Sabtu, 28 Februari 2015

Siapakah Manusia?

Ada yang pernah mengatakan bahwa filsafat sebelum Socrates (pra-Sokrates) lebih fokus pada alam. Kemudian Socrates menjadi titik balik dimana filsafat manusia diangkat. Namun, saya percaya sejak dulu (sejak manusia pertama kali diciptakan ke dunia ini) sebenarnya manusia terus mencoba mengenali dirinya. Pengenalan akan diri itu terasa penting karena mencakup juga makna dan tujuan hidup manusia. Manusia yang tidak mengenal dirinya akan terus kehilangan arah dan hidup dalam kesia-siaan.

Topik ini juga yang merupakan salah satu hal terus saya pikirkan, kaji dan renungkan. Ada beberapa buku saya baca dari kitab suci keagamaan sampai buku-buku para ilmuwan yang mana cukup mempengaruhi cara pandangan saya melihat siapa manusia. Termasuk juga banyak hal yang saya renungkan ketika studi di kelas filsafat manusia. Dan dari semua itu ada beberapa hal yang saya sarikan dan rasa perlu untuk disadari setiap manusia mengenai siapa dirinya.

Pertama, manusia adalah pribadi mempunyai kemampuan refleksi diri dan kesadaran/pengenalan diri. Pertanyaan mengenai “siapa manusia” mengandaikan akan kemampuan refleksi diri dan kesadaran/pengenalan diri manusia. Tumbuh-tumbuhan dan binatang tidak pernah mempertanyakan “siapa tumbuh-tumbuhan atau binatang”. Dengan kata lain, seekor singa itu tidak pernah tahu bahwa dirinya singa. Singa menjalankan hidupnya berdasarkan insting. Yang tahu bahwa seekor singa itu adalah singa yaitu manusia. Tapi seorang manusia menyadari bahwa dirinya adalah manusia dan berbeda dengan ciptaan lain. Bahkan lebih lagi karena manusia bisa mengenali diri maka ia juga bisa memberikan identitas pada dirinya (self-image) sebagaimana ia mau orang lain menilai dan melihatnya. Manusia bisa saja menjadi “singa” atau apa pun yang dia mau tentu dalam batasannya. Ia bisa bertindak seperti singa sedangkan singa tidak bisa bersikap seperti manusia. Kalau kita melihat ada singa yang bisa bersikap seperti manusia itu pasti karena latihan dengan paksaan.

Kedua, manusia adalah makhluk rasional,  berperasaan dan berkehendak. Biasanya ini dikenal dengan istilah “pribadi”. Ini yang membedakan antara manusia dan binatang (juga tumbuhan). Manusia bisa berpikir berarti manusia bisa menampung pengetahuan dari sekitarnya. Dan kemampuan untuk berpikir ini batasannya adalah umur manusia sendiri. Secara material, ada yang menyatakan bahwa daya tampung otak manusia itu lebih dari 4 terrabytes. Entah itu benar atau salah, namun dari hal ini kita bisa diyakinkan bahwa kemampuan berpikir manusia itu memang luar biasa. Memang seiring bertambahnya umur maka kemampuan otak (material) tersebut menurun. Tapi tetap itu tidak tentu kemampuan berpikir (immaterial) manusia juga menurun.

Manusia adalah makhluk yang mempunyai perasaan. Sedangkan binatang hanya memliki insting saja. Manusia mempunyai perasaan yang begitu variatif. Ada senang, sedih, marah, kasih dan lain-lain. Suatu perasaan bisa muncul karena berbagai macam penyebab. Misalnya kemarahan disebabkan oleh banyak hal. Bisa karena kehilangan sesuatu, diperlakukan tidak hormat, diejek dan lain-lain. Perasaan ini akan selalu ada walaupun mungkin ada beberapa yang dilatih atau dikendalikan. Misalnya mempunyai pengendalian akan marah dan kebencian. Tapi tetap perasaan manusia tidak hilang

Yang lebih membuat manusia berbeda dengan binatang dan tumbuhan adalah kehendak. Manusia mempunyai kehendak bebas. Apa yang dilakukan binatang terikat oleh instingnya seperti makan, minum, beranak, melindungi diri dan lain-lain. Karena itu pola gerak-gerik binatang bisa kita perkirakan dengan tepat. Berbeda dengan manusia yang memiliki kebebasan, seperti bisa memilih melakukan sesuatu atau tidak. Dan sekaligus bertanggung jawab terhadap keputusan bebasnya tersebut. Gerak-gerik manusia cenderung sulit untuk diperkirakan. Manusia bisa memilih untuk makan atau tidak, minum atau tidak. Manusia juga bisa memilih makan apa dan minum apa. Sedangkan binatang dan tumbuhan tidak bisa memilih. Selain itu, manusia juga terus mempunyai dorongan untuk melakukan apa yang dia mau dan suka. Bahkan bisa memilih untuk melakukan hal yang dia tidak suka dan tidak mau. Karena manusia memiliki kehendak bebas.

Bagaimana dengan aturan-aturan yang dalam dalam kehidupan manusia? Memang ada aturan-aturan yang “mengikat” tapi manusia memiliki kebebasan mentaati atau tidak mentaati aturan-aturan tersebut. Dimana keputusannya akan mendapatkan suatu konsekuensi yang mengikutinya. Kalau taat, tidak dihukum bahkan mungkin dapat penghargaan. Kalau tidak taat, akan dihukum. Jadi walaupun ada aturan-aturan itu bukan berarti manusia tidak bebas, justru disitu menyatakan bahwa manusia memiliki kebebasan dalam mentaati atau tidak mentaati aturan-aturan dengan konsekuensi masing-masing yang mengikuti.

Kehendak bebas manusia juga yang mendorong manusia untuk memutuskan ia menjadi seperti apa. Singa dari ratusan tahun lalu sampai sekarang tetap seperti itu hidupnya mengikuti instingnya untuk bertahan hidup, makan, minum dan berkembangbiak. Sedangkan manusia ratusan tahun lalu berbeda dengan sekarang. Misalnya saja manusia memiliki dorongan untuk hidup lebih mudah dengan bantuan teknologi. Atau menentukan mau makanan seperti apa yang dikonsumsi dan lain-lain. Jadi dari dalam diri sendiri manusia mempunyai dorongan yang mana bebas untuk terus berkembang menjadi yang manusia inginkan.

Ketiga, manusia adalah pribadi berbudaya dan bersejarah. Segala ekspresi eksternal manusia bisa dikatakan sebagai kebudayaan. Kebudayaan mencakup simbol, makna, gaya hidup, cara pandang, kebiasaan dan lain-lain. Karena kebudayaan merupakan suatu ekspresi siapa manusia yang mana terus berkembang seiring berjalannya waktu. Sarang lebah atau sarang semut tidak akan disebut sebagai hasil dari kebudayaan lebih atau semut. Walaupun kalau kita pelajari sarang tersebut begitu indah dan rumit. Kita akan kagum bagaimana lebah dan semut itu bisa membuat sarang begitu indah dan rumit tersebut. Tetap bukan suatu kebudayaan karena lebah dan semut mengerjakan semuanya berdasarkan insting untuk bertahan hidup. Buktinya dari ribuan tahun lalu sampai saat ini, lebih dan semut tetap melakukan hal yang sama. Berarti tidak ada perkembangan yang mereka kerjakan mengenai sarangnya. Masih tetap dari bahan yang sama, fungsi yang sama dan tujuan yang sama. Yang berbeda hanya lebah dan semutnya. Sedangkan manusia berbeda. Ribuan tahun lalu manusia di mesir membuat piramida yang agung dan rumit. Dengan berbagai tujuan bukan sekedar bertahan hidup tapi tentang makna hidup. Salah satunya piramida dibuat sebagai simbol keagungan kebudayaan dan penghormatan kepada firaun (penguasa mesir).

Selain itu, manusia juga pribadi yang memiliki kesadaran akan waktu (sejarah) yang mana berkaitan dengan kebudayaan. Manusia mempunyai kesadaran akan masa lalu, sekarang dan akan datang. Kesadaran waktu ini juga yang seringkali menjadi pendorong manusia untuk terus berkembang dalam kebudayaan. Masa lalu bisa menjadi penyesalan dan juga kebanggaan. Kalau itu penyesalan, manusia bisa belajar dari apa yang sudah terjadi di masa lalu untuk menjadi pelajaran menghidupi masa kini. Kalau itu kebanggaan, maka itu menjadi modal manusia untuk menjalankan masa sekarang. Dan masa kini yang dijalankan bukan berhenti hanya untuk di sini sekarang (here and now) saja. Tapi merupakan suatu investasi akan masa yang akan datang. Entah masa akan datang itu menakutkan (misalnya kematian) atau menyenangkan (misalnya kebahagiaan). Kehidupan sekarang manusia, terdorong ke masa akan datang.

Keempat, Manusia adalah pribadi etis dan estetis. Saya pikir semua manusia menyukai keteraturan dan keindahan. Pribadi etis di sini berarti manusia memiliki kesadaran moral. Manusia pada dasarnya memiliki hukum di dalam diri (hati nurani). Hukum-hukum di luar diri mengandaikan bahwa manusia memang memiliki suatu kesadaran moral dalam diri. Setiap kita pada dasarnya sudah mengenal baik dan jahat. Walaupun pengertiannya bisa berbeda-beda. Tapi kategori tersebut ada dalam cara pandang kita melihat segala sesuatu. Anak kecil setiap kali menonton suatu film seringkali menanyakan mana yang jagoan baiknya dan mana penjahatnya. Dan dari kecil juga setiap kita mempunyai dorongan untuk menjadi manusia yang baik. Ketika kita ingat waktu kecil dulu kita bercita-cita jadi apa, maka kita akan heran bahwa kenapa cita-cita kita tidak ada yang menjadi penjahat, pencuri, pembunuh nomor satu. Setiap kali saya pergi ke sekolah-sekolah dan bertemu dengan siswa-siswa saya menanyakan cita-cita mereka. Dan semua cita-citanya menjadi yang baik. Mereka pun heran ketika menyadari bahwa ternyata tidak ada cita-cita yang menjadi penjahat. Ini menyatakan bahwa manusia memiliki kesadaran moral. Kalau pun mungkin ada pasti sedikit sekali. Dan tetap kalau pun ada yang menjadi penjahat, itu mengandaikan bahwa manusia memang memiliki kesadaran moral. Bahwa orang tersebut pasti juga mengetahui mana yang baik dan jahat dan memutuskan untuk menjadi seperti apa.

Selain itu, yang mana berkaitan juga dengan keteraturan dan keindahan yaitu manusia pribadi estetis. Manusia memiliki kemampuan untuk mengetahui mana yang indah dan yang tidak. Tentunya setiap orang memiliki standar yang berbeda-beda. Tapi tetap ada standar umum yang dimiliki oleh setiap kita. Misalnya dalam hal berpakaian. Pakaian tidak hanya sekedar menutupi dan melindungi tubuh kita. Tapi lebih dari itu, manusia membuat pakaian juga dalam kategori keindahan. Karena itu, manusia memilih berpakaian seperti apa dari yang sederhana sampai yang rumit. Sedangkan binatang dan tumbuhan tidak. Walaupun kita bisa melihat keindahan binatang dan tumbuhan, tapi mereka sendiri tidak melihat hal tersebut. Kita bisa mengagumi keindahan burung merak, tapi burung merak tidak menyadari keindahannya sendiri. Dan bisa dibilang hanya menganggap itu biasa saja. Kita bisa mengagumi keindahan pelangi yang muncul sesudah hujan. Tapi binatang dan tumbuhan melihatnya biasa saja.

Kelima, Manusia adalah pribadi yang mempunyai dorongan untuk berelasi pada yang ilahi. Dari semua di atas, saya percaya inilah yang paling unik dan khusus dimiliki oleh manusia. Inilah jati diri manusia yang membedakan manusia dengan binatang dan tumbuhan. Waktu saya kecil, saya pernah melihat belalang yang “tangan”nya ke atas. Waktu itu ada yang mengajarkan bahwa belalang tersebut sedang menyembah Tuhan jadi jangan diganggu. Tapi nyatanya tidak demikian. Karena belalang tidak memiliki unsur immaterial seperti manusia. Belalang tidak mempunyai dorongan untuk beribadah. Sedangkan manusia adalah pribadi yang mempunyai dorongan dan kemampuan untuk berelasi dengan ilahi. Karena manusia memiliki unsur immaterial yaitu roh.

Saya bersyukur, Pencipta sudah mencipta saya sebagai manusia. Karena saya diberikan kesempatan untuk dapat berelasi dengan Sang Pencipta. Dan dimampukan untuk meresponi dengan tepat apa yang menjadi tugas dan panggilan saya sebagai manusia. Ketika memikirkan “siapa manusia” justru membuat saya semakin kagum dengan penuh ucapan syukur kepada Sang Pencipta. Saya teringat akan bagian dari Mazmur 8:4-9, yang mengatakan:
Apakah manusia, sehingga Engkau mengingatnya?
Apakah anak manusia, sehingga Engkau mengindahkannya?
Namun Engkau telah membuatnya hampir sama seperti Allah,
dan telah memahkotainya dengan kemuliaan dan hormat.
Engkau membuat dia berkuasa atas buatan tangan-Mu;
segala-galanya telah Kauletakkan di bawah kakinya:
kambing domba dan lembu sapi sekalian,
juga binatang-binatang di padang; burung-burung di udara
dan ikan-ikan di laut, dan apa yang melintasi arus lautan.

Ya TUHAN, Tuhan kami, betapa mulianya nama-Mu di seluruh bumi!