Rabu, 08 Januari 2020

Sukacita Kristiani


Lukas 19:1-10

Setiap kita pasti ingin mengalami sukacita. Mengapa? Pada umumnya karena sukacita menandakan bahwa kita Bahagia. Sukacita merupakan ekspresi dari kebahagiaan. Saya pernah membaca sekilas info berdasarkan pengamatan sosial bahwa “tertawa, makan enak, dan tidur nyenyak” merupakan kunci bahagia.  Selain itu, Meik Wiking dalam “Kunci Kebahagiaan” menyatakan enam hal pembangun kebahagiaan: kebersamaan, uang, kesehatan, kebaikan, saling percaya, dan kebebasan. Apa yang diajarkan alkitab tentang sukacita kristiani yang sejati?

1.       Dikenal oleh Kristus
Sukacita kristiani adalah dikenal oleh Kristus. Dalam kisah Zakheus tidak terdapat latar di mana Tuhan Yesus bertemu Zakheus. Tokoh ini “tiba-tiba” muncul. Mengapa? Alasan injil Lukas memunculkan Zakheus bukan hanya sekadar ia adalah salah satu saksi mata yang mungkin sekali diwawancarai oleh Lukas namun juga hal ini terkait dengan konteks sosial budaya saat itu. Dalam konteks sosial budaya  saat itu, pemungut cukai adalah pekerjaan yang sangat rendah. Pemungut cukai adalah seorang bangsa A yang diangkat oleh kekaisaran Romawi untuk memungut cukai (pajak) kepada masyarakat bangsa A. Demikian Zakheus adalah seorang Israel yang seharusnya mencintai dan membela negaranya. Malahan ia bekerja untuk Romawi yang menjajah Israel. Sebagai warga Israel pasif saja sudah dipandang rendah apalagi menjadi warga Israel yang memungut cukai dari sesama Israel. Zakheus masuk dalam kelompok yang sangat dipandang rendah oleh orang Israel. Tidak ada orang yang peduli dengan seorang seperti Zakheus. Walaupun ia adalah seorang yang kaya dan mempunyai pasukan yang dapat membela dan melakukan apa pun yang dia kehendaki. Di Israel, ia adalah orang yang rendah, hina, dan tidak dipedulikan. Tetapi Yesus mengenal Zakheus.

Saya membayangkan adegan saat Tuhan Yesus memasuki Yerikho. Berita itu sudah tersebar sebelumnya. Banyak orang menanti saat itu: perempuan-laki-laki, muda-tua, miskin-kaya, buda-tuan, penjahat-pekerja, dll.  Semua kalangan menanti kedatangan Tuhan Yesus Kristus di Yerikho. Tentu saja para ahli Taurat dan orang Farisi tidak ketinggalan kesempatan ini. Tibalah Ia memasuki Yerikho, di depan gerbang kota sudah banyak yang menanti dari berbagai kalangan dan dengan beragam kepentingan. Semua berlomba untuk menyapa duluan dan berada di barisan paling depan. Tidak heran karena Kristus adalah salah satu publik figur yang sangat terkenal saat itu. Kemudian narasi alkitab memberikan penyorotan khusus mengarahkan perhatian kita dengan menggunakan istilah “Di situ ada” (There – ESV & NIV, Behold – KJV). Siapa? Zakheus = Israel, kepala pemungut cukai = pekerjaan yang “haram”, kaya = rakus. (Lukas 19:2). Ia adalah Zakheus, seorang “bos” yang mempunyai banyak ajudan dan budak. Ia bisa meminta para ajudannya untuk menarik paksa Tuhan Yesus datang ke rumahnya. Namun tidak ia lakukan. Mengapa? Inilah bukti bahwa Zakheus adalah orang berdosa yang sangat menghormati Tuhan Yesus. Ia adalah seorang yang direndahkan dan pasti orang berdosa namun ia tidak menggunakan kuasanya untuk memaksa Tuhan Yesus bertemu dengannya. Apa yang ia lakukan? Dengan tubuhnya yang pendek ia berusaha menerobos orang-orang banyak namun tidak berhasil sehingga ia tidak berada di barisan paling depan. Akhirnya ia memakai cara yang paling konyol yang dapat dilakukan seorang “bos”, ia naik pohon. Orang-orang tidak peduli dengan tingkah konyolnya. Dia pun tidak peduli karena yang penting baginya melihat Tuhan Yesus. Di tengah kerumunan itu tiba-tiba Sang Guru melihat ke atas pohon dan berkata: "Zakheus, segeralah turun, sebab hari ini Aku harus menumpang di rumahmu" (ayat 5). Semua orang ikut menatap ke atas dan pasti disertai banyak pertanyaan bahkan keluhan: Kenapa Tuhan Yesus yang agung dan sangat dihormati memanggil dia, bukan saya atau orang lain karena masih banyak orang yang lebih baik dalam kerumunan ini? Kenapa Tuhan Yesus memperhatikan pemungut cukai dan mau makan bersama orang berdosa itu?

Apa yang dilakukan Zakheus ketika Tuhan Yesus memanggilnya? Ia segera turun dengan sukacita. Ini suatu hal yang sangat mengejutkan. Siapa Zakheus? Pemungut cukai yang dihina, direndahkan, dan tidak dipedulikan secara sosial tapi diantara orang banyak Tuhan Yesus “hanya” memanggil namanya. Dia bersukacita. Mengapa? Karena Kristus mengenal dia. Bayangkan suatu kali pemimpin negara mampir ke daerah kita, lalu di tengah keramaian itu tiba-tiba ia memanggil nama kita. Padahal kita tidak kenal dia dan kita bukan pejabat atau orang yang dihormati, bagaiman respon kita? Kita pasti terkejut dan penuh sukacita. Demikian pula Zakheus, ia bersukacita karena Kristus mengenal dia dan itu cukup.

Mengapa Kristus mengenal Zakheus? Karena Tuhan Yesus mengenal milik kepunyaan-Nya. Akulah gembala yang baik dan Aku mengenal domba-domba-Ku dan domba-domba-Ku mengenal Aku (Yoh. 10:14). “Tetapi dasar yang diletakkan Allah itu teguh dan meterainya ialah: "Tuhan mengenal siapa kepunyaan-Nya" (2 Timotius 2:19). Dengan memanggil nama Zakheus menyatakan Kristus mengenal Zakheus. Karena dalam alkitab, nama bukan sekadar tempelan saja dan dapat diganti sembarangan. Dalam istilah Yunani “onoma” berarti nama yang dapat dipahami sebagai “setiap hal yang digambarkan dengan nama itu, setiap pikiran atau perasaan yang muncul ketika menyebut nama itu entah itu posisi seseorang, otoritasnya, kesukaannya, kesenangannya, karakternya, perbuatannya, dll”. Nama berarti deskripsi seorang pribadi entah karakternya, jabatannya, identitasnya, bahkan keunikannya. Nama berarti deskripsi eksistensial seseorang. Tentu Tuhan Yesus mengenal bahwa Zakheus adalah orang berdosa. Namun ia juga mengenal Zakheus berarti seorang yang murni (pure). Ia adalah orang berdosa yang mempunyai motivasi murni untuk bertemu Kristus. Ia tidak menggunakan kuasanya untuk memaksa Kristus bertemu dengannya. Ia juga melepaskan gengsinya dengan naik pohon hanya untuk melihat Kristus. Perhatian Kristus melampaui hal-hal yang kasat mata. Ia melihat the searching heart and the dignity dari Zakheus (bdk. 1 Samuel 16:7). Ia melihat Zakheus sebagai gambar Allah yang unik dan bernilai. Ia melihat Zakheus yang berhasrat untuk mengenal Kristus. Ia pun memanggil Zakheus. (Yesaya 43:1 – mengenal nama Umat-Nya). Kristus mengenal hati Zakheus. Itulah sukacita sejati Zakheus. Itulah sukacita kristiani yang sejati.  

2.       Dikasihi oleh Kristus
Pada umumnya, kita datang ke rumah seseorang karena diundang oleh orang yang bersangkutan. Kita tidak pernah mengundang diri sendiri ke rumah orang lain karena hal itu tidak sopan. Namun Tuhan Yesus mengundang diri-Nya sendiri untuk makan di rumah Zakheus. Mengapa Tuhan Yesus harus melakukan ini? (1) Karena Ia ingin bertemu Zakheus, (2) Zakheus tidak dihormati (no self-respecting) di kalangan Yahudi karena itu tidak mungkin mengundang orang Yahudi apalagi pemimpin agama Yahudi ke rumahnya. Zakheus bahkan dipandang lebih rendah daripada orang Yunani (misalnya perempuan siro-fenisia). Hal ini semakin jelas ketika dinyatakan reaksi orang banyak tentang Tuhan Yesus yang mau makan di rumah Zakheus: Tetapi semua orang yang melihat hal itu bersungut-sungut (Lukas 19:7). Orang-orang membenci Zakheus karena ia seorang kepala pemungut cukai. Ia bekerja untuk Romawi, musuh Israel. Pemungut cukai tidak digaji oleh Romawi karena itu mereka harus mengumpul uang mereka sendiri. Dengan demikian pemungut cukai merupakan pekerjaan yang mudah sekali mengambil untung yang sangat besar. Kepala pemungut cukai adalah seorang yang sangat kaya dan berkuasa besar. Dalam Kapitalisme dikenal dengan sebutan “orang makan orang” (man eat man). Dalam zaman sekarang, posisi Zakheus dapat disejajarkan dengan seorang teroris, pasti kita pun membenci dia bukan?

Namun Tuhan Yesus menyatakan kasih-Nya kepada Zakheus melalui perjamuan makan bersama di rumah Zakheus. Menerima seorang seperti Zakheus merupakan penghormatan yang tidak dapat dibandingkan dengan apa pun. Perjamuan (feast) dalam tradisi Israel dan dalam konteks alkitab secara luas bukan hanya tentang pesta pora atau hal-hal lahiriah melainkan yang terpenting tentang celebrations of God’s goodness toward his people. Perjamuan bermakna sebagai persekutuan untuk mengingat dan merayakan kebaikan Allah. Bahkan lebih jauh, Leland Ryken menyatakan perjamuan merupakan lambang ikatan perjanjian. Inilah sukacita Zakheus bahwa Ia dikasihi oleh Kristus. Ia mengalami penerimaan dirinya ke dalam ikatan perjanjian ilahi.

3.       Diselamatkan oleh Kristus
Puncak wujud kasih Kristus kepada Zakheus dan setiap orang yang percaya kepada-Nya adalah diselamatkan oleh-Nya. Inilah tujuan kedatangan-Nya: Sebab Anak Manusia datang untuk mencari dan menyelamatkan yang hilang (Lukas 19:10). Batasan sosial tidak berarti apa-apa bagi Kristus demi menyelamatkan yang hilang. Dia datang bukan untuk menjauh dari kumpulan orang berdosa atau mendemonstrasikan hidup yang socially acceptable. Ia datang untuk menggenapi janji Allah dalam Yehezkiel 34:11-16.

Ketika Zakheus mengalami kasih penerimaan Kristus akan dirinya, ia berespon untuk memberikan kasih itu juga ke orang lain. Ia digerakkan oleh kasih karunia Yesus sehingga ia memandang apa yang sudah dia kerjakan setara dengan seorang pencuri. Ia semakin menyadari keberdosaannya dan semakin bersukacita atas kasih (penerimaan dan pengampunan) Kristus kepadanya. Rumah yang sebelumnya adalah tempat korupsi dan kerakusan diubah menjadi Rumah yang menyatakan anugerah dan kebaikan ilahi. Inilah bukti bahwa ia telah menerima keselamatan dari Kristus.

Ada banyak hal yang membuat kita bersukacita. Mulai dari hal-hal lahiriah sampai dengan hal-hal batiniah. Dalam sukacita kristiani sejati yang utuh hendaknya tidak dipahami secara dualisme. Sukacita yang dialami oleh Zakheus tidak dapat disempitkan kepada salah satu jasmani atau rohani. Sukacita sejati yang dialami Zakheus bersifat menyeluruh dalam hidupnya yang sekarang bahkan yang akan datang. Dia mengalami sukacita yang konkret dan eksistensial dalam hidupnya. Sukacita itu dia terima dari Tuhan Yesus Kristus yang mengenal-Nya, mengasihi-Nya, dan menyelamatkan-Nya. Sebagaimana dinyatakan dalam pertanyaan pertama Katekismus Heidelberg: “Apakah satu-satunya kenyamanan (jaminan sukacita) anda dalam hidup dan mati?”

“Bahwa saya bukan milik saya, tetapi tubuh dan jiwa, hidup dan mati adalah milik Sang Juruselamat saya yang setia, Yesus Kristus. Dia telah membayar sepenuhnya semua dosa saya dengan darah-Nya yang berharga, dan telah membebaskan saya dari tirani iblis. Dia juga memeliharakan saya sedemikian rupa sehingga tidak ada rambut yang bisa jatuh dari kepala saya tanpa kehendak Bapa saya di surga; faktanya, segala sesuatu turut bekerja bersama untuk keselamatan saya. Karena saya milik-Nya, Kristus, melalui Roh Kudus-Nya, meyakinkan saya tentang kehidupan kekal dan membuat saya dengan sepenuh hati rela dan siap mulai sekarang untuk hidup untuk-Nya.”

(That I am not my own, but belong - body and soul, in life and in death - to my faithful Savior, Jesus Christ. He has fully paid for all my sins with his precious blood, and has set me free from the tyranny of the devil. He also watches over me in such a way that not a hair can fall from my head without the will of my Father in heaven; in fact, all things must work together for my salvation. Because I belong to him, Christ, by his Holy Spirit, assures me of eternal life and makes me wholeheartedly willing and ready from now on to live for him.)


Kamis, 02 Januari 2020

Bahagia Orang Percaya Kristus


“Man only likes to count his troubles; he doesn’t calculate his happiness” – Fyodor Dostoevsky, Notes from underground.

Sudah cukup lama saya pernah membaca karya Dostoevsky berjudul “Catatan dari Bawah Tanah” (Notes from underground). Bukunya tipis dan menarik. Isinya tidak seperti novel “gampangan” yang sekarang banyak beredar dan disukai mayoritas. Namun ada kebenaran-kebenaran yang diungkapkan secara sinis dan satir. Dostoevsky adalah seorang sastrawan Kristen Ortodoks Rusia yang memang mempunyai pesan khusus kekristenan dalam karya-karyanya. Menurut saya, ia selalu berusaha menyampaikan realitas dunia berdosa secara apa adanya. Salah satunya ia menyatakan: “Manusia hanya suka menghitung kesusahannya, ia tidak menghitung kebahagiaannya”.

Kita tidak bisa menyangkal bahwa pada dasarnya kita lebih sering menghitung kerugian, kekecewaan, dan penderitaan yang kita alami daripada kebahagiaan yang kita terima. Karena itu tidak heran bahwa kita lebih banyak mengeluh daripada bersyukur. Ini adalah salah satu bukti nyata bahwa kita adalah manusia berdosa yang hidup di tengah dunia berdosa. Dalam keberdosaan kita, kita selalu melihat hal-hal yang menyusahkan, menyedihkan, menakutkan, mengerikan, dan semacamnya lebih besar dan lebih banyak daripada hal-hal yang menyenangkan dan membahagiakan. Kita mengeluhkan kelemahan-kelemahan diri kita dan orang lain. Kita menghitung lebih banyaknya kekurangan dan kegagalan dalam studi, pekerjaan, keluarga, dan setiap hal yang kita kerjakan. Mengapa kita selalu merindukan “new me”? Karena dalam hati kita paling dalam kita menyadari bahwa “something wrong” dengan diri kita, orang lain, dan dunia ini. Kita ingin berubah tapi kita seringkali tidak tahu bagaimana dan perubahan seperti apa. “New me” hanya menjadi slogan kosong tanpa makna karena diusahakan dan dikejar dengan cara-cara manusiawi.

Tuhan Yesus mengatakan: “Aku datang, supaya mereka mempunyai hidup, dan mempunyai dalam segala kelimpahan” (Yohanes 10:10). “Kelimpahan” dalam istilah Yunani yaitu perissos yang dapat dipahami dalam beberapa arti: lebih dari yang dibutuhkan, lebih dari luar biasa, dan lebih dari sangat baik. Penekanan di sini adalah kehidupan yang “lebih dari”. Inilah kebahagiaan orang Kristen sejati di dalam Kristus yang seringkali kita lupakan dan tidak kita hitung. Orang Kristen sejati mengalami kebahagiaan sejati dalam Kristus yang “lebih dari.” Masalahnya orang Kristen seringkali “sama seperti” yang belum percaya kepada Kristus dengan menghitung lebih banyak penderitaan dan kesusahan daripada kebahagiaan dalam Kristus. Mengapa seorang Kristen seharusnya dapat menghayati kebahagiaan sejati dalam keadaan apa pun? Kebahagiaan “lebih dari” itu seperti apa? Jonathan Edwards ketika berumur 18 tahun berkhotbah tentang “Christian Happiness.” Ia menyampaikan bahwa seorang Kristen sejati seharusnya dapat menghayati kebahagiaan sejati dalam keadaan apa pun karena beberapa alasan:

1.“Hal-hal buruk” mereka akan menghasilkan kebaikan (Roma 8:28)
2.“Hal-hal baik” mereka – diangkat ke dalam keluarga Allah, dibenarkan di hadapan Allah, persatuan dengan Dia – tidak bisa dirampas (Roma 8:1)
3.“Hal-hal terbaik” mereka – hidup di sorga, langit dan bumi yang baru, kebangkitan – belum tiba (Wahyu 22:1-dst)

Kebahagiaan sejati dan berlimpah sudah dinyatakan di dalam Kristus. Mari kita belajar untuk lebih banyak menghitung kebahagiaan itu dan tidak “take it for granted”. Dengan demikian kita hidup penuh syukur di dalam Kristus. Secara retoris Paulus mengingatkan jemaat di Roma yang sedang mengalami banyak kesulitan dan penderitaan: “Ia, yang tidak menyayangkan Anak-Nya sendiri, tetapi yang menyerahkan-Nya bagi kita semua, bagaimanakah mungkin Ia tidak mengaruniakan segala sesuatu kepada kita bersama-sama dengan Dia?” (Roma 8:32). Happiness is not about a perfect life, but about The Perfect God and The Fulfilment of His Promises.