tidak bisa dikendalikan. Demikian natur berdosa kita yang sedikit demi sedikit menggerogoti kita tanpa kita sadari, dan akhirnya ketika sadar semua sudah terlambat yang ada hanya penyesalan.
 
Dalam tradisi spiritual bapak-bapak gereja, meringkas ada 7 dosa maut yang merupakan natur berdosa kita yang berdasarkan pada Amsal 6:16–19 dan Galatia 5:19-21.
a. luxuria (lechery/lust) = Nafsu
b. gula (gluttony) = Rangkus
c. avaritia (avarice/greed) = Serakah
d. acedia (acedia/discouragement/sloth) = Malas
e. ira (wrath) = Murka
f. invidia (envy) = Iri hati / Dengki
g. superbia (pride) = Sombong
 
2. Dunia Berdosa – Worldliness (4:4)
Yakobus 4:4 - Hai kamu, orang-orang yang tidak setia! Tidakkah kamu tahu, bahwa persahabatan dengan dunia adalah permusuhan dengan Allah? Jadi barangsiapa hendak menjadi sahabat dunia ini, ia menjadikan dirinya musuh Allah.
Ada yang menafsirkan surat Yakobus dituliskan kepada umat Tuhan yang berada di perantauan sebagaimana tertulis dalam awal surat ini. Surat ini ditujukan kepada orang Kristen sejati dan juga yang palsu yang hidup di tengah-tengah dunia. Orang kristen tersebar dan berada di tengah-tengah kebudayaan dan kepercayaan yang sangat berbeda. Ada yang menjadi sukses di tengah-tengah perantauan mereka, ada juga yang tidak. Mereka berada di tengah-tengah dunia yang begitu nyaman, yang mana bisa membuat mereka menyangkali iman kristen mereka. Mereka berada di tengah-tengah dunia yang begitu kejam dan menghimpit mereka sehingga karena sudah terlalu lelah bisa membuat mereka melupakan identitas dan tugas mereka sebagai orang kristen.
 
"Persahabatan" adalah suatu relasi indah yang dibangun dalam kesetiaan, saling berbagi dan saling pengertian. Ada banyak pengertian "positif" mengenai persahabatan. Tapi yang menjadi masalah adalah dengan siapa kita bersahabat. Seperti dikatakan: "Pergaulan yang buruk merusak kebiasaan yang baik" (1 Kor. 15:33). Yakobus mengatakan bahwa "persahabatan dengan dunia adalah permusuhan dengan Allah."
 
"Dunia" memiliki beberapa pengertian, dalam hal ini adalah “Dunia Berdosa” seperti yang dijelaskan dalam 1 Yoh. 2:17. Dunia Berdosa (worldliness) Yaitu "a determination to be anchored to a society which by nature does not know God, and is inclined to reject him" (3:1; Yoh. 15:18–19; 17:25). Dunia berdosa yaitu kejahatan struktural yang tidak mau mengenal Allah bahkan melawan Allah. Dunia yang memberikan banyak kenikmatan dan kenyamanan sampai kita melupakan Allah, melupakan identitas dan tugas kita sebagai seorang kristen. Dunia menghimpit memojokan kita sampai-sampai kita kesulitan dalam melayani Tuhan dan akhirnya menyerah. Lebih kejam lagi bahkan membuat umat Tuhan saling menyerang satu sama lain. Suatu sistem yang melawan Tuhan. Di dalam surat Yakobus disebutkan beberapa sistem dunia:
a. Kesenjangan Status Sosial - Yakobus 2:1
b. Kompetisi (Competition) - Yakobus 3:14-15 & Yakobus 4:1-2
c. Mementingkan diri sendiri (Self-centered) - Yakobus 3:14-15
d. Keangkuhan Hidup (Arrogance) - Yakobus 3:14-15
e. Kompromi (Double-minded) - Yakobus 3:14-15 & Yakobus 4:17
 
Selama kita bersahabat dengan dunia, maka secara aktif kita adalah musuh Allah. Secara aktif kita bersekutu dengan dunia untuk melawan Allah. Dari hal-hal yang kecil dan sederhana dalam hidup kita sampai dengan hal-hal yang berdampak begitu besar, kita melawan Allah. Mulai dari tidak mau belajar firman Tuhan lebih lagi, menjalankan ibadah hanya sebagai rutinitas, belajar dan bekerja tanpa ada dorongan untuk menjadi saksi Tuhan tapi terus mengikuti cara hidup dunia, membangun keluarga yang tidak ada bedanya dengan keluarga non-kristen, kita melawan Allah. "Persahabatan dengan dunia adalah permusuhan dengan Allah."
 
3. Iblis (4:7)
"Karena itu tunduklah kepada Allah, dan lawanlah Iblis, maka ia akan lari dari padamu!"
Yang ketiga yaitu iblis. Sejak dalam Kejadian, iblis terus melawan Allah dan menggagalkan rencana Allah. Ia membawa manusia ikut juga bersekutu dengannya untuk melawan Allah.
 
Bagaimana seharusnya kita hidup? "Loving God"
Seringkali antara ajaran Paulus dan ajaran Yakobus dipertentangankan. Secara garis besar Paulus mengajarkan keselamatan bagi orang berdosa melalui iman di dalam Yesus Kristus. Yakobus tidak menyangkali hal tersebut. Yakobus menegaskan bahwa iman yang sejati akan menimbulkan kasih terhadap Allah. Dan bukti kasih itu nyata dalam kehidupan kita melalui kesaksian hidup, kesucian dan keteladanan kita di tengah-tengah dunia dimana kita berada. Yesus mengatakan: "Kasihilah Tuhan, Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap akal budimu" (Mat. 22:37). Kita akan semakin serupa dengan apa yang kita kasihi. Hidup kita akan terfokus dengan apa yang kita kasihi. Kalau kita mangasihi dunia, maka kita akan serupa dunia dan hidup-mati untuk dunia. Akibatnya kita akan musnah bersama-sama dengan dunia. Yohanes mengingatkan supaya jangan kita mengasihi dunia karena dunia ini sedang lenyap, hanya orang yang mengasihi Allah (melakukan kehendak Allah) akan hidup selama-lamanya (1 Yoh. 2:15-17). Marilah kita mengasihi Allah kita lebih lagi karena Ia sudah lebih dulu mengasihi kita. Ia menyatakan kasih-Nya dengan datang ke dunia berdosa, hidup bersama-sama orang berdosa menjalankan dengan sempurna tuntutan hukum Allah, menderita dan mati bahkan mati disalib bagi kita yang berdosa. Marilah kita mengasihi Allah kita.

Yakobus 1:12 -- Berbahagialah orang yang bertahan dalam pencobaan, sebab apabila ia sudah tahan uji, ia akan menerima mahkota kehidupan yang dijanjikan Allah kepada barangsiapa yang mengasihi Dia.
 
Kita yang sampai saat ini masih bersahabat dengan dunia, gaya hidup dunia, cara berpikir, berkata-kata dan bertindak serupa dengan dunia, kita harus bertobat. Kita yang selama ini masih terus menganggap remeh dosa-dosa kecil dan sederhana, tidak mau berdoa bagi pekerjaan-pekerjaan Tuhan tapi hanya untuk keundungan diri saja, terus terlena dalam rutinitas ibadah, tidak mau terlibat dalam pelayanan, kita harus bertobat. Kita yang selama ini, tidak menjadi saksi Tuhan dan menyatakan kemuliaan Tuhan sehingga orang lain di sekitar kita tidak melihat Kristus di dalam hidup kita, studi, pekerjaan, keluarga dan kehidupan bermasyarakat, kita harus bertobat. Kalau tidak bertobat dan berubah maka kita akan lenyap musnah dan mati bersama dunia yang kita kasihi.
 
Di dalam kitab wahyu, ada banyak gambaran akan surga. Dan saya membayangkan, dunia yang tidak ada lagi penderitaan, tidak ada keluh kesah, tidak ada kematian, tidak ada persaingan, tidak ada permusuhan. Saya membayangkan dunia yang begitu sempurna. Dunia dimana kita dengan tubuh yang sempurna melayani dan menyembah Tuhan tanpa ada halangan dan hambatan apa pun seperti di dunia ini. Dunia dimana kita dengan tubuh yang suci (tanpa dosa) memuliakan Tuhan. Dan mulut kita tiada henti penuh dengan ucapan syukur dan puji-pujian: "Bagi Dia yang duduk di atas takhta dan bagi Anak Domba, adalah puji-pujian dan hormat dan kemuliaan dan kuasa sampai selama-lamanya!" AMIN (Wahyu 5:13).

Senin, 09 Oktober 2017

Doa, Puasa & Penginjilan

Tiga hal ini yaitu doa, puasa dan penginjilan merupakan tiga dari banyak hal penting dalam kesalehan kristiani. Mengapa tiga hal ini penting? Apa makna dari tiga hal ini bagi kesalehan kristiani?

Apa itu doa? Katekismus Westminster (P. 98) meringkas pengertian doa dari seluruh alkitab demikian: Doa adalah mempersembahkan kepada Allah keinginan kita akan hal-hal yang sesuai dengan kehendakNya, di dalam nama Kristus, serta mengakui dosa-dosa kita dan dengan penuh syukur mengakui segala belas kasihNya. Dengan demikian puasa merupakan “curahan hati” (Mazmur 62:9): mengungkapkan keinginan kita yang terdalam untuk diselaraskan dengan kehendak Allah. Di dalam doa, kita secara jujur menyatakan keinginan kita namun sekaligus dengan kerinduan memahami kehendak Allah.

Selain doa, puasa juga menjadi salah satu hal penting yang dikerjakan oleh umat Tuhan dalam memahami kehendak Allah. Puasa bukanlah sekedar tidak makan dan tidak minum. Namun lebih daripada pada itu, puasa berarti “merendahkan diri” di hadapan Tuhan (Imamat 16:29; Ezra 8:21; Yoel 1:14; 1 Raja-raja 21:27-29) dengan tujuan supaya Allah menyatakan apa yang menjadi kehendak-Nya dan kita tunduk terhadap kehendak Allah tersebut.

Dalam Kisah Para Rasul dinyatakan betapa pentingnya doa dan puasa dalam memahami kehendak Allah. Salah satunya dapat dilihat dalam Kisah Para Rasul 13:1-3 tentang pengutusan misi penginjilan dari Paulus dan Barnabas. Dalam bagian tersebut diceritakan bahwa suatu kali jemaat di Antiokhia beribadah (termasuk berdoa) dan berpuasa. Sesuatu mereka melakukan hal tersebut maka datanglah firman Tuhan oleh Roh Kudus: Khususkanlah Barnabas dan Saulus bagi-Ku untuk tugas yang telah Kutentukan bagi mereka" (Kisah Para Rasul 13:2). Seluruh jemaat di Antiokhia tunduk dengan kehendak Allah tersebut sehingga Paulus dan Barnabas diutus untuk menyebarkan injil Tuhan kemana pun Tuhan memimpin.

Melalui doa dan puasa kita ingin supaya Allah memperjelas pimpinan-Nya terhadap setiap hal yang dikerjakan. Melalui doa dan puasa kita rindu Tuhan Allah menyatakan penyertaan-Nya dalam misi injil yang dipercayakan kepada kita. Dengan demikian kita akan lebih dipersiapkan terhadap banyak hal yang mungkin terjadi entah menyenangkan ataupun tidak menyenangkan dalam ladang penginjilan. Apa yang menjadikan Paulus dan Barnabas tekun, setia dan teguh dalam penginjilan? Karena pimpinan dan kehendak Tuhan Allah jelas bahwa mereka harus menyebarkan injil Tuhan. Maka apapun (seperti kesulitan dan penolakan yang dialami) tidak dapat menggoyahkan fokus hati mereka untuk menjalankan misi dari Tuhan.

Selamat berdoa dan berpuasa untuk misi penginjilan !

Minggu, 06 Agustus 2017

Tiap Langkahku

(Each Step I Take)

Penulis lagu ini bernama W. Elmo Mercer. Ia adalah seorang penulis lagu-lagu Kristen yang lahir pada 15 Februari 1932 di Amerika Serikat. Sejak kecil ia sudah belajar piano. Pada saat berumur 13 tahun, ia melayani di gereja sebagai pianis ibadah. Ia mulai menulis lagu-lagu Kristen sejak berumur 14 tahun. Pada saat berumur 19 tahun, ia menulis lagu “Tiap Langkahku” (Each Step I Take). Lagu yang sederhana dan indah ini menjadi berkat bagi banyak orang di seluruh dunia termasuk di Indonesia. Hampir semua gereja di Indonesia mengenal lagu ini.

Dalam lagu ini kita diajarkan bahwa Tuhan Allah memimpin setiap langkah umatNya. Sebagaimana dikatakan dalam Amsal 20:24, “Langkah orang ditentukan oleh TUHAN”. Ia memimpin setiap langkah kita untuk hidup seturut dengan perintahNya. Demikian ditegaskan dalam 1 Samuel 2:9  Langkah kaki orang-orang yang dikasihi-Nya dilindungi-Nya, tetapi orang-orang fasik akan mati binasa dalam kegelapan, sebab bukan oleh karena kekuatannya sendiri seseorang berkuasa. Hal ini menjadi jaminan kepada kita sehingga tidak hidup dalam kekuatiran dan ketakutan. Kita memperoleh ketenangan sejati dalam setiap langkah kita karena Tuhan Allah memimpin kita.

Apakah hidup orang Kristen akan selalu lancar tanpa hambatan? Tidak selalu demikian. Ada waktu dimana kita seringkali mulai malas ikut Tuhan, iman kita mulai goyah dan bahkan jatuh dalam dosa. Namun saat sulit yang demikian kita mesti tetap memandang kepada Kristus. Kita mesti mohon ampun kepadaNya dan semakin dekat lagi kepada Kristus. Karena di dalam Kristus-lah kita memperoleh kekuatan sejati untuk terus hidup bagi Dia di tengah segala kesulitan dan masalah yang kita hadapi.

Sampai akhirnya, Tuhan Allah memimpin langkah kita semakin dekat padaNya dan menuju Yerusalem baru. Ia akan menjadikan segalanya baru tentu termasuk diri kita. Kita yang percaya kepada Kristus akan semakin disempurnakan. Dan kita akan bersama-sama dengan Dia dalam kemuliaan dan kesucian.

Kamis, 27 Juli 2017

Tuhan Ku Cinta-Mu

Teks dan Musik: John E. Sung (27 September 1901-18 Agustus 1943)

Lagu ini ditulis oleh John Sung. Ia adalah seorang pengabar Injil dari Tiongkok yang sangat dikenal dalam kalangan gereja-gereja di Jawa, terutama di kalangan gereja-gereja Tionghoa, termasuk juga di kota Surabaya. Hidupnya merupakan kesaksian dari cintanya kepada Tuhan. Sejak ia menjadi hamba Tuhan, ia terus berusaha hidup untuk memuliakan Tuhan Allah. John Sung diberi gelar Obor Allah di Asia, karena beliau merupakan seorang penginjil yang luar biasa pada abad 20, khususnya dalam acara-acara Kebaktian Kebangunan Rohani yang dipimpinnya. John Sung juga seorang pengkhotbah yang memulai pelayannya awal tahun 1933 di propinsi Shantung. Ia pernah juga bergabung satu tim dengan Dr. Andrew Gih, pendiri Seminari Alkitab Asia Tenggara (SAAT), Malang. John Sung lahir di desa Hong Chek, wilayah Hing Hwa di propinsi Fukien, Tiongkok Tenggara, pada tanggal 27 September 1901. John merupakan anak ke-6 dari pendeta Sung, seorang hamba Tuhan di Gereja Methodist. Nama kecil yang diberikan keluarganya adalah Ju Un, artinya Kasih karunia Allah.

Waktu kecil Ju Un merupakan anak yang cerdas namun nakal. Salah satunya, ia pernah melemparkan sebuah mangkuk berisi nasi panas ke wajah adiknya. Karena takut akan hukuman yang segera akan diberikan, maka Ju Un memutuskan utnuk melompat ke dalam sumur. Suatu kali sesudah dipukuli ayahnya, ia mengintip dari celah-celah kamar kerja ayahnya. Ia heran melihat ayahnya menangis. Lalu ia berlari dan menabrak pintuk mendapatkan ayahnya. Ju Un berteriak, “Apa yang terjadi, Ayah? Ayah menghukum aku, tetapi aku tidak menangis. Mengapa justru ayah yang menangis?” Jawab ayahnya, “Ini adalah pelajaran mengenai kasih sayang Allah.” Pada tahun 1913, dalam sebuah Kebangunan Rohani di Hing Hwa, ia bertobat. Sejak itu, Ju Un mulai terlibat dalam pelayanan khususnya dalam mengabarkan injil.

Tanggal 10 Februari 1926, Dr. John Sung, M.Sc, Ph.D. telah memutuskan untuk menjadi hamba Tuhan dan ia telah mendaftarkan diri di Union Theological Seminary. Tanggal 4 Oktober 1926, John Sung kembali ke Tiongkok. Pada waktu kapal hendak merapat di dermaga pelabuhan Shang Hai, John Sung membuang ijazah sarjananya serta tanda-tanda penghargaan yang diperolehnya di Amerika Serikat ke dalam laut, kecuali ijazah doktornya untuk diperlihatkan dan menyenangkan hati ayahnya. Ia menganggap bahwa penghargaan-penghargaan dan ijazahnya dapat menggoda dia meninggalkan panggilannya sebagai penginjil. Kemajuan kerohaniannya semakin terlihat, Sung menanggalkan semua kemuliaan dunia untuk mendapatkan yang lebih berharga, yakni kemuliaan Allah.

Di kota Shang Hai, John Sung muncul untuk kali yang terakhir. Orang-orang berjubel-jubel, dan sementara menunggu pengkhotbah mereka asyik bercaka-cakap. Dr. Sung muncul, tiba-tiba dengan tinjunya ia memukul meja sekeras-kerasnya sambil berteriak, “Apakah ini gedung untuk berkomedi atau untuk kebaktian?” Semua terdiam, lalu ia mulai berkhotbah. Alkitab yang dikutip hari itu adalah dari 1 Tesalonika 5:2, “Hari Tuhan datang seperti pencuri waktu malam.” Tubuh John Sung makin lemah; hasil pemeriksaan dokter menunjukkan bahwa ia menderita kanker dan TBC.

Tahun 1943 merupakan tahun yang paling sulit bagi John Sung. 16 Agustus 1943, John Sung begitu jelas mengetahui bahwa ia akan meninggal. Malam itu pula ia tidak sadar, tetapi besoknya ia pulih kembali dan sempat menyanyikan tiga lagu rohani. Tidak lama kemudian tubuhnya kembali lemah. Pukul 07.07 waktu setempat, tepatnya tanggal 18 Agustus 1943, dalam usia 42 tahun; John Sung dipanggil Tuhan saat sahabat-sahabatnya berdoa di samping tempat tidurnya.

Kiranya melalui lagu ini yang dihidupi oleh John Sung kembali mengingatkan kita bahwa Tuhan lebih dahulu mengasihi kita. Kiranya kita juga mengasihiNya segenap jiwa dan seluruh tenaga kita.

Jumat, 16 Juni 2017

Kemuliaan Allah Menjauh

Yehezkiel 10:1-22; 11:1-23

Yehezkiel merupakan anak dari keluarga imam. Ia lahir kurang lebih setahun atau sebelum Taurat ditemukan di Bait Allah pada masa pemerintahan Yosia (621 SM, 2 Raja 22-23). Raja Yosia melakukan reformasi rohani atas Israel dengan menghancurkan segala berhala dan menjalankan ibadah yang berkenan di hadapan Allah. Pada saat anak-anak, Yehezkiel menyaksikan Kerajaan Asyur mengalami penurunan sampai akhirnya dikalahkan. Ketika ia remaja, ia mendengar berita kematian Yosia di Megido ketika berperang dengan Firaun Neko (609 SM, 2 Raja 23:29; 2 Taw. 35:20-25). Yehezkiel mungkin pernah mendengar kotbah-kotbah dari Yeremia dan mengetahui pelayanan Habakuk dan Zepanya. Dia menyaksikan ketidakpastian politik sesudah kematian Yosia sampai pada penguasaan oleh Kerajaan Babilonia.

Dia dipanggil sebagai nabi pada saat berumur 30 tahun pada tahun ke-5 Yoyakhin, Raja Yehuda, mengalami pembuangan (592 SM, 1:1-2) pada masa pemerintahan Kerajaan Babilonia (Raja Nebukadnezar). Beberapa ahli memperkirakan Yehezkiel lahir pada tahun 623-622 SM. Dia melayani kurang lebih selama 22 tahun sampai dengan pembuangan Yaoyakhin tahun ke-27 (571, 29:17). Latar belakang dari keluarga imam dapat diketahui dari isi kitab Yehezkiel yang memang banyak fokusnya pada bait Allah dan upacara ibadat.

Seorang pelayan Tuhan memulai pelayanannya pada umur 30 tahun menurut Taurat (Bil. 4:3). Yehezkiel tidak dapat menjalankan pelayanannya karena ia berada di tanah pembuangan, kurang lebih 1000 mil (1609 km) dari Yerusalem. Ia tinggal bersama dengan isterinya di pembuangan (24:15-27) dekat sungai Kebar. Selain itu, Tuhan memanggil dia sebagai nabi ketika berumur 30 tahun. Visi (penglihatan) yang pertamanya sebagai nabi adalah Tuhan mengendarai kereta perang namun pergi menjauhi Yerusalem (10:1-2, 18-22). Alih-alih melindungi dan mempertahankan Yerusalem, Tuhan Allah justru menetapkan penghakiman-Nya atas Yerusalem.

Orang-orang yang mengalami pembuangan yang tinggal di suatu wilayah yang sama dengan Yehezkiel merupakan orang-orang “kelas atas” dari masyarakat Yehuda. Mereka tidak terlalu mempedulikan peringatan dari nabi-nabi masa lalu (2:3-8). Mereka berharap pembuangan hanya dalam waktu singkat dan mereka akan kembali memperoleh kekayaan dan penghormatan posisi mereka di masyarakat. Mereka menilai pesan firman Tuhan melalui Yehezkiel hanya sebagai sindiran (20:49; 33:30-32). Namun Allah menyatakan bahwa firman-Nya itu benar dan Yerusalem dihancurkan (586 SM oleh Nebukadnezar).

Bagian firman Tuhan ini menyatakan bukan hanya YHWH hadir di luar Israel melainkan juga ketidakhadiran-Nya di bait Allah. Apa penyebab kemuliaan Allah meninggalkan “rumah”-Nya? Berhala (Yehezkiel 8). Mengapa Tuhan Allah sangat membenci penyembahan berhala. Pertama, karena kedaulatan-Nya dan tempat kudus-Nya ditantang dan dinodai oleh ilah lain. Bahkan, Christopher Wright menyatakan ketika orang mau menyembah Yahweh, mereka terlebih dahulu membayar upeti kepada Asyera. Kedua, umat Tuhan mereduksi Allah. Asyera dan Baal merupakan dewa yang identik pada kesuburan. Dengan demikian Tuhan Allah hanya dipandang sebagai salah satu Allah yang menguasai hal tertentu saja misalnya alam.

Apa artinya Kemuliaan Allah menjauh?
1.       Kemuliaan Allah menggantung = murka (10:1-22; 11:22-23, 1-13)
Ini merupakan penglihatan yang paling menyedihkan Yehezkiel. Bahkan lebih menyedihkan daripada kematian Isterinya, kemuliaan Allah menjauh. Pada 1 Samuel 4:18-22 juga dicatat bahwa Allah pernah meninggalkan Israel. Pada saat itu, isteri Pinehas memberi nama anaknya yang dilahirkannya saat itu dengan nama Ikabod (“telah lenyap kemuliaan dari Israel”).

2.       Kemuliaan Allah menjauh = pengharapan (11:14-21)
Kemuliaan Allah menjauh dari umat-Nya, namun kemuliaan Allah itu bukanlah hilang. Kemuliaan Allah itu tidak lagi di bait-Nya melainkan di atas gunung (11:23). Yehezkiel ketakutan Allah meninggalkan umat-Nya (8:8; 10:13). Puji Tuhan, Ia tidak meninggalkan umat-Nya karena janji-Nya. Kenapa Ia melakukan-Nya?

Yehezkiel 36:22-23  Oleh karena itu katakanlah kepada kaum Israel: Beginilah firman Tuhan ALLAH: Bukan karena kamu Aku bertindak, hai kaum Israel, tetapi karena nama-Ku yang kudus yang kamu najiskan di tengah bangsa-bangsa di mana kamu datang. Aku akan menguduskan nama-Ku yang besar yang sudah dinajiskan di tengah bangsa-bangsa, dan yang kamu najiskan di tengah-tengah mereka. Dan bangsa-bangsa akan mengetahui bahwa Akulah TUHAN, demikianlah firman Tuhan ALLAH, manakala Aku menunjukkan kekudusan-Ku kepadamu di hadapan bangsa-bangsa.

YHWH berjanji bahwa yang dalam pembuangan akan kembali pulang. Lebih daripada itu, YHWH akan memberikan hati yang baru (w. 19—20; cf 36:26). YHWH kembali menyatakan kesetiaan-Nya pada janji-Nya, mereka akan menjadi umat-Ku dan Aku akan menjadi Allah mereka” (11:20). Janji ini dapat dibandingkan juga seperti disampaikan dalam Yer. 31:31—4 dan 32:36—41.

Kehadiran Allah secara penuh diwujudkan di dalam Tuhan Yesus Kristus. Dalam Yoh. 1:14 dikatakan “Firman itu telah menjadi manusia, dan diam di antara kita, dan kita telah melihat kemuliaan-Nya, yaitu kemuliaan yang diberikan kepada-Nya sebagai Anak Tunggal Bapa, penuh kasih karunia dan kebenaran.” Demikian ditegaskan dalam Ibr. 1:3, “Ia adalah cahaya kemuliaan Allah dan gambar wujud Allah dan menopang segala yang ada dengan firman-Nya yang penuh kekuasaan.”

Sejak pembangunan bait Allah pertama kali oleh Raja Salomo (1 Raja-raja 9:3), tidak pernah lagi alkitab mencatat secara khusus kehadiran Allah di bait Allah yang kedua atau yang ketiga (renovasi oleh Herodes). Kemuliaan Allah hadir di tempat yang hina bagi manusia. Ia hadir di tempat yang tak terduga dan terhina, palungan di Betlehem dan salib di Kalvari.  

Senin, 12 Juni 2017

Allah Yang Mudah Terluka

Yeremia 8:18—9:22

Meskipun kerajaan Asyur mendominasi Ancient Near East selama 2 abad, kejatuhannya begitu cepat. Setelah kematian Ashurbanipal (c. 631 SM), raja besar terakhir Asyur, kerajaan Asyur menjadi tidak berkembang dan terpecah dalam jangka waktu 20 tahun. Bangsa yang bebas dari cengkraman Asyur kembali bangkit seperti Babilonia dan Mesir. Nabopolassar dan kemudian anaknya Nebukadnezar mengambil kekuasaan wilayah sungai Tigris dan Euphrates. Di Mesir, Psammetichus dan penerusnya Neko menekan bagian utara Israel dan Syria. Nebukadnezar memperoleh kemenangan besar ketika berperang di Syria utara (605). Sejak itulah Babilonia berkuasa sampai direbut oleh kerajaan Persia yang dipimpin oleh Koresh pada 539 SM.

Di Yehuda, Yosia (640–609 BC) menjadi raja ketika berumur 8 tahun. Ketika berumur 12 tahun, ia mereformasi Israel. Taurat ditemukan kembali di bait Allah ketika ia berumur 18 tahun. Ketika Asyur mengalami kejatuhan, Israel bebas dari cengkraman Asyur. Yosia kembali memperkuat dan menyatukan kerajaan Israel. Yosia mati di dalam peperangan ketika berhadapan dengan Mesir yang dipimpin oleh Neko di Megido. Kemudian Yehoahaz menjadi raja tapi Neko memerintahkan untuk menggantinya dengan kakaknya yaitu Eliakim yang dikenal dengan Yehoakim (609–598 SM).

Yehoakim mencoba mengokohkan kuasanya dalam politik sampai menolak membayar upeti ke Babilonia supaya tidak diserang oleh Babilonia. Ia meninggal sebelum serangan terjadi. Anaknya, Yehoakin menggantikannya yang mana kemudian Yerusalem dikuasai oleh Babilonia dan ia mengalami pembuangan. Nebukadnezar memerintahkan Matania, anak Yosia, menggantikannya. Ia dikenal dengan nama Zedekia (598–586 BC). Pada tahun 588 SM, Babilonia meyerang Yerusalem dan dalam waktu satu setengah tahun bait Allah dan kota Yerusalem hancur. Yehuda kemudian menjadi salah satu provinsi dari Babilonia dan dipimpin oleh gubernur Gedalia yang ditunjuk oleh Nebukadnezar.

Yeremia menjadi saksi mata dalam masa-masa yang demikian. Kitab Yeremia juga berisikan nasionalisme, paranoia dan dilemma antara pro-Babylonian and pro-Egyptian groups, pergumulan antara the “hawks” dan the “doves” di Yehuda. Dalam keadaan demikian, Yeremia menyampaikan firman Allah, seruan pertama adalah pertobatan supaya Allah kembali menyertai Israel, kemudian jaminan pemulihan di masa akan datang ketika penghakiman Allah tiba.

Siapa Allah dalam kitab Yeremia 8-9?
Yeremia tidak memperkenal “konsep baru” tentang Allah. Dia memberitakan tentang Allah seperti para nabi lain. Namun ada pengenalan Allah yang penting yang dapat kita renungkan bersama dalam bagian ini. Dalam bagian ini kita diperkenalkan kepada Allah yang sabar, compassionate, merciful, and longsuffering (3:12; 13:14; 15:15). Semua itu dapat diringkas dalam istilah yang mungkin sulit untuk dipahami agama pada umumnya yaitu Allah yang vulnerable (mudah terluka).

Brueggemann (1988: 88) mengamati tentang struktur “divine pathos” dalam Yer. 8:18—23. Banyak dari para penafsir yang menghindari penafsiran bahwa yang meratap adalah YHWH karena tearful metaphor bertentangan dengan Allah yang Maha Kuasa (the powerful, wrathful warrior deity). Karena ratapan menggambarkan Allah yang vulnerable. Dalam sejarah gereja secara dominan doktrin Allah berfokus pada power (kuasa): God is all-powerful, omnipotent, charge of everything, king, father, the Lord, dominate all things. Bahkan masalah tentang Allah juga berfokus pada power: if God is all-powerful, why is there evil? Freedom? Namun ternyata Injil juga menyatakan tentang hal lain yang tidak kalah penting bahkan utama: Allah itu kasih (1 Yoh. 4:8). Baik dalam Yeremia 8-9 maupun kitab Injil juga menyatakan bahwa Allah adalah Allah yang mengasihi umat-Nya sampai Dia rela untuk berkorban di kayu salib. Leonard Boff menyatakan bahwa injil itu mengajarkan tentang Allah yang “weak in power but strong in love”, Allah yang rela menjadi vulnerable to pain in the freedom of love.

“To love at all is to be vulnerable. Love anything and your heart will be wrung and possibly broken. If you want to make sure of keeping it intact you must give it to no one, not even an animal. Wrap it carefully round with hobbies and little luxuries; avoid all entanglements. Lock it up safe in the casket or coffin of your selfishness. But in that casket, safe, dark, motionless, airless, it will change. It will not be broken; it will become unbreakable, impenetrable, irredeemable. To love is to be vulnerable.” ― C.S. Lewis, The Four Loves

Jika Tuhan jadi manusia, Dia adalah Yesus Kristus, anak tukang kayu yang mati di kayu salib.  Ia adalah Allah yang vulnerable. Apakah ini merendahkan Allah? Tidak sama sekali. Justru karena Ia adalah Allah yang memahami dan bahkan mengalami penderitaan maka penyembuhan itu mungkin di dalam Dia. Sebagaimana dinyatakan oleh Charles Spurgeon, “a Jesus who never wept could never wipe away my tears”.

Ibrani 5:7-10  Dalam hidup-Nya sebagai manusia, Ia telah mempersembahkan doa dan permohonan dengan ratap tangis dan keluhan kepada Dia, yang sanggup menyelamatkan-Nya dari maut, dan karena kesalehan-Nya Ia telah didengarkan. Dan sekalipun Ia adalah Anak, Ia telah belajar menjadi taat dari apa yang telah diderita-Nya, dan sesudah Ia mencapai kesempurnaan-Nya, Ia menjadi pokok keselamatan yang abadi bagi semua orang yang taat kepada-Nya, dan Ia dipanggil menjadi Imam Besar oleh Allah, menurut peraturan Melkisedek.

Sabtu, 06 Mei 2017

Juruselamat Yang Menderita


Yesaya 53
 
Pada masa Yesaya melayani, kerajaan Israel terbagi menjadi dua yaitu utara dan selatan (Yehuda). Yesaya merupakan penduduk Yerusalem (selatan). Dia memulai pelayanannya pada tahun Raja Uzia mati (740 SM) dan meneruskan pelayanan sampai pada pemerintahan Yotam, Ahaz dan Hizkia (1:1). Mungkin sekali ia masih melayani sampai dengan Raja Manasye (696-642 SM). Pada masa ini pula Israel sedang dikuasai oleh Kerajaan Asyur. Salah satu raja Asyur yang terkenal adalah Tiglat-Pileser III (745-727 SM) yang terus memperluas wilayah kekuasaannya termasuk ke wilayah Aram dan sekitarnya.

Kerajaan Asyur terkenal sebagai kerajaan yang begitu kejam. Mereka memberikan hukuman yang sadis kepada setiap orang yang tidak mau tunduk pada mereka atau pun kepada bangsa jajahannya. Selain faktor eksternal yang melemahkan Israel, faktor internal juga berperan. Kerajaan Israel mengalami kerusakan di dalam, dosa dimana-mana. Dosa paling utama yaitu mereka tidak lagi percaya dan menyembah Tuhan Allah yang sejati (bdk. Yesaya 1:4). Inilah yang disebut sebagai “seluruh kepala sakit (holi)” (Yesaya 1:5). Akar kerusakan umat Tuhan (Israel) adalah tidak lagi beriman kepada Allah yang sejati. Umat Tuhan memberontak terhadap Allah yang adalah Pencipta dan Penebus.

Mereka memerlukan pahlawan yang dapat melepaskan mereka dari penderitaan. Mereka menantikan juruselamat yang dapat membangkitkan kerajaan Israel. Siapakah juruselamat itu? Seperti apakah sang juruselamat? Pada umumnya, manusia yang sedang menderita mempunyai bayangan bahwa juruselamat mereka adalah individu atau kelompok yang di luar dari penderitaan. Individu atau kelompok yang gagah perkasa dan mempunyai kemampuan luar biasa untuk mengalahkan para musuh. Namun Sang Juruselamat yang dinubuatkan dalam Yesaya 53 itu berbeda sekali dengan harapan manusia pada umumnya. Ia digambarkan sebagai pribadi yang “dihina”, “dihindari orang” dan bahkan “biasa menderita”. Pribadi yang sama persis dengan Israel yang menderita.

Seorang tua berumur 80 tahun, tubuhnya begitu lemah. Kemudian beliau pergi ke dokter. Pada umumnya, beliau akan mencari dokter yang tubuhnya sehat dan bersemangat serta tampil meyakinkan. Apa jadinya ketika beliau malahan bertemu dengan dokter yang berumur 80 tahun juga? Beliau yang sedang batuk-batuk diperiksa oleh dokter yang juga batuk-batuk. Dokter yang bergerak begitu lamban dan menulis dengan gemetar. Dokter yang matanya tidak lagi sebaik yang dulu. Pada umumnya, anggota keluarga akan berusaha mencari dokter yang lain. Ketika saya menanyakan hal yang sama ini kepada seorang ibu berumur 80an tahun, dia menjawab bahwa dia justru akan tetap dengan dokter tersebut. Kenapa? Karena dokter tersebut tahu apa artinya menderita dan tahu seperti apa orang yang berumur 80 tahun. Demikian juga Tuhan Yesus Kristus, Dia adalah pribadi yang biasa menderita. Dia menjadi sama seperti kita, manusia. Dia pernah menjadi bayi dan jelas mengerti bagaimana begitu bergantung pada orang lain. Dia pernah menjadi remaja dan jelas mengalami seperti dialami remaja pada zamannya. Alkitab jelas menekankan bahwa Ia “bukanlah imam besar yang tidak dapat turut merasakan kelemahan-kelemahan kita, sebaliknya sama dengan kita, Ia telah dicobai, hanya tidak berbuat dosa” (Ibrani 4:15).

Puji Tuhan!
Karya pemulihan Allah atas umat-Nya digenapi justru melalui penderitaan (Yes. 40, 42, 49, 50 dan 52-53). Penderitaan yang ditanggung oleh Tuhan Yesus Kristus yang mati di salib untuk menebus manusia berdosa.


Jumat, 31 Maret 2017

Dosa: Penyimpangan, Pemberontakan & Keterhilangan

1 Yohanes 3:4, Setiap orang yang berbuat dosa, melanggar juga hukum Allah, sebab dosa ialah pelanggaran hukum Allah.

Akar masalah dunia adalah DOSA.  Apa itu dosa? Mengapa dosa sedemikian merusak? Ada beberapa istilah Alkitab dalam bahasa ibrani mengenai dosa: 

(1) chattat (contoh: Kejadian 4:7; Kejadian 18:20; Kejadian 42:22) berarti tidak tepat sasaran. Istilah pertama ini berhubungan dengan
(2) ‘awon berarti tersesat (berliku-liku) atau menyimpang. Dengan dasar yang sama dalam bahasa latin yaitu peccatum. Tidak tepat sasaran dan tersesat berarti tidak berada dalam jalur atau arah seharusnya.
(3) pesha’ berarti pemberontakan terhadap kehendak Tuhan Allah (contoh: Kejadian 50:17; Mazmur 5:10; Mazmur 25:7). Ini merupakan inisiatif manusia melawan Tuhan. Yang termasuk dalam pemberontakan seperti ketidaksetiaan, perzinahan, penolakan mendengar ajaran, kebebalan hati, dan kesombongan.
(4) shagah yang menggambar situasi ketersesatan atau keterhilangan  (contoh: Imamat 4:13; 1 Samuel 26:21; Yehezkiel 34:6). Kalau pemberontakan itu lebih aktif, ketersesatan lebih radikal. Ketersesatan menggambarkan situasi total tersesat (terhilang). Dalam pengertian ini maka dosa berarti juga pengasingan (alienasi) dan dilalaikan (dereliction). Kebungkaman dan ketidakhadiran Tuhan dihubungkan dengan ketersesatan artinya mengalami pembuangan oleh Tuhan.

Masih ingat cerita bagaimana Adam dan Hawa jatuh dalam dosa? (lihat Kejadian 3) Sejak itulah dosa tertanam dalam sejarah manusia. Tuhan berfirman: “Jangan kau makan buah dari pohon pengetahuan tentang yang baik dan jahat karena engkau akan mati.” Iblis mengatakan: “Kalau engkau makan, engkau tidak mati tapi menjadi seperti Allah.” Dalam kebebasannya, manusia lebih memilih mendengar perkataan Iblis daripada firman Tuhan, kenapa? Manusia berdosa beranggapan: “Jika aku menjadi seperti Allah, maka aku maha kuasa dan bisa melakukan apa yang aku mau. Jika aku menjadi seperti Allah, maka tidak perlu lagi Tuhan Allah. Jika aku menjadi seperti Allah, maka aku tidak perlu lagi menyembah Dia.”

Dengan kata lain, Manusia berdosa ingin memuliakan diri sendiri, bukan memuliakan Tuhan Allah. Manusia berdosa berusaha sekuat tenaga untuk mendapatkan nilai-nilai tinggi dalam ujian agar dipuji orang lain. Manusia berdosa mempunyai mainan yang bagus dan mahal agar teman-temannya kagum dengan dirinya. Manusia berdosa berusaha untuk mendapatkan uang yang banyak agar orang-orang lain hormat kepadanya.

Salah satu peristiwa yang menggambarkan seperti apa manusia berdosa yaitu peristiwa menara Babel (Kejadian 11:1-9). Manusia berdosa ingin membangun menara dan kota. Apa tujuan manusia berdosa? Kejadian 11:4, "Marilah kita dirikan bagi kita sebuah kota dengan sebuah menara yang puncaknya sampai ke langit, dan marilah kita cari nama, supaya kita jangan terserak ke seluruh bumi." Dari hal ini kita dapat belajar mengenai tujuan manusia berdosa:
(1) Membangun dan mengerjakan segala sesuatu untuk diri sendiri,
(2) Menara sampai ke langit melawan Tuhan Allah,
(3) Memuliakan diri sendiri.

Kejatuhan manusia dalam dosa sangat mengecewakan Tuhan.  Kejadian 6:5-6, “Ketika dilihat TUHAN, bahwa kejahatan manusia besar di bumi dan bahwa segala kecenderungan hatinya selalu membuahkan kejahatan semata-mata, maka menyesallah TUHAN, bahwa Ia telah menjadikan manusia di bumi, dan hal itu memilukan hati-Nya.”

Manusia berdosa adalah manusia yang menyimpang dari tujuan Allah, memberontak kehendak-Nya dan terhilang tanpa tahu dimana dan kemana. Namun rencana Tuhan Allah tidak pernah gagal karena manusia berdosa. Ia adalah Allah yang adil menyatakan penghukumanNya atas dosa. Tuhan Allah menyatakan penghukuman bukan karena Ia benci manusia. Ia menyatakan penghukumanNya supaya manusia kembali kepada tujuan yang seharusnya. Kristus disalib sebagai perwujudan keadilan Allah yang sekaligus wujud cinta kasih-Nya yang besar atas manusia berdosa.

Jumat, 03 Februari 2017

Ketidakmungkinan dan Kemungkinan

Selalu ada “mungkin” dalam ketidakmungkinan. Saya terinspirasi demikian dari tulisan Richard Kearney dan John D. Caputo. Dua tokoh yang begitu luar biasa mengagumkan. Saya sampai berkomitmen suatu kali nanti akan menelaah secara mendalam pemikiran mereka. 

Masa depan penuh dengan ketidakpastian. Pemikiran tentang masa depan selalu menghantui saya dan tidak jarang membuat saya gemetar. Saya takut menjadi tua. Saya takut mengalami kegagalan di masa depan. Saya takut masa depan menjadi sia-sia. Namun, saya diingatkan bahwa masa depan penuh dengan segala kemungkinan “walaupun seolah” tidak mungkin. Justru karena masa depan itu misteri maka kemungkinan itu semakin besar. Bayangkan masa depan bukan suatu misteri tapi suatu keniscayaan dan dapat diprediksi dengan tepat maka tidak ada lagi kemungkinan. Misalnya saya dipastikan akan menjadi presiden Indonesia di masa depan, maka karena sudah pasti sangat mungkin saya akan menjalani hari-hari biasa atau dengan santai karena toh sudah pasti. Atau saya dipastikan menjadi pengemis di masa depan, saya juga tidak akan belajar dengan giat toh akan jadi pengemis. Tapi coba seperti sekarang saya belum tau pasti apakah akan menjadi presiden atau pengemis di masa depan, bagaimana saya menjalani hari-hari sekarang? Saya akan terdorong untuk belajar dengan giat karena kemungkinan masih terbuka. Kalau pun saya menjadi pengemis di masa depan, tapi saya tidak menyia-nyiakan hari saya sebelumnya dengan belajar giat. Pasti faedah belajar giat mempengaruhi saya di masa depan walaupun menjadi pengemis. Demikian pula jika saya menjadi presiden di masa depan, saya juga bukan presiden yang tanpa kerja keras. Saya menjadi presiden yang sungguh-sungguh belajar giat. Inilah kemungkinan dalam masa depan yang tak pasti.

“Mungkin” dalam ketidakmungkinan, tidak lagi berbicara ranah manusia melainkan Allah yang maha kuasa. “Mungkin” dalam ketidakmungkinan, berbicara tentang iman, pengharapan dan kasih di dalam Kristus. Hanya Dia yang dapat mengadakan sesuatu dari ketiadaan, menghidupkan dari kematian, memungkinkan dalam ketidakmungkinan. Dia adalah Allah yang Mungkin. Di dalam Dia, kemungkinan itu niscaya. Sebagaimana seorang anak dara pernah bertanya: “Bagaimana hal ini mungkin terjadi, karena aku belum bersuami?” dan malaikat Tuhan menjawab: “… Sebab bagi Allah tidak ada yang mustahil” (Lukas 1:37).

Kamis, 02 Februari 2017

Wahyu Umum dan Khusus (2)

Wahyu Khusus

“ilmu pengetahuan (wahyu umum) tanpa agama (wahyu khusus) itu pincang”
Wahyu umum tanpa wahyu khusus akan menghasilkan suatu “iman” yang tidak mempunyai dasar yang kuat dan jelas. Contohnya para atheist walaupun mungkin mereka tidak mengakui hal ini. Ketika kita mempelajari ilmu pengetahuan maka salah satu metode yang digunakan keraguan. Dari waktu ke waktu ada banyak ilmuwan menyadari bahwa ternyata ilmu pengetahuan manusia terbatas dan manusia tidak bisa mengetahui segala hal dengan penuh kepastian. Pengetahuan manusia hanya sampai pada kemungkinan (probabilitas). Usaha ilmuwan adalah menemukan kemungkinan yang paling mendekati kepastian dengan argumen yang paling meyakinkan, misalnya 99,9 % tepat dan argumen meyakinkan tidak pernah sampai pada 100 %.

Fenomenoogi, yang dipelopori oleh Husserl, merupakan salah satu filsafat ilmu yang bertujuan memperoleh pengetahuan yang rigorous (setepat-tepatnya) dengan reduksi eidetik dan kembali kepada benda itu sendiri (to the things itself - zu den Sachen selbst). Fenomenologi berusaha mengangkat dan menyelidiki sedalam-dalamnya fenomena dalam arti seluas-luasnya. Fenomena yang dimaksudkan adalah obyek apa pun yang menampakkan diri dalam kesadaran manusia. Kesadaran manusia merupakan suatu intensionalitas, “kesadaran akan sesuatu”. Kesadaran yang intensional ini mengandaikan “aku” (ego). Kesadaran terarah kepada obyek eksternal karena ada “aku” (subyek). Obyek dari kesadaran ini termasuk yang bersifat fisik (meja, kursi, dan lainnya) maupun mental (imaji atau ingatan). Fenomenologi mempunyai tujuan agar obyek kesadaran dapat menampakkan diri sebagaimana adanya. Obyek yang diselidiki akan memberikan makna yang terkait dengan subyek yang menyelidikinya. Namun, Husserl masih terperangkap dalam egologi. Ia terperangkap dalam kerangka subyek-obyek. Obyek hanya ada sebagai obyek dari suatu subyek yang menangkapnya dan subyek adalah subyek yang terarah kepada obyek.

Ironisnya fenomenologi kemudian hari berputar arah menuju teologi. Salah satu tokoh yang mempelopori hal ini adalah Jean Luc Marion. Nuansa teologi yang begitu kental dalam filsafatnya membuat banyak orang mempertanyakan bagaimana dengan posisi fenomenologi dalam zaman sekarang ini. Seolah menyatakan bahwa pengetahuan memang tak bisa dilepaskan dari “agama”. Seolah menyatakan bahwa pada hakikatnya pengetahuan tanpa agama itu pincang. Pengetahuan mau tidak mau, suka tidak suka memerlukan agama untuk dapat berdiri tegap. 

Disinilah supremasi Kristus mengatasi segalanya bahwa,

Ia adalah gambar Allah yang tidak kelihatan, yang sulung, lebih utama dari segala yang diciptakan, karena di dalam Dialah telah diciptakan segala sesuatu, yang ada di sorga dan yang ada di bumi, yang kelihatan dan yang tidak kelihatan, baik singgasana, maupun kerajaan, baik pemerintah, maupun penguasa; segala sesuatu diciptakan oleh Dia dan untuk Dia. Ia ada terlebih dahulu dari segala sesuatu dan segala sesuatu ada di dalam Dia. Ialah kepala tubuh, yaitu jemaat. Ialah yang sulung, yang pertama bangkit dari antara orang mati, sehingga Ia yang lebih utama dalam segala sesuatu. Karena seluruh kepenuhan Allah berkenan diam di dalam Dia, dan oleh Dialah Ia memperdamaikan segala sesuatu dengan diri-Nya, baik yang ada di bumi, maupun yang ada di sorga, sesudah Ia mengadakan pendamaian oleh darah salib Kristus. (Kolose 1:15-20)

Ditengah dunia yang penuh kenisbian, hanya Kristus yang niscaya benar karena Ia pada diriNya Subyek kebenaran (SANG BENAR). Sebagaimana Ia sendiri berkata: “Akulah jalan dan kebenaran dan hidup. Tidak ada seorangpun yang datang kepada Bapa, kalau tidak melalui Aku” (Yohanes 14:6). Sampai penggenapannya nanti tiba dan tidak ada seorang pun yang dapat menyangkal Sang Wahyu Khusus Allah, semua orang akan “bertekuk lutut segala yang ada di langit dan yang ada di atas bumi dan yang ada di bawah bumi, dan segala lidah mengaku: "Yesus Kristus adalah Tuhan," bagi kemuliaan Allah, Bapa!” (Filipi 2:10-11).