Rabu, 15 Oktober 2014

John Calvin


John Calvin lahir di Noyon, Prancis 1509. Ayahnya seorang pengacara yang makmur dan Calvin mengikuti jejak ayahnya. Dia belajar di universitas Paris, di dalam masa studinya, Calvin menyadari bahwa ia lebih condong pada golongan Protestan meskipun ia sendiri lahir dari keluarga Katolik.

Calvin lantas makin mendalami bidang teologia. Pada tahun 1536 ia memutuskan untuk pergi ke Strasbourg, namun dalam perjalanan terjadi sebuah perang lokal, sehingga ia harus memutar melewati Jenewa. Pada saat itu, Jenewa baru saja menerima reformasi yang dipimpin oleh Guillaume Farel. Farel mengenali Calvin seorang sarjana muda yang bertalenta, ia meminta Calvin untuk melayani dan mereformasi gereja-gereja di Jenewa bersamanya. Awalnya Calvin menolak, namun Farel terus mendesak sampai akhirnya Calvin menyanggupi permintaan tersebut.

Usaha Calvin yang ingin melakukan reformasi secara cepat berbanding terbalik dengan kondisi gereja Jenewa yang masih sulit meninggalkan tata cara gereja Katolik Roma. Hal ini lantas membuat Calvin meninggalkan Jenewa pada 1538 dan melanjutkan perjalanannya ke Strasbourg dan melayani jemaat Perancis yang ada di sana. Meskipun keadaannya miskin tetapi cukup menyenangkan baginya. Ia juga berkesempatan bertemu dengan para reformator yang lain.

Di saat keadaan Jenewa semakin kacau, dewan kota memanggil Calvin untuk kembali ke Jenewa. Tetapi Calvin enggan kembali karena ia sudah jatuh cinta pada pelayanannya di Strasbourg. Martin Bucer, temannya di Strasbourg menyatakan bahwa sekarang ia sudah bersikap seperti Yunus. Ia pun kembali ke Jenewa.

Segera sesudah kembali, Calvin memberlakukan pemerintahan gereja yang sangat ketat serta disiplin yang ketat yang berbasis pada Alkitab. Ia memaksa seluruh masyarakat Jenewa untuk mentaati seluruh disiplin ini tanpa batas umur dan kedudukan. Bertahun-tahun ia menghadapi perlawanan dari para pejabat sampai pada akhirnya mereka tersingkir dari pemerintahan dan pemerintahan kota dipimpin oleh orang yang pro-Calvin.

Di dalam pemerintahan Calvin, Jenewa menjadi sebuah contoh dari kota yang mengalami reformasi secara menyeluruh. Calvin juga mendirikan sekolah bagi mereka yang ingin belajar doktrin yang berbasis pada Alkitab yang langsung disambut meriah oleh para intelektual dari berbagai negara. Dengan adanya akademi ini, maka reformasi dan penyebaran akan ide-ide dari Calvin semakin tersebar dengan cepat sehingga mempengaruhi banyak tempat.

Semasa hidupnya ia banyak menulis risalah polemis, baik untuk melawan gerakan Anabaptis, Pelagianisme dan juga sebagian melawan para pendeta dari golongan Lutheran. Selain itu Calvin meninggalkan tulisan berupa tafsiran-tafsiran terhadap Alkitab dan bukunya mengenai pengajaran agama kristen yang begitu terkenal yaitu Institutio, yang berisi pengajaran dasar dari kekristenan, seperti pengertian terhadap Allah, Roh Kudus, kesatuan dengan Kristus, pembenaran oleh iman, dan tentang geraja. Calvin terus berjuang sampai akhir hayatnya dalam usia 55 tahun.

Martin Luther


Martin Luther lahir di Eisleben pada 10 November 1483 dalam keluarga yang saleh kovensional. Suatu ketika Luther mengalami sebuah peristiwa yang tidak akan dilupakannya. Saat itu dia hampir tersambar petir, sedangkan kerabatnya mati tersambar petir. Kejadian ini membuatnya takut akan kematian yang kemudian mendorongnya untuk masuk biara walau tidak mendapat dukungan ayahnya. Di sana, ia banyak belajar teologi dalam ordo Agustinus, dan 1508-1509 masuk Universitas Wittenberg.

Didalam kehidupan sebagai biarawan di biara Agustin Eremit, Luther sangat sensitif terhadap dosa-dosanya bahkan didalam sebuah tulisannya ia berkata “Saya seorang biarawan yang suci, yang dihadapan Allah merasa berdosa dengan kesalahan yang tidak bisa dipercaya secara hati nurani. Saya tidak merasa yakin bahwa bisa menyenangkan Allah melalui apa yang saya lakukan. Saya tidak mencintai Dia. Tidak, saya benci akan Allah yang ‘benar’ yang menghukum orang berdosa. Di dalam keheningan, saya tidak mengatakan apa-apa yang menghina Tuhan, tetapi masih mengeluh dan saya menjadi marah dengan Allah.

Luther terus bergumul sampai dalam suatu perenungan, ia akhirnya mengerti bahwa manusia tidak dibenarkan melalui perbuatan tetapi oleh kasih karunia Allah melalui iman. Sejak saat itu Luther mampu melihat keseluruhan Alkitab dengan cara yang berbeda.

Luther juga sangat menentang praktek penjualan surat pengampunan dosa (Indulgensia) dan untuk melawan Johan Tetzel, agen penjualan Indulgensia di Jerman, Luther menulis 95 tesis dan memakukannya pada papan pengumuman gereja  di Wittenburg. Hasilnya bukan sebuah perdebatan akademik melainkan sebuah perdebatan diantara orang-orang Jerman sendiri karena beredarnya tesis-tesis tersebut.

Pada 1520 Paus mengeluarkan Luther dari gereja Katolik Roma, satu keputusan yang paling ditakuti oleh umat karena paham bahwa di luar gereja Katolik Roma tidak ada keselamatan. Luther menanggapi keputusan tersebut dengan membakar surat keputusan Paus, hal ini lantas dianggap sebagai pemberontakan.

Pada 17 April 1521 ia tampil dihadapan kaisar dan memintanya untuk mencaput kembali ajarannya. Luther tidak bergeming, dengan mantap ia membuat sebuah pernyataan yang menjadi sejarah:  kecuali kalau saya diyakinkan oleh Alkitab dan pengertian yang jelas, karena saya tidak percaya pada paus dan konsili, sejak setiap orang mengetahui bahwa mereka berkontradiksi pada diri mereka sendiri. hati nuraniku telah tertawan oleh Firman Tuhan dan saya tidak dapat kembali ke belakang karena tidak aman dan tidak benar melawan hati nurani. Disini saya berdiri, saya tidak dapat melakukan yang lain, Tuhan tolong saya, Amin.

Pada 18 Februari 1546 Luther meninggal di Eisleben, Jerman, namun kematian Luther tidak memadamkan semangat reformasi di seluruh dunia.