Ada yang pernah mengatakan bahwa
filsafat sebelum Socrates (pra-Sokrates) lebih fokus pada alam. Kemudian Socrates menjadi
titik balik dimana filsafat manusia diangkat. Namun, saya percaya sejak dulu
(sejak manusia pertama kali diciptakan ke dunia ini) sebenarnya manusia terus
mencoba mengenali dirinya. Pengenalan akan diri itu terasa penting karena
mencakup juga makna dan tujuan hidup manusia. Manusia yang tidak mengenal
dirinya akan terus kehilangan arah dan hidup dalam kesia-siaan.
Topik
ini juga yang merupakan salah satu hal terus saya pikirkan, kaji dan renungkan.
Ada beberapa buku saya baca dari kitab suci keagamaan sampai buku-buku para
ilmuwan yang mana cukup mempengaruhi cara pandangan saya melihat siapa manusia.
Termasuk juga banyak hal yang saya renungkan ketika studi di kelas filsafat
manusia. Dan dari semua itu ada beberapa hal yang saya sarikan dan rasa perlu
untuk disadari setiap manusia mengenai siapa dirinya.
Pertama,
manusia adalah pribadi mempunyai kemampuan refleksi diri dan
kesadaran/pengenalan diri. Pertanyaan mengenai “siapa manusia” mengandaikan akan kemampuan refleksi diri dan
kesadaran/pengenalan diri manusia. Tumbuh-tumbuhan dan binatang tidak pernah
mempertanyakan “siapa tumbuh-tumbuhan atau binatang”. Dengan kata lain, seekor
singa itu tidak pernah tahu bahwa dirinya singa. Singa menjalankan hidupnya
berdasarkan insting. Yang tahu bahwa seekor singa itu adalah singa yaitu
manusia. Tapi seorang manusia menyadari bahwa dirinya adalah manusia dan
berbeda dengan ciptaan lain. Bahkan lebih lagi karena manusia bisa mengenali
diri maka ia juga bisa memberikan identitas pada dirinya (self-image) sebagaimana ia mau orang lain menilai dan melihatnya. Manusia
bisa saja menjadi “singa” atau apa pun yang dia mau tentu dalam batasannya. Ia
bisa bertindak seperti singa sedangkan singa tidak bisa bersikap seperti
manusia. Kalau kita melihat ada singa yang bisa bersikap seperti manusia itu
pasti karena latihan dengan paksaan.
Kedua,
manusia adalah makhluk rasional, berperasaan
dan berkehendak. Biasanya ini dikenal dengan istilah “pribadi”. Ini yang membedakan antara manusia dan binatang (juga
tumbuhan). Manusia bisa berpikir berarti manusia bisa menampung pengetahuan
dari sekitarnya. Dan kemampuan untuk berpikir ini batasannya adalah umur
manusia sendiri. Secara material, ada yang menyatakan bahwa daya tampung otak
manusia itu lebih dari 4 terrabytes. Entah itu benar atau salah, namun dari hal
ini kita bisa diyakinkan bahwa kemampuan berpikir manusia itu memang luar
biasa. Memang seiring bertambahnya umur maka kemampuan otak (material) tersebut
menurun. Tapi tetap itu tidak tentu kemampuan berpikir (immaterial) manusia
juga menurun.
Manusia adalah makhluk
yang mempunyai perasaan. Sedangkan binatang hanya memliki insting saja. Manusia
mempunyai perasaan yang begitu
variatif. Ada senang, sedih, marah, kasih dan lain-lain. Suatu perasaan bisa
muncul karena berbagai macam penyebab. Misalnya kemarahan disebabkan oleh
banyak hal. Bisa karena kehilangan sesuatu, diperlakukan tidak hormat, diejek
dan lain-lain. Perasaan ini akan selalu ada walaupun mungkin ada beberapa yang
dilatih atau dikendalikan. Misalnya mempunyai pengendalian akan marah dan
kebencian. Tapi tetap perasaan manusia tidak hilang
Yang lebih membuat
manusia berbeda dengan binatang dan tumbuhan adalah kehendak. Manusia mempunyai
kehendak bebas. Apa yang dilakukan binatang terikat oleh instingnya seperti
makan, minum, beranak, melindungi diri dan lain-lain. Karena itu pola
gerak-gerik binatang bisa kita perkirakan dengan tepat. Berbeda dengan manusia
yang memiliki kebebasan, seperti bisa memilih melakukan sesuatu atau tidak. Dan
sekaligus bertanggung jawab terhadap keputusan bebasnya tersebut. Gerak-gerik
manusia cenderung sulit untuk diperkirakan. Manusia bisa memilih untuk makan
atau tidak, minum atau tidak. Manusia juga bisa memilih makan apa dan minum
apa. Sedangkan binatang dan tumbuhan tidak bisa memilih. Selain itu, manusia
juga terus mempunyai dorongan untuk melakukan apa yang dia mau dan suka. Bahkan
bisa memilih untuk melakukan hal yang dia tidak suka dan tidak mau. Karena manusia
memiliki kehendak bebas.
Bagaimana dengan
aturan-aturan yang dalam dalam kehidupan manusia? Memang ada aturan-aturan yang
“mengikat” tapi manusia memiliki kebebasan mentaati atau tidak mentaati
aturan-aturan tersebut. Dimana keputusannya akan mendapatkan suatu konsekuensi
yang mengikutinya. Kalau taat, tidak dihukum bahkan mungkin dapat penghargaan.
Kalau tidak taat, akan dihukum. Jadi walaupun ada aturan-aturan itu bukan
berarti manusia tidak bebas, justru disitu menyatakan bahwa manusia memiliki kebebasan
dalam mentaati atau tidak mentaati aturan-aturan dengan konsekuensi
masing-masing yang mengikuti.
Kehendak bebas manusia
juga yang mendorong manusia untuk memutuskan ia menjadi seperti apa. Singa dari
ratusan tahun lalu sampai sekarang tetap seperti itu hidupnya mengikuti
instingnya untuk bertahan hidup, makan, minum dan berkembangbiak. Sedangkan
manusia ratusan tahun lalu berbeda dengan sekarang. Misalnya saja manusia
memiliki dorongan untuk hidup lebih mudah dengan bantuan teknologi. Atau menentukan
mau makanan seperti apa yang dikonsumsi dan lain-lain. Jadi dari dalam diri
sendiri manusia mempunyai dorongan yang mana bebas untuk terus berkembang
menjadi yang manusia inginkan.
Ketiga,
manusia adalah pribadi berbudaya dan bersejarah. Segala ekspresi eksternal
manusia bisa dikatakan sebagai kebudayaan. Kebudayaan mencakup simbol, makna,
gaya hidup, cara pandang, kebiasaan dan lain-lain. Karena kebudayaan merupakan
suatu ekspresi siapa manusia yang mana terus berkembang seiring berjalannya
waktu. Sarang lebah atau sarang semut tidak akan disebut sebagai hasil dari
kebudayaan lebih atau semut. Walaupun kalau kita pelajari sarang tersebut
begitu indah dan rumit. Kita akan kagum bagaimana lebah dan semut itu bisa
membuat sarang begitu indah dan rumit tersebut. Tetap bukan suatu kebudayaan
karena lebah dan semut mengerjakan semuanya berdasarkan insting untuk bertahan
hidup. Buktinya dari ribuan tahun lalu sampai saat ini, lebih dan semut tetap
melakukan hal yang sama. Berarti tidak ada perkembangan yang mereka kerjakan
mengenai sarangnya. Masih tetap dari bahan yang sama, fungsi yang sama dan
tujuan yang sama. Yang berbeda hanya lebah dan semutnya. Sedangkan manusia
berbeda. Ribuan tahun lalu manusia di mesir membuat piramida yang agung dan
rumit. Dengan berbagai tujuan bukan sekedar bertahan hidup tapi tentang makna
hidup. Salah satunya piramida dibuat sebagai simbol keagungan kebudayaan dan
penghormatan kepada firaun (penguasa mesir).
Selain itu, manusia
juga pribadi yang memiliki kesadaran akan waktu (sejarah) yang mana berkaitan
dengan kebudayaan. Manusia mempunyai kesadaran akan masa lalu, sekarang dan
akan datang. Kesadaran waktu ini juga yang seringkali menjadi pendorong manusia
untuk terus berkembang dalam kebudayaan. Masa lalu bisa menjadi penyesalan dan
juga kebanggaan. Kalau itu penyesalan, manusia bisa belajar dari apa yang sudah
terjadi di masa lalu untuk menjadi pelajaran menghidupi masa kini. Kalau itu
kebanggaan, maka itu menjadi modal manusia untuk menjalankan masa sekarang. Dan
masa kini yang dijalankan bukan berhenti hanya untuk di sini sekarang (here and now) saja. Tapi merupakan
suatu investasi akan masa yang akan datang. Entah masa akan datang itu
menakutkan (misalnya kematian) atau menyenangkan (misalnya kebahagiaan).
Kehidupan sekarang manusia, terdorong ke masa akan datang.
Keempat, Manusia adalah
pribadi etis dan estetis. Saya pikir semua manusia menyukai keteraturan dan
keindahan. Pribadi etis di sini berarti manusia memiliki kesadaran moral.
Manusia pada dasarnya memiliki hukum di dalam diri (hati nurani). Hukum-hukum
di luar diri mengandaikan bahwa manusia memang memiliki suatu kesadaran moral
dalam diri. Setiap kita pada dasarnya sudah mengenal baik dan jahat. Walaupun
pengertiannya bisa berbeda-beda. Tapi kategori tersebut ada dalam cara pandang
kita melihat segala sesuatu. Anak kecil setiap kali menonton suatu film seringkali
menanyakan mana yang jagoan baiknya dan mana penjahatnya. Dan dari kecil juga
setiap kita mempunyai dorongan untuk menjadi manusia yang baik. Ketika kita
ingat waktu kecil dulu kita bercita-cita jadi apa, maka kita akan heran bahwa
kenapa cita-cita kita tidak ada yang menjadi penjahat, pencuri, pembunuh nomor
satu. Setiap kali saya pergi ke sekolah-sekolah dan bertemu dengan siswa-siswa
saya menanyakan cita-cita mereka. Dan semua cita-citanya menjadi yang baik.
Mereka pun heran ketika menyadari bahwa ternyata tidak ada cita-cita yang
menjadi penjahat. Ini menyatakan bahwa manusia memiliki kesadaran moral. Kalau
pun mungkin ada pasti sedikit sekali. Dan tetap kalau pun ada yang menjadi
penjahat, itu mengandaikan bahwa manusia memang memiliki kesadaran moral. Bahwa
orang tersebut pasti juga mengetahui mana yang baik dan jahat dan memutuskan
untuk menjadi seperti apa.
Selain itu, yang mana
berkaitan juga dengan keteraturan dan keindahan yaitu manusia pribadi estetis.
Manusia memiliki kemampuan untuk mengetahui mana yang indah dan yang tidak.
Tentunya setiap orang memiliki standar yang berbeda-beda. Tapi tetap ada
standar umum yang dimiliki oleh setiap kita. Misalnya dalam hal berpakaian.
Pakaian tidak hanya sekedar menutupi dan melindungi tubuh kita. Tapi lebih dari
itu, manusia membuat pakaian juga dalam kategori keindahan. Karena itu, manusia
memilih berpakaian seperti apa dari yang sederhana sampai yang rumit. Sedangkan
binatang dan tumbuhan tidak. Walaupun kita bisa melihat keindahan binatang dan
tumbuhan, tapi mereka sendiri tidak melihat hal tersebut. Kita bisa mengagumi
keindahan burung merak, tapi burung merak tidak menyadari keindahannya sendiri.
Dan bisa dibilang hanya menganggap itu biasa saja. Kita bisa mengagumi
keindahan pelangi yang muncul sesudah hujan. Tapi binatang dan tumbuhan
melihatnya biasa saja.
Kelima,
Manusia adalah pribadi yang mempunyai dorongan untuk berelasi pada yang ilahi. Dari
semua di atas, saya percaya inilah yang paling unik dan khusus dimiliki oleh
manusia. Inilah jati diri manusia yang membedakan manusia dengan binatang dan
tumbuhan. Waktu saya kecil, saya pernah melihat belalang yang “tangan”nya ke
atas. Waktu itu ada yang mengajarkan bahwa belalang tersebut sedang menyembah
Tuhan jadi jangan diganggu. Tapi nyatanya tidak demikian. Karena belalang tidak
memiliki unsur immaterial seperti manusia. Belalang tidak mempunyai dorongan
untuk beribadah. Sedangkan manusia adalah pribadi yang mempunyai dorongan dan
kemampuan untuk berelasi dengan ilahi. Karena manusia memiliki unsur immaterial
yaitu roh.
Saya bersyukur,
Pencipta sudah mencipta saya sebagai manusia. Karena saya diberikan kesempatan
untuk dapat berelasi dengan Sang Pencipta. Dan dimampukan untuk meresponi
dengan tepat apa yang menjadi tugas dan panggilan saya sebagai manusia. Ketika
memikirkan “siapa manusia” justru membuat saya semakin kagum dengan penuh
ucapan syukur kepada Sang Pencipta. Saya teringat akan bagian dari Mazmur 8:4-9,
yang mengatakan:
Apakah manusia,
sehingga Engkau mengingatnya?
Apakah
anak manusia, sehingga Engkau mengindahkannya?
Namun Engkau telah membuatnya hampir sama seperti Allah,
dan telah memahkotainya dengan kemuliaan dan hormat.
Engkau membuat dia berkuasa atas buatan tangan-Mu;
segala-galanya telah Kauletakkan di bawah kakinya:
kambing domba dan lembu sapi sekalian,
juga binatang-binatang di padang; burung-burung di udara
dan ikan-ikan di laut, dan apa yang melintasi arus
lautan.
Ya TUHAN, Tuhan kami, betapa mulianya nama-Mu di seluruh
bumi!