Jumat, 16 Juni 2017

Kemuliaan Allah Menjauh

Yehezkiel 10:1-22; 11:1-23

Yehezkiel merupakan anak dari keluarga imam. Ia lahir kurang lebih setahun atau sebelum Taurat ditemukan di Bait Allah pada masa pemerintahan Yosia (621 SM, 2 Raja 22-23). Raja Yosia melakukan reformasi rohani atas Israel dengan menghancurkan segala berhala dan menjalankan ibadah yang berkenan di hadapan Allah. Pada saat anak-anak, Yehezkiel menyaksikan Kerajaan Asyur mengalami penurunan sampai akhirnya dikalahkan. Ketika ia remaja, ia mendengar berita kematian Yosia di Megido ketika berperang dengan Firaun Neko (609 SM, 2 Raja 23:29; 2 Taw. 35:20-25). Yehezkiel mungkin pernah mendengar kotbah-kotbah dari Yeremia dan mengetahui pelayanan Habakuk dan Zepanya. Dia menyaksikan ketidakpastian politik sesudah kematian Yosia sampai pada penguasaan oleh Kerajaan Babilonia.

Dia dipanggil sebagai nabi pada saat berumur 30 tahun pada tahun ke-5 Yoyakhin, Raja Yehuda, mengalami pembuangan (592 SM, 1:1-2) pada masa pemerintahan Kerajaan Babilonia (Raja Nebukadnezar). Beberapa ahli memperkirakan Yehezkiel lahir pada tahun 623-622 SM. Dia melayani kurang lebih selama 22 tahun sampai dengan pembuangan Yaoyakhin tahun ke-27 (571, 29:17). Latar belakang dari keluarga imam dapat diketahui dari isi kitab Yehezkiel yang memang banyak fokusnya pada bait Allah dan upacara ibadat.

Seorang pelayan Tuhan memulai pelayanannya pada umur 30 tahun menurut Taurat (Bil. 4:3). Yehezkiel tidak dapat menjalankan pelayanannya karena ia berada di tanah pembuangan, kurang lebih 1000 mil (1609 km) dari Yerusalem. Ia tinggal bersama dengan isterinya di pembuangan (24:15-27) dekat sungai Kebar. Selain itu, Tuhan memanggil dia sebagai nabi ketika berumur 30 tahun. Visi (penglihatan) yang pertamanya sebagai nabi adalah Tuhan mengendarai kereta perang namun pergi menjauhi Yerusalem (10:1-2, 18-22). Alih-alih melindungi dan mempertahankan Yerusalem, Tuhan Allah justru menetapkan penghakiman-Nya atas Yerusalem.

Orang-orang yang mengalami pembuangan yang tinggal di suatu wilayah yang sama dengan Yehezkiel merupakan orang-orang “kelas atas” dari masyarakat Yehuda. Mereka tidak terlalu mempedulikan peringatan dari nabi-nabi masa lalu (2:3-8). Mereka berharap pembuangan hanya dalam waktu singkat dan mereka akan kembali memperoleh kekayaan dan penghormatan posisi mereka di masyarakat. Mereka menilai pesan firman Tuhan melalui Yehezkiel hanya sebagai sindiran (20:49; 33:30-32). Namun Allah menyatakan bahwa firman-Nya itu benar dan Yerusalem dihancurkan (586 SM oleh Nebukadnezar).

Bagian firman Tuhan ini menyatakan bukan hanya YHWH hadir di luar Israel melainkan juga ketidakhadiran-Nya di bait Allah. Apa penyebab kemuliaan Allah meninggalkan “rumah”-Nya? Berhala (Yehezkiel 8). Mengapa Tuhan Allah sangat membenci penyembahan berhala. Pertama, karena kedaulatan-Nya dan tempat kudus-Nya ditantang dan dinodai oleh ilah lain. Bahkan, Christopher Wright menyatakan ketika orang mau menyembah Yahweh, mereka terlebih dahulu membayar upeti kepada Asyera. Kedua, umat Tuhan mereduksi Allah. Asyera dan Baal merupakan dewa yang identik pada kesuburan. Dengan demikian Tuhan Allah hanya dipandang sebagai salah satu Allah yang menguasai hal tertentu saja misalnya alam.

Apa artinya Kemuliaan Allah menjauh?
1.       Kemuliaan Allah menggantung = murka (10:1-22; 11:22-23, 1-13)
Ini merupakan penglihatan yang paling menyedihkan Yehezkiel. Bahkan lebih menyedihkan daripada kematian Isterinya, kemuliaan Allah menjauh. Pada 1 Samuel 4:18-22 juga dicatat bahwa Allah pernah meninggalkan Israel. Pada saat itu, isteri Pinehas memberi nama anaknya yang dilahirkannya saat itu dengan nama Ikabod (“telah lenyap kemuliaan dari Israel”).

2.       Kemuliaan Allah menjauh = pengharapan (11:14-21)
Kemuliaan Allah menjauh dari umat-Nya, namun kemuliaan Allah itu bukanlah hilang. Kemuliaan Allah itu tidak lagi di bait-Nya melainkan di atas gunung (11:23). Yehezkiel ketakutan Allah meninggalkan umat-Nya (8:8; 10:13). Puji Tuhan, Ia tidak meninggalkan umat-Nya karena janji-Nya. Kenapa Ia melakukan-Nya?

Yehezkiel 36:22-23  Oleh karena itu katakanlah kepada kaum Israel: Beginilah firman Tuhan ALLAH: Bukan karena kamu Aku bertindak, hai kaum Israel, tetapi karena nama-Ku yang kudus yang kamu najiskan di tengah bangsa-bangsa di mana kamu datang. Aku akan menguduskan nama-Ku yang besar yang sudah dinajiskan di tengah bangsa-bangsa, dan yang kamu najiskan di tengah-tengah mereka. Dan bangsa-bangsa akan mengetahui bahwa Akulah TUHAN, demikianlah firman Tuhan ALLAH, manakala Aku menunjukkan kekudusan-Ku kepadamu di hadapan bangsa-bangsa.

YHWH berjanji bahwa yang dalam pembuangan akan kembali pulang. Lebih daripada itu, YHWH akan memberikan hati yang baru (w. 19—20; cf 36:26). YHWH kembali menyatakan kesetiaan-Nya pada janji-Nya, mereka akan menjadi umat-Ku dan Aku akan menjadi Allah mereka” (11:20). Janji ini dapat dibandingkan juga seperti disampaikan dalam Yer. 31:31—4 dan 32:36—41.

Kehadiran Allah secara penuh diwujudkan di dalam Tuhan Yesus Kristus. Dalam Yoh. 1:14 dikatakan “Firman itu telah menjadi manusia, dan diam di antara kita, dan kita telah melihat kemuliaan-Nya, yaitu kemuliaan yang diberikan kepada-Nya sebagai Anak Tunggal Bapa, penuh kasih karunia dan kebenaran.” Demikian ditegaskan dalam Ibr. 1:3, “Ia adalah cahaya kemuliaan Allah dan gambar wujud Allah dan menopang segala yang ada dengan firman-Nya yang penuh kekuasaan.”

Sejak pembangunan bait Allah pertama kali oleh Raja Salomo (1 Raja-raja 9:3), tidak pernah lagi alkitab mencatat secara khusus kehadiran Allah di bait Allah yang kedua atau yang ketiga (renovasi oleh Herodes). Kemuliaan Allah hadir di tempat yang hina bagi manusia. Ia hadir di tempat yang tak terduga dan terhina, palungan di Betlehem dan salib di Kalvari.  

Senin, 12 Juni 2017

Allah Yang Mudah Terluka

Yeremia 8:18—9:22

Meskipun kerajaan Asyur mendominasi Ancient Near East selama 2 abad, kejatuhannya begitu cepat. Setelah kematian Ashurbanipal (c. 631 SM), raja besar terakhir Asyur, kerajaan Asyur menjadi tidak berkembang dan terpecah dalam jangka waktu 20 tahun. Bangsa yang bebas dari cengkraman Asyur kembali bangkit seperti Babilonia dan Mesir. Nabopolassar dan kemudian anaknya Nebukadnezar mengambil kekuasaan wilayah sungai Tigris dan Euphrates. Di Mesir, Psammetichus dan penerusnya Neko menekan bagian utara Israel dan Syria. Nebukadnezar memperoleh kemenangan besar ketika berperang di Syria utara (605). Sejak itulah Babilonia berkuasa sampai direbut oleh kerajaan Persia yang dipimpin oleh Koresh pada 539 SM.

Di Yehuda, Yosia (640–609 BC) menjadi raja ketika berumur 8 tahun. Ketika berumur 12 tahun, ia mereformasi Israel. Taurat ditemukan kembali di bait Allah ketika ia berumur 18 tahun. Ketika Asyur mengalami kejatuhan, Israel bebas dari cengkraman Asyur. Yosia kembali memperkuat dan menyatukan kerajaan Israel. Yosia mati di dalam peperangan ketika berhadapan dengan Mesir yang dipimpin oleh Neko di Megido. Kemudian Yehoahaz menjadi raja tapi Neko memerintahkan untuk menggantinya dengan kakaknya yaitu Eliakim yang dikenal dengan Yehoakim (609–598 SM).

Yehoakim mencoba mengokohkan kuasanya dalam politik sampai menolak membayar upeti ke Babilonia supaya tidak diserang oleh Babilonia. Ia meninggal sebelum serangan terjadi. Anaknya, Yehoakin menggantikannya yang mana kemudian Yerusalem dikuasai oleh Babilonia dan ia mengalami pembuangan. Nebukadnezar memerintahkan Matania, anak Yosia, menggantikannya. Ia dikenal dengan nama Zedekia (598–586 BC). Pada tahun 588 SM, Babilonia meyerang Yerusalem dan dalam waktu satu setengah tahun bait Allah dan kota Yerusalem hancur. Yehuda kemudian menjadi salah satu provinsi dari Babilonia dan dipimpin oleh gubernur Gedalia yang ditunjuk oleh Nebukadnezar.

Yeremia menjadi saksi mata dalam masa-masa yang demikian. Kitab Yeremia juga berisikan nasionalisme, paranoia dan dilemma antara pro-Babylonian and pro-Egyptian groups, pergumulan antara the “hawks” dan the “doves” di Yehuda. Dalam keadaan demikian, Yeremia menyampaikan firman Allah, seruan pertama adalah pertobatan supaya Allah kembali menyertai Israel, kemudian jaminan pemulihan di masa akan datang ketika penghakiman Allah tiba.

Siapa Allah dalam kitab Yeremia 8-9?
Yeremia tidak memperkenal “konsep baru” tentang Allah. Dia memberitakan tentang Allah seperti para nabi lain. Namun ada pengenalan Allah yang penting yang dapat kita renungkan bersama dalam bagian ini. Dalam bagian ini kita diperkenalkan kepada Allah yang sabar, compassionate, merciful, and longsuffering (3:12; 13:14; 15:15). Semua itu dapat diringkas dalam istilah yang mungkin sulit untuk dipahami agama pada umumnya yaitu Allah yang vulnerable (mudah terluka).

Brueggemann (1988: 88) mengamati tentang struktur “divine pathos” dalam Yer. 8:18—23. Banyak dari para penafsir yang menghindari penafsiran bahwa yang meratap adalah YHWH karena tearful metaphor bertentangan dengan Allah yang Maha Kuasa (the powerful, wrathful warrior deity). Karena ratapan menggambarkan Allah yang vulnerable. Dalam sejarah gereja secara dominan doktrin Allah berfokus pada power (kuasa): God is all-powerful, omnipotent, charge of everything, king, father, the Lord, dominate all things. Bahkan masalah tentang Allah juga berfokus pada power: if God is all-powerful, why is there evil? Freedom? Namun ternyata Injil juga menyatakan tentang hal lain yang tidak kalah penting bahkan utama: Allah itu kasih (1 Yoh. 4:8). Baik dalam Yeremia 8-9 maupun kitab Injil juga menyatakan bahwa Allah adalah Allah yang mengasihi umat-Nya sampai Dia rela untuk berkorban di kayu salib. Leonard Boff menyatakan bahwa injil itu mengajarkan tentang Allah yang “weak in power but strong in love”, Allah yang rela menjadi vulnerable to pain in the freedom of love.

“To love at all is to be vulnerable. Love anything and your heart will be wrung and possibly broken. If you want to make sure of keeping it intact you must give it to no one, not even an animal. Wrap it carefully round with hobbies and little luxuries; avoid all entanglements. Lock it up safe in the casket or coffin of your selfishness. But in that casket, safe, dark, motionless, airless, it will change. It will not be broken; it will become unbreakable, impenetrable, irredeemable. To love is to be vulnerable.” ― C.S. Lewis, The Four Loves

Jika Tuhan jadi manusia, Dia adalah Yesus Kristus, anak tukang kayu yang mati di kayu salib.  Ia adalah Allah yang vulnerable. Apakah ini merendahkan Allah? Tidak sama sekali. Justru karena Ia adalah Allah yang memahami dan bahkan mengalami penderitaan maka penyembuhan itu mungkin di dalam Dia. Sebagaimana dinyatakan oleh Charles Spurgeon, “a Jesus who never wept could never wipe away my tears”.

Ibrani 5:7-10  Dalam hidup-Nya sebagai manusia, Ia telah mempersembahkan doa dan permohonan dengan ratap tangis dan keluhan kepada Dia, yang sanggup menyelamatkan-Nya dari maut, dan karena kesalehan-Nya Ia telah didengarkan. Dan sekalipun Ia adalah Anak, Ia telah belajar menjadi taat dari apa yang telah diderita-Nya, dan sesudah Ia mencapai kesempurnaan-Nya, Ia menjadi pokok keselamatan yang abadi bagi semua orang yang taat kepada-Nya, dan Ia dipanggil menjadi Imam Besar oleh Allah, menurut peraturan Melkisedek.