Sabtu, 26 Januari 2019

Happiness Is The Lord

Teks & Musik: Ira F. Stanphill, 1968

Ira F. Stanphill lahir di Belview, New Mexico, pada tahun 1914. Orang tuanya adalah Andrew Crittenton Stanphill dan Maggie Flora Engler Stanphill. Sampai berumur 12 tahun, Ira tinggal bersama orang tuanya di Kansas. Saat berumur 12 tahun itulah Ia bertobat. Sesudah lulus dari College yaitu pada saat itu berumur 22 tahun, Ia mulai berkotbah. Ia terlibat aktif dalam pelayanan penginjil dari suatu lembaga misi.

Ia merupakan salah satu penulis lagu kristen asal Amerika yang begitu dikenal pada pertengahan abad ke-20. Dia telah menulis lebih dari 550 lagu, di antaranya yang paling terkenal: “Mansion over the Hilltop,” “Room at the Cross,” dan tentu saja “Happiness Is the Lord.” Kadangkala Tuhan memberikan sebuah lagu kepada pengubah lagu pada saat yang tidak disangkasangka. Begitulah yang terjadi pada Ira Stanphill pada suatu sore di tahun 1974, setelah ia meninggalkan kantor gereja, di mana ia menjadi pendeta, di Fort Worth, Texas. Radio mobilnya menyala, dan selama menyetir dia mendengarkan beberapa iklan. Beberapa iklan tersebut disponsori oleh perusahaan yang mempromosikan happy hour dan minuman alkohol. Dia juga mendengar iklan rokok yang disampaikan sedemikian hingga seakan-akan bisa memberikan kebahagiaan.

Kata ‘kebahagiaan’ digunakan beberapa kali dalam iklan tersebut. Pada saat itu Ira berpikir bahwa kebahagiaan bukanlah datang dari semua hal itu, tapi dari mengenal Kristus. Selama pemikiran itu menguasai pikirannya, ia mulai bernyanyi. Dia menyanyikan sebuah lagu baru, menyusun kata-kata dan melodinya seraya menyetir. Dia menyanyikan lagu ini hampir sama seperti yang kita kenal sekarang.

Pengkotbah 8:12-13
Walaupun orang yang berdosa dan yang berbuat jahat seratus kali hidup lama, namun aku tahu, bahwa orang yang takut akan Allah akan beroleh kebahagiaan, sebab mereka takut terhadap hadirat-Nya. Tetapi orang yang fasik tidak akan beroleh kebahagiaan dan seperti bayang-bayang ia tidak akan panjang umur, karena ia tidak takut terhadap hadirat Allah.

Kamis, 24 Januari 2019

Api Zaman

Teks    : C. M. Yu, Malang, 1969
Musik : Stephen Tong, Malang, 1969

Pdt Stephen Tong lahir tahun 1940 di kota Xiamen, Cina. Ayahnya berasal dari Cina dan Ibunya berasal dari Indonesia. Dari keluarga ini lahirlah 7 orang anak yang terdiri dari 6 anak laki-laki dan 1 anak perempuan. Ayahnya meninggal dunia ketika Pak Tong berumur 3 tahun. Sejak itu Ibunya mengasuh 7 orang anak ini sendirian. Ketika Pak Tong berumur 9 tahun, Ibunya membawa mereka ke Indonesia. Mereka pun tinggal di Surabaya. Ketika Pak Tong berumur 17 tahun, dia mengikuti suatu kebaktian yang dipimpin oleh seorang hamba Tuhan bernama Andrew Gih. Dalam kebaktian itu, dia dan 4 saudaranya laki-lakinya menyerahkan diri untuk hidup melayani Tuhan seumur hidup mereka. Kelima orang ini adalah Peter, Caleb, Solomon, Stephen dan Joseph. Mereka pun sampai sekarang menjadi hamba Tuhan dan melayani di beberapa tempat di dunia. Pdt. DR. Stephen Tong sendiri sudah melayani lebih dari 50 tahun di berbagai negara. 

Inti pesan lagu ini secara menyeluruh adalah mendorong setiap orang kristen untuk menjadi saksi Tuhan dan memberitakan injil Tuhan. Bait pertama, injil tidak dapat dilepaskan dengan salib. Penginjilan didasarkan pada pengorbanan Kristus di salib. 1 Korintus 1:17, Sebab Kristus mengutus aku bukan untuk membaptis, tetapi untuk memberitakan Injil; dan itupun bukan dengan hikmat perkataan, supaya salib Kristus jangan menjadi sia-sia. Selain itu, bait kedua menyatakan bahwa penginjilan didorong oleh mencintai jiwa-jiwa. Sebagaimana dinyatakan oleh Paulus dalam Efesus 3:1, Itulah sebabnya aku ini, Paulus, orang yang dipenjarakan karena Kristus Yesus untuk kamu orang-orang yang tidak mengenal Allah. Ketika kita mencintai jiwa-jiwa berarti kita merindukan jiwa-jiwa tersebut datang kepada Tuhan dan mengalami keselamatan di dalam Kristus. Ketiga, pengorbanan Kristus, pengorbanan para martir dan mencintai jiwa-jiwa seharusnya tidak menjadikan kita duduk diam melainkan bangkit dan memberitakan injil. Sesudah menyadari dasar yang mendorong kita menginjili, apa yang harus kita lakukan? Mempersembahkan diri menjadi saksi Kristus. Kiranya Tuhan Allah memampukan kita untuk bersaksi bagi Dia.

Rabu, 23 Januari 2019

Pemberian Allah



Pengkhotbah 3:11-13

Kitab Pengkhotbah merupakan salah satu kitab yang dikategorikan Kitab hikmat. Kitab ini yang memang sulit untuk dipahami. Kitab Pengkhotbah sama seperti Kitab Ayub. Dalam kitab Ayub dicatat “penghiburan sialan” (Ayub 16:2) diberikan oleh teman-teman Ayub (kecuali Elihu). Jadi mengutip perkataan teman-teman Ayub untuk mengungkapkan kebenaran adalah hal yang salah. Ketika kita membaca Alkitab kita harus mengerti keseluruhannya. Kitab Pengkhotbah terdapat kata-kata yang menyatakan realita hidup begitu menyedihkan dan menjadikan kita cenderung pesimis jikalau kita tidak membaca dengan hati-hati. Tetapi secara keseluruhan Kitab Pengkhotbah ini bukanlah 100 % mengajarkan pesimis terhadap kehidupan. Kitab Pengkhotbah mengajarkan kita untuk melihat kehidupan itu secara kritis dan realistis yaitu melihat kehidupan dari cara pandang from above, cara pandang Tuhan. Kitab Pengkhotbah tidak mengajarkan cara pandang from belowTerkadang ada kata-kata Pengkhotbah itu seperti sindirian dan sinis. Pengkotbah menyatakan pandangannya seperti lelucon yang sekaligus menegur kita yang akhirnya menertawakan dan meratapi kehidupan kita sebagai manusia. Hal tersebut mau tidak mau akhirnya membawa kita melihat bagaimana seharusnya kesadaran akan keberadaan Tuhan dan iman akan Tuhan itu begitu penting dalam kehidupan manusia secara umum. Orang percaya sejati adalah orang-orang yang memiliki cara pandang from above memandang dunia ini.

Pengkhotbah 3:11-13 mengajarkan kita Bagaimana seharusnya seseorang itu melihat kehidupan ini?” Ada dua cara pandang untuk kita melihat kehidupan yaitu:
(1) hidup sebagai pencapaian manusia
(2) hidup sebagai pemberian ilahi. 

Banyak sekali ajaran dunia termasuk juga yang disajikan Pengkhotbah memandang hidup kita dan segala yang kita dapatkan 100 % usaha kita. Pandangan ini menekankan bahwa kehidupan kita bukan urusan orang lain tetapi kita sendiri: keberhasilan, kebaikan dan segala pencapaian adalah urusan dan tanggung jawab kita 100 % (tanpa ada campur tangan Allah). Bagaimana dalam kekristenan? Tidak sedikit cara pandang seperti ini mempengaruhi kekristenan bahwa pencapaian manusia itu penting dalam kekristenan: mentaati semua Firman Tuhan itu bukan urusan orang lain tetapi urusan dan tanggungjawab kita.

Alkitab mengajarkan agar kita menghayati kehidupan sebagai pemberian ilahi. Hidup ini bukanlah pencapaian saya tetapi pemberian Allah. Dalam bagian ini terdapat beberapa pemberian Allah. Pertama, kekekalan dalam hati manusia (ayat 11). “Kekekalan dalam hati” seperti kesadaran waktu yang terus-menerus berlangsung. Kesadaran akan waktu pada manusia sangat kuat dibandingkan dengan hewan dan tumbuhanKesadaran waktu ini bukan hanya kesadaran waktu secara matematis namun sampai pada hal-hal bersifat eksistensial seperti kesadaran waktunya akan berakhir (kematian) maupun kehidupan yang panjang. Kesadaran waktu sebagai pemberian Allah sering kali kita anggap remeh sehingga kita melalaikan waktu hidup kita. Sikap yang tepat terhadap kesadaran waktu membuat kita lebih bijak menjalani hidup kita. Alkitab mengajarkan kita hidup seturut dengan Tuhan dan sesuai dengan waktu yang Dia berikan kepada setiap kita. Jika kita tidak bisa menghitung hari maka hari itu berlalu saja tanpa makna. Karena waktu itu pemberian Allah yang sangat penting dan berharga maka seharusnya kita tidak menyia-nyiakan waktu kita. Musa berkata: Ajarlah kami menghitung hari-hari kami sedemikian, hingga kami beroleh hati yang bijaksana (Mazmur 90:12)Orang orang yang terus menghayati kehidupannya dalam waktu yang Tuhan berikan adalah orang-orang yang bijaksana. Tidak ada orang bijaksana yang berkata bahwa waktu itu tidak terasa dan berlalu begitu sajaPemberian Tuhan kepada manusia yang begitu besar dan bernilai namun sering kita anggap remeh yaitu waktu.

Kedua, sukacita, bersuka-suka menikmati hidup (Ayat 12)Kesukacitaan ketika kita menjalankan hidup adalah pemberian Allah. Kadang ada orang yang tertentu melihat kehidupan begitu pesimis dan menyedihkan sampai mengatakan lebih baik bagi manusia itu tidak dilahirkan atau mati muda. Tidak jarang dalam perjalanan hidup kita ada masa dimana kita pernah melihat hidup itu tanpa kesukaan dan dengan kacamata yang murung, tanpa senyum dan tawa. Alkitab mengatakan bersukacita adalah pemberian Allah. Menikmati kehidupan adalah pemberian Allah. Artinya hidup ini harus kita jalani dengan sukacita. Hidup ini harus kita rayakan bukan dalam dosa tetapi dalam anugerah Allah. Hidup itu bukan dengan perhitungan tetapi perayaan. Cara pandang hidup yang benar bagi orang Kristen adalah bagaimana kita melihat kehidupan ini dengan bersuka didalamnya, menikmati tanpa perhitungan. Tuhan Allah itu sumber hidup maka hidup itu hanya dari Allah sedangkan dosa itu lawan dari hidup, dosa membawa kita kepada kematian. Rancangan Allah yang sejati adalah sukacita dan kebahagiaan sejati di dalam Dia. “Rancangan dosa membawa kita kepada kematian. Bagaimana kita menghidupi kehidupan kitaLebih banyak muram atau senyum?  Pemberian Allah yaitu hidup untuk merayakan kehidupan itu sendiri.

Ketiga, menikmati kesenangan di dalam hidup: kesenangan yang baik, tepat dan benar (Ayat 12)Sesuatu yang baik merupakan sesuatu yang tepat dan harus kita kita nikmati. Hal yang seharusnya kita nikmati dalam hidup mencakup hal-hal intelektual dan etis. Kita harus menikmati pengetahuan yang baik khususnya akan kebenaran Firman TuhanSalah satu pemberian Allah pada kita adalah untuk menikmati pengenalan akan Allah dan kebenaran-Nya yang Ia berikan kepada kita. Selain itu, Tuhan Allah memberikan kita juga untuk dapat menikmati perbuatan baik. Tuhan ingin kita menikmati segala perbuatan baik yang bisa kita alami secara pribadi atau bersama. Kita harus menikmati segala perbuatan baik secara etis seperti hal-hal kesopanan. Ketika kita memberi senyum kepada orang lain dan menerima tegur sapa dari orang lain merupakan suatu pemberian Allah yang harus kita nikmatiDemikian pula sapaan yang kita berikan kepada orang lain ini bisa menjadikan motivasi orang lain. Sapaan merupakan suatu kenikmatan hidup yang harusnya kita berikan kepada orang lain. Kenikmatan hidup itu tidak harus berupa materi, justru ada orang lain yang menyapa kita dengan lembut mempunyai kenikmatan tersendiri yang tidak akan tergantikan yang lebih mahal dari pada makanan yang kita berikan yang bisa dimakan lalu habis.

Keempat, menikmati kesenangan dalam jerih payah (Ayat 13)“Jerih payah cenderung dipandang sebagai usaha dan tanggung jawab kita sendiri. Alkitab mengatakan segala jerih payah  itu adalah pemberian Allah. Artinya segala letih lesu yang kita alami di dalam perizinan Tuhan sebagai pemberian dari-Nya. Tuhan izinkan saya berlelah-lelah untuk dapat bekerja sehingga dapat makan dan minum, semuanya itu adalah pemberiaan Allah bukan usaha kita sedikitpun. Hidup ini bukan tentang menikmati kegunaan saja, tetapi menikmati kenikmatan itu sendiri. Pada waktu kita makan kita bukan makan hanya untuk kenyang tetapi kita makan untuk enak juga. Kita tidak bersalah ketika kita menikmati apa yang Tuhan berikan melalui jerih lelah yang Tuhan izinkan untuk kita alami. Jika kita melihat secara keseluruhan yang lebih luas di dalam Alkitab maka ketika kita nanti di surga adalah menikmati segala kemuliaan Allah. 

Hidup orang Kristen yang sejati bukanlah tentang hidup pencapaian tetapi hidup yang penuh dengan pemberian Allah. Ketika kita menyadari bahwa kita hidup dari pemberian Allah maka kita seharusnya tidak meremehkan dan menyia-nyiakan hidup iniSegala hidup Kristen adalah hidup yang penuh dengan pemberian Allah dan orang Kristen yang sejati adalah orang yang mampu melihat betapa berharganya pemberian Tuhan itu. Dietrich Bonhoeffer menyatakan ” Anugerah Allah itu gratis tetapi tidak murahan”. Sering kali kita menanggapi pemberian Allah dalam hidup kita sebagai pemberian murahan. Orang Kristen sejati adalah orang Kristen yang menyadari bahwa segala sesuatu dalam hidupnya bukan pencapaian manusia tetapi pemberian Allah yang gratis namun tidak murahan. Pemberian Allah yang paling puncak adalah Diri-Nya sendiri. Demikian pula pemberian kita yang paling puncak dalam relasi antar sesama adalah diri kita sendiri. Allah telah memberikan Diri-Nya untuk datang ke dunia dan mati di salib. Kita sering kali memanfaatkan kehadiran Allah ini untuk jalan masuk ke surga tetapi kita lupa untuk menikmati keindahan relasi di dalam Tuhan. Tuhan Yesus mengatakan Aku datang untuk memberikan hidup yang berkelimpahan” (Yohanes 10:10). Mari kita merenungkan kembali hidup kita dan mampu melihat bahwa hidup ini sebenarnya adalah pemberian Allah yang tidak seharusnya kita anggap remeh tetapi dengan sikap yang benar melihat betapa bernilainya pemberian Allah itu dalam hidup kita.