Beberapa waktu ini saya membaca tentang
Kierkegaard. Dari biografi sampai pandangannya. Menarik ia menyimpulkan bahwa
ada 3 jalan hidup manusia menyatakan eksistensinya: estetik, etik dan religious. Ketiganya ini bukanlah bersifat
kronologis. Tapi lebih seperti masa-masa dimana kadang setiap kita memasuki
tahap-tahap ini secara bergantian dan berulang. Walaupun begitu tetap kita
tidak sama lagi dengan sebelumnya. Estetika sangat menekankan hidup sesuai
dengan kemauan sendiri dan yang dikejar adalah kepuasan diri. Jadi
pertanyaannya berhubungan dengan puas atau tidak puas diri kita. Misalnya
ketika kita memilih makan sesuatu karena memang kita suka dan makanan itu
memuaskan kelaparan kita. Sedangkan etika berhubungan dengan kehidupan moral.
Jadi yang dikejar adalah tentang baik dan jahat. Saya memilih makanan tertentu
bukan karena itu memuaskan saya tapi karena makanan itu baik bagi saya. Dan
lebih lagi pada tahap ini lebih memikirkan tentang orang lain. Saya hidup bukan
untuk diri saya tapi bagi orang-orang di sekitar saya. Maka saya tidak bisa
memakai uang seenaknya membeli makanan sepuasnya. Tapi juga membagikan ke yang
lain. Dan terakhir yaitu religious. Dimana kita menyadari ada suatu yang
melampaui moralitas manusia. Dan ini berhubungan dengan iman. Ketika kita
mengalami segala pergumulan, pergolakan, kesulitan dan segala hal yang akhirnya
membawa kita pada keputusasaan. Ketika kita melihat bahwa sesuatu itu humanly impossible. Di sini kita menyadari perlunya langkah atau
lompatan iman. Dan sebenarnya inilah yang menyatakan eksistensi yang sejati dan
tertinggi dari manusia. Titik tolak dari pemikiran Kierkegaard ini menekankan
pada subjektivitas. Artinya ia menyadari bahwa kebenaran objektif itu tidak
bisa kita pegang karena memang keterbatasan kita. Tapi yang kita bisa adalah
meresponinya secara subjektif. Kierkegaard sangat mengkritik teori-teori atau
pemikiran yang universal dan rasional akan segala sesuatu. Bahwa ada suatu
formula universal akan kebenaran. Atau etika teleologis yang menghalalkan
segala cara demi tercapainya kepentingan universal itu. Ia menyatakan bahwa
manusia itu adalah subjektif yang tidak bisa kita lupakan. Dimana memiliki
masing-masing pergumulan berbeda. Dan tentu juga memiliki keterbatasan. Sia-sia
punya pandangan yang dianggap sudah mencakup keseluruhan kebenaran (objektif)
namun tidak bisa diterapkan dalam kehidupan manusia secara subjektif dalam
keseharian.
Dari sinilah tiba-tiba saya merenungkan apa yang saya
pelajari dari alkitab dan hubungan dengan saya secara pribadi dalam menghadapi
pergumulan hidup saya yang real sekarang ini. Tiba-tiba saya merasa betapa
sebenarnya kering sekali dalam membaca alkitab. Saya cuma baca karena
rutinitas, karena itu baik bahkan untuk inspirasi kotbah saja. Ini semua
ada benarnya. Tapi tidak cukup. Alkitab harusnya real menjadi pedoman hidup kita
dalam keseharian. Harusnya real menjadi pedoman kita dalam menghadapi segala
pergumulan hidup.
Pembacaan alkitab saya sampai pada Yosua 1:5-7. Dimana waktu itu Musa sudah dipanggil oleh Tuhan dan
Yosua dipercaya sebagai penerus. Ada kata-kata yang terus diulang: “Kuatkanlah
dan teguhkanlah hatimu, sebab engkaulah yang akna memimpin bangsa ini memiliki
negeri yang Kujanjikan dengan bersumpah kepada nenek moyang mereka untuk
diberikan kepada mereka. Hanya kuatkan dan teguhkanlah hatimu dengan
sungguh-sungguh … .” Sebelumnya janji Tuhan: “Aku tidak adakan membiarkan
engkau dan tidak akan meninggalkan engkau.” Suatu janji yang indah dan terus
dikuatkan setiap kali membaca bagian ini. Pertanyaan saya: “Apa hubungannya dengan pergumulan saya secara real? Bagaimana ayat tadi menjadi pedoman hidup saya
secara real?"
Itu adalah janji Tuhan yang bahkan saya sudah kotbahkan juga
kepada salah satu pasien di rumah sakit. Itu adalah janji yang mendahului
tuntutan. Janji bahwa Tuhan menyertai umatNya, Tuhan akan menyertai hambaNya.
Saya sadar saya bukanlah orang yang sempurna dalam banyak hal. Tapi saya ingat
janji ini. Tuhan janji bahwa Ia menyertai hambaNya. Tugas saya: “Kuatkan
dan teguhkan hatimu.” Inilah juga yang disampaikan Tuhan kepada Yosua
supaya Yosua menguatkan dan meneguhkan hatinya dalam segala hal ketidaktahuan
masa depannya. Kalau sungguh benar janji Tuhan maka kenapa saya takut dan
kuatir. Kalau janji ini diucapkan oleh Sang Pencipta dan Penebus, kenapa saya
ragu. Keraguan muncul karena saya kurang iman. Doa saya: kiranya Tuhan tambah-tambahkan
iman saya dalam memegang janjiNya.
Soli Deo
Gloria
Tidak ada komentar:
Posting Komentar