“Man only likes to count his troubles; he
doesn’t calculate his happiness” – Fyodor Dostoevsky, Notes from underground.
Sudah cukup lama saya pernah membaca karya Dostoevsky
berjudul “Catatan dari Bawah Tanah” (Notes from underground). Bukunya
tipis dan menarik. Isinya tidak seperti novel “gampangan” yang sekarang banyak
beredar dan disukai mayoritas. Namun ada kebenaran-kebenaran yang diungkapkan
secara sinis dan satir. Dostoevsky adalah seorang sastrawan Kristen Ortodoks
Rusia yang memang mempunyai pesan khusus kekristenan dalam karya-karyanya.
Menurut saya, ia selalu berusaha menyampaikan realitas dunia berdosa secara apa
adanya. Salah satunya ia menyatakan: “Manusia hanya suka menghitung kesusahannya,
ia tidak menghitung kebahagiaannya”.
Kita tidak bisa menyangkal bahwa pada dasarnya
kita lebih sering menghitung kerugian, kekecewaan, dan penderitaan yang kita
alami daripada kebahagiaan yang kita terima. Karena itu tidak heran bahwa kita
lebih banyak mengeluh daripada bersyukur. Ini adalah salah satu bukti nyata
bahwa kita adalah manusia berdosa yang hidup di tengah dunia berdosa. Dalam
keberdosaan kita, kita selalu melihat hal-hal yang menyusahkan, menyedihkan,
menakutkan, mengerikan, dan semacamnya lebih besar dan lebih banyak daripada
hal-hal yang menyenangkan dan membahagiakan. Kita mengeluhkan
kelemahan-kelemahan diri kita dan orang lain. Kita menghitung lebih banyaknya
kekurangan dan kegagalan dalam studi, pekerjaan, keluarga, dan setiap hal yang
kita kerjakan. Mengapa kita selalu merindukan “new me”? Karena dalam
hati kita paling dalam kita menyadari bahwa “something wrong” dengan
diri kita, orang lain, dan dunia ini. Kita ingin berubah tapi kita seringkali
tidak tahu bagaimana dan perubahan seperti apa. “New me” hanya menjadi
slogan kosong tanpa makna karena diusahakan dan dikejar dengan cara-cara
manusiawi.
Tuhan Yesus mengatakan: “Aku datang, supaya
mereka mempunyai hidup, dan mempunyai dalam segala kelimpahan” (Yohanes 10:10).
“Kelimpahan” dalam istilah Yunani yaitu perissos yang dapat dipahami dalam beberapa arti: lebih dari yang dibutuhkan,
lebih dari luar biasa, dan lebih dari sangat baik. Penekanan di sini adalah
kehidupan yang “lebih dari”. Inilah kebahagiaan orang Kristen sejati di dalam
Kristus yang seringkali kita lupakan dan tidak kita hitung. Orang Kristen
sejati mengalami kebahagiaan sejati dalam Kristus yang “lebih dari.” Masalahnya
orang Kristen seringkali “sama seperti” yang belum percaya kepada Kristus
dengan menghitung lebih banyak penderitaan dan kesusahan daripada kebahagiaan dalam
Kristus. Mengapa seorang Kristen seharusnya dapat menghayati kebahagiaan sejati
dalam keadaan apa pun? Kebahagiaan “lebih dari” itu seperti apa? Jonathan
Edwards ketika berumur 18 tahun berkhotbah tentang “Christian Happiness.” Ia menyampaikan bahwa seorang Kristen sejati seharusnya dapat menghayati
kebahagiaan sejati dalam keadaan apa pun karena beberapa alasan:
1.“Hal-hal buruk” mereka akan menghasilkan
kebaikan (Roma 8:28)
2.“Hal-hal baik” mereka – diangkat ke dalam
keluarga Allah, dibenarkan di hadapan Allah, persatuan dengan Dia – tidak bisa dirampas (Roma 8:1)
3.“Hal-hal terbaik” mereka – hidup di sorga,
langit dan bumi yang baru, kebangkitan – belum tiba (Wahyu 22:1-dst)
Kebahagiaan sejati dan berlimpah sudah
dinyatakan di dalam Kristus. Mari kita belajar untuk lebih banyak menghitung
kebahagiaan itu dan tidak “take it for granted”. Dengan demikian kita
hidup penuh syukur di dalam Kristus. Secara retoris Paulus mengingatkan jemaat di
Roma yang sedang mengalami banyak kesulitan dan penderitaan: “Ia, yang tidak
menyayangkan Anak-Nya sendiri, tetapi yang menyerahkan-Nya bagi kita semua,
bagaimanakah mungkin Ia tidak mengaruniakan segala sesuatu kepada kita bersama-sama dengan Dia?” (Roma 8:32). Happiness is not about a perfect life, but
about The Perfect God and The Fulfilment of His Promises.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar