Senin, 29 Maret 2010

"The Idea of Holy" by Rudolf Otto (2)

Sesudah beberapa penjelasan maka Otto masuk dalam studi kehadiran the numen dalam kitab suci agama kristen (Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru) dan seorang teolog kristen yaitu Martin Luther. Di sini dia dengan jelas memperlihatkan bahwa the numen itu adalah Tuhan. Intinya dalam studi ini dia menemukan bahwa ada suatu pengalaman dengan the numen yang menimbulkan feeling khusus seperti ketakutan atau kegentaran. Hal ini karena adanya natur non-rational dari the numen yang hanya bisa ditangkap dengan reaksi mental yang mengalami pengalaman ini. Melalui pengalaman tersebut diketahui bahwa the numen itu menyatakan kehadirannya secara nyata. Dalam perjanjian lama, orang yang mengalami pengalaman ini adalah para nabi salah satunya yesaya. Sedangkan dalam perjanjian baru, para murid ataupun orang-orang di sekitar Yesus mengalami pengalaman the numen ketika berhadapan dengan Yesus. Dari titik ini kita dapat tahu kemana kesimpulan dari Otto ini pada akhirnya. Terakhir, melalui pandangan Martin Luther mengenai adanya natur yang non-rasional dalam the numen, Otto menyakinkan bahwa memang natur non-rasional itu adalah bagian the numen yang mana diekspresikan dalan suatu taraf rasio sehingga manusia dapat mengerti sedikit lebih jelas. Hal ini disebut anthropomorphism.

Otto menjelaskan bahwa yang Kudus sebagai suatu a priori yang ditanam dalam pikiran manusia yaitu sesuatu yang sungguh-sungguh murni. Hal ini berhubungan dengan ide-ide rasional yang dapat menjelaskan sedikit mengenai yang Kudus. Ide-ide rasional ini a priori artinya tidak bergantung pada persepsi yang manusia terima. Tapi dalam elemen non-rasional yang ada dalam yang Kudus tidak bisa digolongkan sebagai a priori karena yang non-rasional ini melebihi a priori. Penjelasan secara rasional hanya akan mempersempit kedalaman arti dari yang Kudus. Otto berpendapat bahwa Ide-ide rasional dan perasaan sangatlah murni. Artinya memang bukan karena persepsi-persepsi tertentu. Sesuatu yang memang murni ada dalam diri manusia dan memang bersifat murni. Hal ini berhubungan erat dengan kecenderungan dari roh manusia (hidden ‘predisposition’ of the human spirit). Kecenderungan ini yang menyebabkan suatu dorongan untuk menyembah atau beragama. Hal ini pula yang mendorong akal manusia sehingga menyatakan yang Kudus dalam suatu ide-ide yang rasional.

Elemen rasional dan non rasional itu dalam the numen sangat harmonis dan memiliki kesatuan yang bersama-sama hadir. Memang tidak disangkali bahwa perlu rasio untuk menjelaskan atau menggambarkan the numen yang non-rasional. Hal ini masih bisa karena rasional dan non-rasional ada pada the numen itu sendiri. Tapi tetap tidak mengekstrimkan dengan menyatakan bahwa the numen sungguh dengan sempurna bisa dijelaskan secara rasional. Kalau sampai demikian maka, menurut Otto, kita masuk dalam suatu fanatik sempit atau mistik yang tidak bertanggungjawab. Otto memberikan penjelasan dalam beberapa hal mengenai hubungan elemen non-rasional dan rasional yang harmonis. Pertama, tremendum yang bisa dijelaskan salah satunya melalui ide keadilan yang mana dalam agama dilihat sebagai suatu murka Allah. Kedua, pesona yang salah satunya dijelaskan melalui ide kebaikan atau belas kasih yang dalam agama dipandang sebagai suatu anugerah. Ketiga, mysterium yang dijelaskan sebagai suatu yang absolut dan dalam agama dipahami sebagai suatu yang ilahi (deity).

Dalam buku ini juga dijelaskan mengenai respon-respon manusia yang salah terhadap the numen. Respon-respon dan ekspresi-ekspresi manusia terhadap the numen ini menimbulkan suatu kepercayaan-kepercayaan tertentu yang sungguh melenceng dari the numen itu sendiri. Salah satu contoh yaitu animisme yang percaya bahwa segala sesuatu dalam dunia ini mempunyai suatu soul power. Hal ini terjadi karena menekan yang Kudus itu dalam suatu konsep tertentu. Sebagaimana penjelasan sebelumnya bahwa untuk mengenali yang Kudus dengan sungguh-sungguh itu perlu suatu reaksi mental ketika kita masuk dalam pengalaman dengan yang Kudus. Reaksi mental ini yaitu takut atau gentar. Sekali lagi Otto sebenarnya mencoba mengarahkan kepada nabi-nabi dalam alkitab kristen. Para nabi sungguh-sungguh mengalami kehadiran the numen atau yang Kudus dan menjadi gentar. Penjelasan seperti ini tidak ada dalam animisme yang hanya menekankan suatu konsep bahwa setiap hal ini dunia ini mempunyai suatu soul power tapi tidak masuk dalam suatu pengalaman khusus bersama the numen.

Dalam kesimpulan akhir dari buku ini adalah melihat agama kristen sebagai suatu agama tertinggi karena mengalami yang Kudus itu sendiri yang dinyatakan secara langsung dalam dunia ini melalui inkarnasi. Yang Kudus bukan hanya sekedar ide atau konsep kosong tapi sesuatu yang mysterium tremendum yang ditermanisfestasikan secara nyata. Setelah mempelajari the idea of the Holy dalam berbagai agama dan kepercayaan di dunia maka dia melihat keunikan tersendir dalam kekristenan. Keunikannya yaitu the Holy made manifest. Sebelumnya dalam perjanjian lama tidak terjadi demikian. Dalam perjanjian lama dijelaskan adanya pengalaman yang khusus oleh para nabi dengan kehadiran yang Kudus. Mereka mengalami kegentaran. Sedangkan dalam perjanjian baru dijelaskan bahwa yang Kudus menyatakan dirinya dalam Yesus Kristus. Dimana orang banyak dicatat takut dan gentar kepadaNya. Pengalaman orang banyak atau pun para murid akan Yesus dan reaksi mental yang mereka alami adalah suatu bukti nyata bahwa Dialah yang Kudus yang hadir secara nyata dalam dunia.

1 komentar: