Rabu, 09 September 2015

Dia Sanggup Menjaga UmatNya

Yudas 1:24-25  
Bagi Dia, yang berkuasa menjaga supaya jangan kamu tersandung dan yang membawa kamu dengan tak bernoda dan penuh kegembiraan di hadapan kemuliaan-Nya, Allah yang esa, Juruselamat kita oleh Yesus Kristus, Tuhan kita, bagi Dia adalah kemuliaan, kebesaran, kekuatan dan kuasa sebelum segala abad dan sekarang dan sampai selama-lamanya. Amin.

Surat Yudas merupakan surat yang cukup unik dalam Perjanjian Baru. Surat ini begitu tipis dengan isi ajaran begitu praktis, jelas dan padat. Kita bisa menyelesaikan surat Yudas dalam waktu kira-kira 5-10 menit. Bayangkan bagaimana surat yang oleh Guthrie ditulis antara tahun 65 dan 80 ini dibacakan kepada jemaat mula-mula dalam 5-10 menit, kemudian dijelaskan. Kotbahnya begitu singkat. Namun yang singkat tersebut begitu praktis, jelas dan padat. Sehingga dalam surat yang pendek kita dijelaskan dengan gamblang bagaimana seharusnya menjadi seorang Kristen itu.

Dalam peng-kanonisasi-an alkitab paling tidak ada 3 hal yang diperhatikan: (1) kitab atau surat tersebut diterima gereja mula-mula, (2) kitab atau surat tersebut memiliki otoritas dari nabi atau rasul (termasuk orang dekat dengan rasul), (3) kitab atau surat tersebut memiliki ajaran yang sejalan dengan kitab atau surat lainnya misalnya mengenai Allah, Kristus dan lain-lain. So, who is Jude? Penulis memperkenalkan dirinya sebagai Yudas, hamba Yesus Kristus dan saudara Yakobus (Yudas 1:1). Pada umumnya dimengerti bahwa Yakobus yang dimaksudkan yaitu saudara dari Tuhan Yesus. Mereka menggunakan istilah yang sama “hamba Yesus Kristus” (Yakobus 1:1) menjadi identifikasi bahwa mereka mempunyai flesh-relationship dengan Tuhan Yesus (bdk. 1 Kor. 9:5). Kelihatannya memang tidak ada kemungkinan lain selain bahwa Yudas merupakan saudara dari Tuhan Yesus. Pastilah, kekristenan mula-mula menghormati saudara Tuhan Yesus Kristus sehingga mereka memandang Yudas memiliki otoritas menuliskan surat kepada mereka. Selain itu, pelayanan yang dilakukannya dalam kekristenan mula-mula. Di atas semua itu, otoritas tertinggi yaitu dari Tuhan sendiri yang berfirman melalui Yudas sehingga ajaranNya sangat dapat membangun dan menguatkan iman umatNya.

Awalnya Yudas menuliskan surat ini untuk memperjelas lagi mengenai “doktrin keselamatan”. Namun ternyata Tuhan menggerakkannya untuk menuliskan perihal kesesatan yang menyusup dalam gereja. Maka melalui surat ini, Tuhan memperingatkan umatNya agar waspada terhadap pengajar sesat/palsu. Mereka dibandingkan dengan umat Israel yang dihukum Tuhan karena dosa sesudah keluar dari Mesir, Bileam, Kain, Korah, malaikat jatuh dan penduduk Sodom dan Gomora. Mereka ini mengerti anugerah secara salah (ayat 4), mengutamakan mimpi-mimpi daripada wahyu Allah (ayat 8) atau mungkin menganggap bahwa mimpi itu adalah wahyu Tuhan, kesalahan dalam doktrin Roh Kudus (ayat 19), salah dalam Doktrin malaikat (ayat 8), yang mana menghasilkan sikap hidup yang salah dan berdosa (ayat 10). Dari semuanya itu yang paling puncaknya, mereka tidak mengenal Allah di dalam Tuhan Yesus Kristus (ayat 4).

Guru-guru palsu ini sudah masuk ke dalam gereja. Mereka mempengaruhi dari dalam umat Tuhan untuk melawan ajaran firman Tuhan sejati. Gereja bisa rusak melalui hal-hal eksternal dan internal. Paling halus (subtle) rusaknya melalui hal-hal internal yang menyusup masuk ke dalam gereja. Sama juga dengan sakit, sakit di luar yang lukanya langsung kelihatan mudah dan cepat ditanggulangi. Tapi sakit di dalam yang luka tidak kelihatan itu sulit dan lama untuk diketahui. Ini merupakan seruan “siaga satu” untuk gereja menghadapi kesesaatan yang menyusup di dalam gereja. Tentu saat itu masih “embrio” dari kesesatan. Namun sudah menyatakan dasar-dasar penting yang diselewengkan oleh guru-guru sesat/palsu harus diperhatikan gereja di sepanjang zaman (sampai sekarang bahkan sampai ke depan).

Namun menarik, bagian doksologi:
Bagi Dia, yang berkuasa menjaga supaya jangan kamu tersandung dan yang membawa kamu dengan tak bernoda dan penuh kegembiraan di hadapan kemuliaan-Nya, Allah yang esa, Juruselamat kita oleh Yesus Kristus, Tuhan kita, bagi Dia adalah kemuliaan, kebesaran, kekuatan dan kuasa sebelum segala abad dan sekarang dan sampai selama-lamanya. Amin.” (Yudas 1:24-25)

Doksologi seperti ini hanya ada 2 dalam Perjanjian Baru. Selain di surat Yudas, ada di surat Roma:
Bagi Dia, yang berkuasa menguatkan kamu, menurut Injil yang kumasyhurkan dan pemberitaan tentang Yesus Kristus, sesuai dengan pernyataan rahasia, yang didiamkan berabad-abad lamanya, tetapi yang sekarang telah dinyatakan dan yang menurut perintah Allah yang abadi, telah diberitakan oleh kitab-kitab para nabi kepada segala bangsa untuk membimbing mereka kepada ketaatan iman bagi Dia, satu-satunya Allah yang penuh hikmat, oleh Yesus Kristus: segala kemuliaan sampai selama-lamanya! Amin.” (Roma 16:25-27)

Surat Roma ditujukan pada jemaat di Roma yang waktu itu mendapat penganiayaan begitu besar dari pemerintahan. Dengan doksologi seperti ini menjadi pesan bagi umat Tuhan agar tidak hidup dalam ketakutan dan kekuatiran. Demikian juga dalam surat Yudas. Ada banyak hal yang mengancam orang Kristen baik secara internal (bidat) maupun eksternal (penganiayaan). Kita harus berhati-hati dan berjaga-jaga namun tidak dalam ketakutan dan kekuatiran. Mungkin saat itu jemaat Tuhan jadi bertanya-tanya bagaimana kekristenan di depan. Di awal saja sudah banyak tantangan, padahal masih ada para rasul dengan ajaran yang murni. Keraguan, ketakutan dan kekuatiran akan kekristenan ke depannya pun mulai “menghantui”. Namun umat Tuhan kembali diingatkan bahwa Dia sanggup menjaga umatNya.

Demikian juga sampai saat ini, ada beberapa orang yang pernah cerita ke saya bahwa mereka takut membaca alkitab dengan mengandalkan pikiran mereka sendiri. Mereka takut akan memahami alkitab dengan salah sehingga menjadi sesat. Tapi seharusnya ini tidak menjadi alasan kita tidak membaca alkitab. Gereja dan lembaga-lembaga Kristen sudah menerbitkan tulisan-tulisan atau buku-buku pembimbing dalam memahami alkitab. Namun di atas itu semua kita mesti ingat bahwa Dia sanggup menjaga umatNya.

Ketika kita mulai merasa bahwa perintah-perintah Tuhan itu sulit atau betapa sulit hidup sebagai seorang Kristen seharusnya. Ketika kita terus saja (walaupun tidak sering) jatuh dalam dosa (yang sama atau pun yang berbeda). Ketika kelelahan kita menjadi seorang Kristen mulai menggerogoti kita. Dan kita mulai patah semangat menjaga kekudusan kita di hadapan Tuhan. Ingatlah bahwa Dia sanggup menjaga umatNya.


Bersandarlah padaNya, bukan pada kekuatan diri. Kita yang berdosa begitu lemah dan terbatas. Orang Kristen bukanlah orang yang tidak pernah jatuh dalam dosa, tapi orang yang ketika jatuh bisa bangkit lagi dan berpegang pada lenganNya. Pada akhir nanti, kita akan dengan penuh kegembiraan dan syukur di hadapanNya karena nyata bahwa Dia sanggup menjaga umatNya.

Rabu, 02 September 2015

Bagaimana Melayani Tuhan?

2 Samuel 6:1-23

Secara garis besar bagian ini merupakan peristiwa ketika Daud mau membawa tabut Allah  ke Yerusalem. Kenapa? Yerusalem akan dijadikan pusat pemerintahan maka kalau tabut Allah di sana menyatakan bahwa pemerintahan Israel adalah pemerintahan dari Allah. Ini merupakan hal yang positif sekali yang sebenarnya tidak terlalu diperhatikan oleh Saul. Melalui bagian ini, saya merenungkan bagaimana prinsip-prinsip dalam peristiwa ini menjadi prinsip-prinsip pelayanan dalam kehidupan Kristen. Bagaimana seharusnya orang percaya melayani? Apa artinya melayani Tuhan?

1.       Hati yang suci dengan cara yang tepat (ayat 1-10)
Jelas dari pembacaan alkitab bahwa motivasi Daud memindahkan merupakan suatu motivasi yang suci. Demikian juga motivasi Uza ketika mengulurkan tangannya kepada tabut Allah. Dalam pelayanan sangat penting memiliki motivasi yang murni. Dan kita harus melayani Tuhan dengan hati sungguh-sungguh untuk kemuliaan Tuhan. Ada pengkotbah yang berkotbah dengan baik dan doktrin yang alkitabiah namun hati dan motivasinya salah, maka itu bukan pelayanan yang sejati. Sama seperti ketika setan mengutip firman Tuhan namun dengan tujuan mencobai Tuhan Yesus di padang gurun setelah berpuasa 40 hari lamanya (Matius 4:1-11). Maka hati yang suci dan motivasi yang murni pastilah penting dalam melayani Tuhan.

Tapi bagian alkitab ini menyatakan bahwa hati yang suci diikuti dengan cara yang tepat. Ini sepertinya berbanding lurus. Orang yang sungguh memiliki hati mau melayani Tuhan pasti juga mengekspresikan dengan cara yang tepat. Kenapa ada orang yang memiliki hati yang suci namun cara salah? karena dosa, kita cenderung memikirkan cara-cara yang kita pikir itu benar. Salah satu pengertian dosa yaitu bertindak apa yang kita (manusia) tepat namun ternyata tidak tepat bagi Allah. Natur berdosa manusia membawa manusia lebih memikirkan apa yang terbaik dalam pandangan manusia. Coba saja kembali kita pikirkan tentang awal kejatuhan manusia dalam dosa. Iblis menggoda manusia untuk berpikir atau berasumsi sendiri sehingga tidak lagi memikirkan apa yang dipikirkan Allah atau sesuai dengan kehendak Allah (Kej. 3:1-5). Hal ini kembali juga menjadi kecaman keras Tuhan Yesus kepada Petrus: "Enyahlah Iblis. Engkau suatu batu sandungan bagi-Ku, sebab engkau bukan memikirkan apa yang dipikirkan Allah, melainkan apa yang dipikirkan manusia" (Matius 16:23).

Demikian yang dilakukan oleh Daud dan orang-orang dalam bagian ini. Tabut Allah diangkat dengan kereta (ayat 3). Kereta ini merupakan teknologi manusia yang dibuat agar pekerjaan manusia lebih efektif. Sampai sekarang pun kita harus setuju bahwa teknologi membawa hidup efektif. Yang dimaksud efektif di sini yaitu mengerjakan sesuatu dengan hasil yang maksimal sesuai harapan dengan biaya, tenaga dan waktu yang seminimal mungkin. Sampai sekarang teknologi dikembangkan dengan salah satu tujuannya yaitu efektifitas. Namun akhirnya kita menjadi terjebak dengan hal ini. Kita terjebak dengan alat yang ktia ciptakan sendiri. Seolah menjadi gaya hidup satu-satunya. Kita jadi berpikir bahwa hidup itu harusnya dengan teknologi. Keterikatan kita dengan konsep efektifitas dan teknologi membuat kita melupakan prinsip firman Tuhan. Demikian yang terjadi dalam bagian ini. Apa prinsip ketika mengangkat tabut Allah? Ini dicatat dalam Bilangan 7:9, Tetapi kepada bani Kehat tidak diberikannya apa-apa, karena pekerjaan mereka ialah mengurus barang-barang kudus, yang harus diangkat di atas bahunya (bdk. Bilangan 3:29-31). Tuhan ingin tabut Allah dan segala barang-barang kudus diangkat di atas bahu. Pasti ini tidak lebih efektif jika dibandingkan dengan kereta, tapi cara ini yang Tuhan inginkan.

Apakah Tuhan tinggal diam Daud melakukan dengan cara yang salah? Tidak. Tuhan menegur dengan menjatuhkan tabut tersebut. Tapi ada yang salah mengerti hal ini yaitu Uza. Coba kita renungkan bisakah tabut Allah yang begitu Mulia dan Maha Kuasa jatuh karena batu kecil? Ada 2 kemungkinan: (1) Batu kecil ini lebih berkuasa daripada Tuhan Allah, (2) karena memang Tuhan Allah yang membuatnya jatuh. Kemungkinan (1) itu sangat tidak mungkin bahwa ciptaan menjatuhkan tahta Pencipta. Maka yang mungkin adalah kemungkinan (2) bahwa Allah memang membuatnya jatuh. Kenapa? Karena Tuhan Allah tidak berkenan. Dari sini kita belajar betapa hati yang suci harus diikuti cara yang tepat sesuai kehendak Tuhan dalam melayani Dia.

2.       Pentingnya penyertaan/kehadiran Tuhan (ayat 11-12)
Tabut Allah merupakan lambang atau simbol sakral akan kehadiran Tuhan. Kita harus mengerti 2 hal mengenai kehadiran Tuhan: (1) Kehadiran Tuhan dimana Ia berkenan hadir menjadi berkat bagi sekitarnya, (2) Kehadiran Tuhan dimana ia tidak berkenan akan mendatangkan kutuk bagi sekitarnya. Kita salah kalau berpikir bahwa kehadiran Tuhan itu selalu diidentikan dengan berkat. Kita bisa lihat contoh yang nyata dari 1 Samuel 5:1-12. Saat itu tabut Allah direbut oleh bangsa Filistin. Apa yang terjadi? Patung dewa dagon hancur dan wabah penyakit mereka alami. Termasuk juga di tempat terakhir yaitu Gat (Ekron). Dari sini kita ketahui bahwa waktu alkitab menyebutkan “Obed-edom, orang Gat” bukan asal sebut. Bisa dikatakan bahwa “Gat” ini bukan bagian dari umat Tuhan. Mari kita telusuri di alkitab, siapa saja yang termasuk orang Gat?

Yosua 11:22  Tidak ada lagi orang Enak ditinggalkan hidup di negeri orang Israel; hanya di Gaza, di Gat dan di Asdod masih ada yang tertinggal.
Yosua 13:3  … ada lima raja kota orang Filistin, yakni di Gaza, di Asdod, di Askelon, di Gat dan di Ekron
1 Samuel 17:23  Namanya Goliat, orang Filistin dari Gat, dari barisan orang Filistin.
2 Samuel 15:19   Lalu bertanyalah raja (Daud) kepada Itai, orang Gat itu: "Mengapa pula engkau berjalan beserta kami? Pulanglah dan tinggallah bersama-sama raja, sebab engkau orang asing, lagipula engkau orang buangan dari tempat asalmu.

Gat = orang asing = buangan = bukan bagian umat Tuhan. Tapi yang menarik ternyata Obed-edom, orang Gat itu mendapat berkat dari kehadiran tabut Allah. Allah lebih berkenan untuk diletak di rumah Obed-edom (1 Tawarikh 13:13-14) daripada dipindahkan dengan cara yang tidak sesuai dengan kehendakNya.

Yang ditekankan di sini yaitu perkenanan dan kehadiran Tuhan yang harusnya nyata dalam setiap pelayanan yang dipercayakan Tuhan kepada kita. Ingat bahwa (1) Kehadiran Tuhan dimana Ia berkenan hadir menjadi berkat bagi sekitarnya, (2) Kehadiran Tuhan dimana ia tidak berkenan akan mendatangkan kutuk bagi sekitarnya.

3.       Melayani di hadapan Tuhan (13-22)
Bagian ini sering dipakai menjadi ayat andalan tentang tarian dalam ibadah. Tapi kalau kita telusuri lagi, pesan utama bukan tentang tariannya tapi tentang sikap hati di hadapan Tuhan. Yang dikenal dengan istilah coram Deo. Ini merupakan sikap hati yang harus bagi kita yang melayani Tuhan. Kita melayani Tuhan bukan untuk popularitas kita. Kita melayani Tuhan untuk untuk perkenanan manusia. Kita melayani Tuhan bukan di hadapan manusia. Kita melayani Tuhan di hadapan Tuhan.

Menarik dalam cerita ini seolah apa yang dilakukan Daud itu catat dalam 2 sudut pandang dari luar Daud yaitu hadapan Tuhan dan Mikhal. Daud melakukan dengan sikap hati di hadapan Tuhan sehingga ia tidak lagi memandang manusia. Hal ini jelas dicatat berkali-kali ayat 14, 16, 17 dan 21. Hal paling sederhana menangkap fokus pesan suatu tulisan yaitu pengulangan. Kata atau frase atau kalimat yang sering diulang dalam suatu bagian yang sama menandakan bahwa hal tersebut penting untuk diperhatikan pembaca tulisan. Demikian juga di sini “di hadapan Tuhan” diulang berkali-kali. Jadi fokusnya bukan tarian tapi sikap hati. Dan ini juga dilakukan dengan sadar seperti diungkapkan Daud dalam ayat 21, "Di hadapan TUHAN, yang telah memilih aku dengan menyisihkan ayahmu dan segenap keluarganya untuk menunjuk aku menjadi raja atas umat TUHAN, yakni atas Israel, di hadapan TUHAN aku menari-nari, …” Ini penting bahwa Daud melakukannya dengan kesadaran penuh. Jadi jangan samakan ini seperti “transcend” atau “self-deception”. Banyak peristiwa-peristiwa dalam ibadah yang mengidentikan “transcend” atau “self-deception” merupakan sikap ibadah yang tepat.

Berapa banyak kita menyaksikan ibadah dimana para jemaatnya “tidak terkendali”, tanpa kesadaran penuh. Dan sering diidentikan itulah artinya kepenuhan roh kudus, kehilangan kesadaran diri. Ketika ibadah selesai, mereka tidak tahu apa yang mereka lakukan. Ini salah dan tidak alkitabiah. Ini lebih pada pengertian “transcend” mistis. Alkitab jelas menyatakan bahwa Daud dengan kesadaran penuh di hadapan Tuhan.

Ada seorang pemuda cerita bahwa dalam suatu ibadah semua temannya menangis histeris tapi dia sendiri tidak. Sang pengkotbah mengetahui hal tersebut sehingga ia mengatakan “jangan keraskan hati, ingat kerja keras orang tua, dan bagaimana kita sudah menyakiti atau mengecewakan orang tua”. Dalam hal ini sang pengkotbah mencoba menimbulkan “self-deception” (penipuan diri). Sehingga respon yang muncul bukan lagi “di hadapan Tuhan”.

Sikap hati di hadapan Tuhan memang bukan hal yang mudah tapi bukan berarti tidak mungkin. Ini tidak mudah karena memang kita selalu tergoda untuk lebih mementingkan pandangan manusia. Saya membayangkan suatu adegan dimana Daud menari dan ia tidak lagi melihat manusia tapi menari di hadapan Tuhan. Suatu hal yang begitu luar biasa dan agung sekali. Secara pribadi, saya beberapa kali mengalami hal ini. Salah satu contoh paling jelas yaitu ketika menjadi soloist baritone dalam suatu konser Kristen. Saat itu merupakan pertama kali menjadi soloist. Dan terjadilah moment begitu unik saat saya menyanyi di depan 1000an penonton. Saya menyanyi di hadapan Tuhan. Apakah saya melihat Tuhan? Tidak secara langsung. Namun hati saya tertuju kepada Tuhan. Saya sadar sepenuhnya bahwa pujian itu untuk Tuhan. Saya tidak lagi memikirkan apa tanggapan orang entah pujian atau hinaan. Saya menyanyi serta berdoa dalam hati seperti: “Tuhan terimalah pujian saya ini”. Moment dimana saya merasa secara pribadi bernyanyi di hadapan Tuhan.

Biarlah kita terus merenungkan prinsip-prinsip ini dalam melayani Tuhan. Bukan hanya ketika melayani Tuhan di gereja tapi juga melayani Tuhan di keseharian kita. Dari hal-hal sederhana sampai yang kompleks. Dari hal-hal kecil sampai hal-hal besar. Kiranya Tuhan semakin dipermuliakan melalui kita yang terbatas ini. Sehingga orang lain turut serta mempermuliakan Tuhan.