Senin, 30 Mei 2016

Yesus Yang Ku Pilih

Lagu ini merupakan puisi yang ditulis oleh seorang perempuan bernama Rhea F. Miller. Ia lahir pada tahun 1894 di Brooktondale, New York. Ibunya, Bertha, adalah seorang Kristen yang takut Tuhan sedangkan ayahnya seorang yang sering minum-minuman keras. Bertha terus mendoakan suaminya yang akhir suatu kali bertobat dan bahkan menjadi hamba Tuhan. Rhea dibesarkan dalam keluarga demikian. Pada tahun 1922, suatu saat Rhea berjalan melewati lapangan dekat rumahnya serta merenungkan kembali bagaimana ayahnya bertobat dan memutuskan untuk berkomitmen hidup bagi Kristus. Dari renungannya, Rhea menuliskan barisan puisi indah ini.

Pada tahun 1932, seorang musisi berumur 23 tahun bernama George Beverly Shea membaca puisi ini dan terinspirasi untuk membuat melodinya. Suatu kali George menyanyikan lagu ini di rumahnya. Saat itu ibunya mendengarkan George bernyanyi, ibunya begitu tersentuh dengan kata-kata dan alunan melodi yang begitu indah. Sejak itu lagu ini pun dinyanyikan di gereja dan menjadi berkat bagi banyak orang. 

Lagu ini merupakan suatu ekspresi kelahiran baru yang sejati. Sebagaimana dinyatakan dalam alkitab: "Malahan segala sesuatu kuanggap rugi, karena pengenalan akan Kristus Yesus, Tuhanku, lebih mulia dari pada semuanya. Oleh karena Dia-lah aku telah melepaskan semuanya itu dan menganggapnya sampah, supaya memperoleh Kristus, ..." (Filipi 3:8). Kristus sudah mati bagi kita yang berdosa supaya kita tidak lagi hidup dalam kesia-siaan. Lagu ini kembali mengingatkan kita untuk terus mengutamakan Kristus dalam segala hal.

1 Yohanes 2:17 - Dan dunia ini sedang lenyap dengan keinginannya, tetapi orang yang melakukan kehendak Allah tetap hidup selama-lamanya.

Sekarang Ku Milik Yesus

Norman Clayton lahir pada 22 Januari 1903 di Brooklyn, New York. Momen pertobatannya ketika ia berumur 6 tahun. Saat itu ia bergereja di salah satu gereja injili di Brooklyn. Sejak umur 12 tahun sampai seumur hidupnya, ia melayani sebagai organis di gereja tersebut. Ketika dewasa, ia bekerja dalam industry bangunan. Namun tetap aktif dalam pengembangan musik gereja. Ia meninggal pada tahun 1992, saat berumur 89 tahun. Saat itulah, pengaruh musik popular mulai masuk ke dalam gereja khususnya melalui gerakan pentakosta kemudian karismatik.

Bagaimana ia menulis lagu Kristen? Ia mengatakan: “biasanya saya membuat musiknya terlebih dahulu sebelum memasukan kata-kata.” Dan setiap kata-kata yang dituliskannya “bersumber pada ayat-ayat alkitab” (101 More Hymn Stories, hal. 204). Hampir semua lagu yang ditulis Clayton bertemakan mengenai penginjlan yang berfokus pada karya keselamatan di dalam Kristus dan relasi indah bersama Tuhan. Demikian juga lagu “Sekarang Ku Milik Yesus”.

Ada banyak bagian alkitab yang menjelaskan tentang karya penebusan Kristus: Markus 10:45, Karena Anak Manusia juga datang bukan untuk dilayani, melainkan untuk melayani dan untuk memberikan nyawa-Nya menjadi tebusan bagi banyak orang. 1 Timotius 2:6  yang telah menyerahkan diri-Nya sebagai tebusan bagi semua manusia. Karena penebusan Kristuslah maka setiap kita yang percaya kepada Kristus menjadi milikNya secara khusus (diadopsi menjadi anak-anak Allah).

Ada seorang misionaris bernama Roy Gustafson yang melayani para tahanan penjara Jamaika. Roy terus menyebarkan injil Tuhan kepada ribuan orang yang ada di sana. Suatu kali Roy diminta untuk memimpin kelompok kecil para tahanan. Tujuannya dalah supaya bisa saling berbagi, menguatkan dan mendoakan. Saat itulah, Roy juga menceritakan kesaksian pribadinya mengikut Kristus. Sesudah kesaksian, ia menyanyikan lagu “Sekarang Ku Milik Yesus”. Setelah lagu itu dinyanyikan, ada seorang yang begitu tergerak dan berkata: “Saya akan dihukum mati pada selasa pagi, bisakah saya selamat?” Kemudian Roy membuka alkitab dan membacakan bagian alkitab mengenai keselamatan. Saat mendengar itu, orang ini kemudian menangis dan bertobat. Kalimat refrain lagu ini terus ia nyanyikan: “Sekarang ku milik Yesus, Yesus pun milikku, bukan untuk sementara tapi untuk selamany” (“Now I belong to Jesus, Jesus belongs to me, / Not for the years of time alone, / But for eternity”).